Jauh sebelum memulai kariernya di Stadion Etihad, Iheanacho sempat tak terpikirkan untuk bisa bergabung di klub itu. Maklum, ManCity seolah tak mungkin terjangkau bagi pemuda miskin asal Kota Imo, Nigeria, itu.
Iheanacho pun menuturkan kisahnya ketika saat dirinya masih remaja tanggung berusia 15 tahun. Meski hidup di tengah kemiskinan, ia berusaha memuaskan diri dengan hobinya di sepak bola.
Salah satunya, Iheanacho bahkan sampat harus menabung untuk bisa menyaksikan laga Liga Primer Inggris, liga terbaik di dunia. Menonton tayangan langsung sepak bola Inggris dari televisi satelit merupakan barang mewah bagi miskin di Nigeria sepertinya.
"Harganya sekitar 50 Naira (setara kurang dari 0,15 poundsterling) untuk menyaksikan Liga Primer Inggris dan saya tidak memiliki uang sebanyak itu. Jadi, biasanya saya hanya bermain bola di dekat sana sembari menunggu orang yang di dalam tempat itu memberitahu tentang hasil pertandingan."
Sampai suatu ketika keinginannya untuk menyaksikan Liga Primer tak tertahan lagi. Iheanacho pun menabung demi bisa menyaksikan laga musim terakhir Liga Primer Inggris 2012.
Kebetulan sekali laga terakhir musim itu menjadi penentuan klub yang sedang naik daun, ManCity, menghadapi Queens Park Rangers. The Citizens pun akhirnya juara setelah mengalahkan Rangers dengan skor 3-2.
Sukses itu sekaligus mengalahkan rival terberat ManCity, Manchester United, yang juga nyaris keluar sebagai juara.
"Saya duduk dan menyaksikan Sergio Aguero mencetak gol pada menit-menit terakhir yang mampu membawa ManCity juara Liga Primer Inggris, sekaligus merebutnya dari ManUtd. Di televisi itu terlihat Aguero mencopot kaus usai pertandingan dan memberikannya kepada penonton, semua orang di pusat pertandingan pun histeris," ucap Iheanacho.
"Itu mungkin pertama kalinya saya menyaksikan pertandingan ManCity. Saya juga tak pernah ke Inggris sebelumnya. Tak terpikirkan sama sekali bahwa akhirnya saya bisa bermain di Inggris. Gilanya lagi, satu tim dengan Aguero!"
Iheanacho tampil pertama kali di ManCity pada 10 September 2016 di Liga Primer Inggris, menggantikan posisi Aguero karena mendapat hukuman larangan tiga kali pertandingan. Ia lantas mengisahkan dirinya gugup bukan main.
"Karena saat itu saya masih 19 tahun dan tak menduga bisa bergabung di tim inti. Ketika manajer mengatakan bahwa saya akan main di tim inti. Saya hanya bisa mengatakan kepada diri saya: 'baiklah, ini hanya pertandingan sepak bola', tapi jika saya mengatakan yang sebenarnya, ini bukan pertandingan normal," ujar yang kini beranjak 20 tahun.
"Atmosfer dan intensitasnya memberikan Anda perasaan yang amat berbeda ketika melangkah maju ke lapangan. Ini adalah perang selama 90 menit di derby Manchester. Anda tak bisa memberikan kurang dari 100 persen kemampuan dan konsentrasi. Jadi, saya hanya bisa fokus sepenuhnya ke permainan."
"Saya berdiri di depan gawang Man United ketika tendangan Kevin (de Bruyne) mengenai tiang. Bola tepat datang ke arah saya dan langsung saya tendang tanpa berpikir lagi. Saya sampai melihat ke hakim garis karena tak percaya bisa mencetak gol. Tapi bendera tidak diangkat dan posisi saya tidak offside," ucap Iheanacho.
"Seluruh rekan setim berlari ke arah saya dan saya benar-benar merasakan yang namanya derby Manchester. Tak ada yang tahu rasanya sampai ia mencetak gol di laga derby. Saya bahkan tak sempat selebrasi. Perasaannya campur aduk." (har)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar