MEMILIKI usia di atas 100 tahun merupakan suatu anugerah yang luar biasa. Sebab biasanya usia orang Indonesia normalnya memiliki umur berkisar 60-75 tahun.
Demikian halnya dengan yang dialami Mbah Satiyah. Di usianya yang sudah di atas satu abad, tepatnya 115 tahun, nenek 12 anak itu terlihat masih segar dan kuat.
Kendati berusia renta, kulit tidak kencang lagi, namun Mbah Satiyah masih terlihat sehat. Untuk memegang pisau untuk mengupas ale (jenis kecambah yang menggunakan biji mlanding atau petai China), tangannya masih terlihat kokoh.
Untuk membuktikan berupa usia nenek yang tinggal di Dusun Nganggil, Desa Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobongan, Jawa Tengah (Jateng) ini sedikit menghadapi kendala.
Sebab Mbah Satiyah tidak memiliki dokumen kependudukan yang dapat dilihat secara otentik. Jangankan akte kelahiran, kartu tanda penduduk (KTP) saja dia tak punya.
Nenek yang sudah ditinggal 3 anaknya yang meninggal itu mengaku hanya memiliki Kartu Keluarga (KK). Di dalam KK itu tertulis tahun lahirnya 1925. Berarti usianya 91 tahun. Namun keterangan di KK itu disangkalnya.
Siti Juriyah, cucu Mbah Satiyah kepada Radar Kudus (Jawa Pos Group) mengatakan, usia neneknya lebih tua dari keterangan di KK itu. Namun bukti otentik itu beliau tidak punya.
"Padahal usianya justru lebih tua lho, sekitar 115 tahun. Petugas yang mencatat kebingungan karena tidak ada akta kelahiran dan KTP. Akhirnya menjadi tidak valid," jelas Siti Juriyah belum lama ini.
Mbah Satiyah memang sudah tinggal suaminya sejak puluhan tahun lalu. Bahkan tiga adiknya Marsinah, Nasiyah, dan Juki, sudah dulu menghadap Sang Khalik. Begitu juga 3 dari 12 orang sang buah hati juga sudah lama meninggal dunia.
Sembari mengupas ale, Mbah Satiyah menceritakan kisah hidupnya ditemani cucunya itu, Siti Juriyah.
Di usianya yang sudah 115 tahun, Mbah Satiyah masih lancar berbicara. Lafas ucapannya pun tidak berubah. Kendati beberapa giginya sudah ada yang copot.
"Kanca-kancaku ngaji mbiyen wis pada ora ana (Teman-teman mengaji dulu sudah meninggal). Kadang-kadang, saban wayah bengi bapak karo adik-adikku lan anak-anakku sing wis ora ana, sering tilik aku ning kene (kadang-kadang, saat malam suami sama adik-adik dan anak-anak saya yang sudah meninggal, sering mengunjungi di rumah ini)," ungkapnya.
Selain cara bertuturnya masih lancar, nenek ini juga memiliki ingatan yang masih jernih. Sedangkan untuk penglihatan dan pendengaran memang sudah tidak bisa diandalkan lagi.
Mbah Satiyah menceritakan saat masih kecil dulu dia tinggal di Desa Menduran, Kecamatan Brati. Setelah menikah dengan sang suami, Mardi Madkahar, Mbah Satiyah diboyong ke Dusun Nganggil, Desa Karanganyar, Kecamatan Purwodadi tersebut.
Dari perkawinan itu dia dikaruniai 12 anak. 3 di antaranya sudah meninggal dunia. Kini sembilan anak tersebut telah tersebar di Kabupaten Grobogan. Tak hanya itu, ada yang tinggal di Jakarta.
Nenek yang hobi memasak ini rutin melaksanakan salat tengah malam dan puasa sunah maupun wajib. "Mungkin itulah yang membuat tubuh mbah tetap terlihat sehat hingga diusianya yang lebih seabad ini," paparnya.
Nenek tua ini mengaku tidak memiliki rahasia lain yang membuat tetap sehat sampai kemarin. Banyak tetangga yang menanyakan rahasia tetap sehat. "Ada yang mengira mbah saya pakai supranatural. Padahal tidak," ujarnya.
Meski tenaganya kini semakin berkurang. Mbah Satiyah tetap melakukan banyak kegiatan di usia senja. Dia tidak mau diam diri di dalam rumah. Selalu mencari aktivitas agar tubuhnya tetap sehat.
(*/ris/iil/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar