Sabtu, 01 Juli 2017

Sekelumit Kisah Soeratin, Pendiri PSSI yang Mengorbankan Hartanya Demi Sepakbola

Sosok ayah, pada umumnya memiliki tanggung jawab yang lebih berat bagi keluarga terutama anak-anaknya sendiri. Seorang ayah juga, biasanya, adalah figur yang lebih banyak senyap ketimbang bercakap. Ayah hanya berbicara seperlunya dan yang pentingnya saja..

Ayah yang akan dibahas kali ini adalah ayah dari organisasi sepakbola terbesar di Nusantara. PSSI namanya. Tentu saja kita tak asing dengan nama PSSI karena kerap kali muncul di layar kaca ataupun artikel berita karena kelakuan absurdnya dalam beberapa tahun ini. Entah bagaimana perasaan sang ayah (Soeratin) yang telah beristirahat di TPU Sirnaraga, Bandung jika mengetahui kelakuan menyimpang anaknya (PSSI) tersebut. Ayah mana yang tak kecewa, iya kan?

Kini, kisah Soeratin Sosrosoegondo memang sudah mulai tercatat bahkan terarsip dengan baik, setidaknya di dunia maya. Agar bisa terus dikenang, maka sudah sewajarnya hikayat dari pria kelahiran Jogjakarta pada 17 September 1898 lalu ini mudah diakses oleh segala kalangan pecinta sepakbola Indonesia dari yang tua sampai yang muda agar kita tak melupakan jasa-jasa mereka.

Entah bagaimana perasaan sang ayah (Soeratin) yang telah beristirahat di TPU Sirnaraga, Bandung jika mengetahui kelakuan menyimpang anaknya (PSSI) tersebut

Pemikiran Soeratin muda untuk memersatukan bangsa terutama kaum muda saat masa penjajahan, memang sudah banyak dicontohkan oleh pendahulunya. Boedi Oetomo misalnya, organisasi pemuda dan pelajar yang berdiri pada 1908 ini adalah tonggak bersatunya kaum muda Nusantara untuk menghadapi para kumpeni. Soeratin tahu betul bahwa pemuda serta pelajar adalah massa yang cukup menjanjikan untuk menggerakkan persatuan demi tanah air tercinta.

Penggemar catur ini akhirnya memikirkan alternatif bagi organisasi pemuda tanpa harus dikecam oleh para kumpeni. Olahraga adalah tameng yang pas untuk organisasi tersebut. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Massa didapatkan, kesehatan serta kesenangan berolahraga pun dituai pula.

Sepakraga menjadi pilihan Soeratin saat itu. Sepakraga atau kini lebih dikenal dengan Sepakbola, bisa dibilang olahraga yang cukup banyak diminati. Apalagi para kumpeni pun tak sungkan untuk sekadar ikut bermain ataupun bertanding melawan pribumi. Tak heran, upaya pergerakan Soeratin ini mulai membuahkan hasil.

Hidup Soeratin sebenarnya tak perlu berumit-rumit, karena ia adalah seorang anak dari kaum terpelajar bahkan dikabarkan ia adalah keluarga ningrat. Jika ia menghendaki untuk hidup agak lebih santai, pasca kelulusannya dari Sekolah Tinggi Teknik Heckelenburg di Jerman, ia cukup tetap menjadi insinyur arsitek dan bekerja di perusahaan konstruksi Bouwkundig Bureu Sitsen en Lausada milik Belanda. Gaji tinggi, hidup enak, tinggal cari istri cantik saja. Iya, kan?

Namun, Soeratin ternyata memilih jalur yang berlawanan arah. Meski bekerja di perusahaan milik Belanda, ia memilih keluar untuk melanjutkan perjuangannya merintis organisasi yang ia namakan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI).

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search