JAKARTA, KOMPAS.com - "Besok, kamu ikut ke Jayapura ya. Kamu akan dikasih KIP (Kartu Indonesia Pintar) sama Pak Presiden".
Mata Febby Andriani Mallo sontak berbinar mendengar sederet kalimat dari gurunya itu. Ia mengangguk cepat dengan wajah semringah.
Dikutip dari siaran pers resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamis (11/5/2017), siswi kelas VI SD Inpres Komabo, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua itu kemudian bergegas pulang ke rumahnya dengan setengah berlari.
Febby menceritakan apa yang disampaikan gurunya kepada Mace (ibu) dan Pace (ayah). Febby bercerita, dia dipilih menjadi salah seorang pelajar yang akan berhadapan dengan orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo.
Dari tangan Presiden, Febby akan secara langsung menerima Kartu Indonesia Pintar.
Sang Mace sempat bertanya kepada Febby, "kenapa kamu yang dipilih?"
"Karena Febby berprestasi," jawab Febby dengan binar mata yang tidak berubah sejak ia bertemu gurunya tadi.
Di lemari kayunya, tersimpan berbagai penghargaan. Salah satunya juara kompetisi voli pada Olimpiade Olahraha Siswa Nasional tingkat Kota Papua.
Febby kemudian mewakili Provinsi Papua berlaga di tingkat nasional. Bersama keempat rekannya, ia meraih juara dua. Febby juga selalu meraih peringkat lima besar di kelasnya sejak kelas I SD.
Kota mempercantik diri
Selasa 8 Mei 2017, Kampung Skow Mabo, Distrik Tami, Kota Jayapura, mempercantik diri. Selain saat menyambut Natal, tidak pernah kampung semeriah ini.
Kain merah dan putih terikat di antara tiang-tiang listrik jalan. Di bawahnya, sekumpulan pemuda sibuk memotong rumput liar yang menjulur ke jalan perbatasan Papua dan Papua Niugini.
Pemuda-pemuda dengan sekop di tangan sibuk mengaduk aspal hitam panas. Mereka menambal jalanan berlubang. Semua itu mereka lakukan agar kampung mereka sedap dipandang 'tamu agung', Presiden Jokowi.
Ya, pada hari yang sama, Presiden akan datang ke kampung itu. Presiden akan membagikan KIP untuk 392 siswa dari jenjang SD, SMP, SMA, SMK dan pendidikan kesetaraan.
KIP merupakan bagian dari Program Indonesia Pintar, program bantuan kebutuhan sekolah bagi pelajar ekonomi rendah berusia 6 sampai dengan 21 tahun.
Setiap pelajar yang menerima KIP berhak atas uang sebesar Rp 450.000 per tahun bagi siswa SD, Rp 750.000 per tahun bagi siswa SMP, dan Rp 1.000.000 per tahun bagi siswa SMA, SMK dan pendidikan kesetaraan.
"Sa Masi Tra Percaya..."
Di tengah keriuhan persiapan penyambutan Presiden, Febby duduk di bawah tenda dengan lampu temaram. Dia dan beberapa pelajar lainnya yang juga mendapat kesempatan menerima KIP langsung dari tangan Presiden tengah di-brief sebelum acara.
Dahinya sesekali mengernyit mendengar penjelasan seorang laki-laki berusia sekitar 30-an yang tidak dikenalnya. Namun, segala keriuhan yang sempat membuatnya bingung itu sama sekali tidak menyurutkan kebahagiannya hari itu.
"Sa masi tra percaya (saya masih tidak percaya)," ujar Febby.
Bukan hanya soal ia mendapatkan KIP, namun soal dia bakalan berhadapan langsung dengan pria yang selama ini hanya dilihatnya melalui layar kaca.
Di benaknya, Febby sudah memiliki rencana. Salah satunya adalah, apa saja yang ia akan beli dengan uang KIP itu.
"Febby akan pakai untuk beli buku paspor (buku paket) untuk belajar di kelas. Itu beli bukunya setiap semester, untuk persiapan kelas VI ujian," ujar dia dengan logat Papua yang kental.
Gadis yang setiap pulang sekolah menyempatkan diri membantu orangtuanya mengupas kulit kelapa dan sagu itu juga akan membeli buku cerita.
"Febby suka baca buku. Sehari bisa sampai dua buku Febby baca. Nanti Febby mau beli buku dengan uang KIP," ujar dia.
Karena kegemarannya membaca, Sang Mace kerap menghadiahinya buku cerita setiap hari ulang tahun Febby. Uang KIP itu pun akan digunakannya untuk membeli seragam sekolah SMP.
Febby yang bercita-cita menjadi perawat rumah sakit itu ingin melanjutkan sekolah di sana.
(Baca juga: Di Papua, Jokowi Ingatkan Pentingnya SDM berkualitas)
Belajar dan bantu orangtua
Guru Febby, Maria Yulce Membilong (32) mengatakan, dukungan orangtua kepada Febby sangat tinggi. Pihak sekolah sangat merasakan hal itu.
Maria kagum dengan dorongan orangtua Febby yang notabene berada di garis kemiskinan.
"Padahal kedua orangtuanya adalah petani. Penghasilan per bulannya Rp 1.000.000 dari hasil jual sagu Rp 300.000 per karung dan kelapa Rp 1.500 per buah untuk ukuran kecil serta Rp 2.000 per buah untuk ukuran besar," ujar Maria.
Febby pun dinilai pihak sekolah memiliki motivasi tinggi di dalam belajar. Meski dia tidak pernah absen membantu Mace dan Pace mengupas kulit kelapa dan sagu, ia selalu menyempatkan diri untuk mengulang pelajaran di rumahnya.
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi pemerintah yang memberikan KIP kepada Febby serta murid-murid serupa di penjuru Indonesia.
(Baca juga: Terbang ke Papua, Jokowi Akan Resmikan PLBN hingga Pembangkit Listrik)
***
Perjuangan Febby seakan melengkapi kisah perjuangan anak-anak Indonesia di beranda nusantara yang berusaha menjamah mimpinya.
Kisah-kisah perjuangan yang belakangan "tenggelam" jauh oleh riuhnya massa yang turun ke jalan dari dua kubu di Jakarta untuk menuntut keadilan.
Kisah itu "terhalang" oleh "teriakan" lini masa di media sosial yang ramai bicara soal Pancasila. Bahkan, kisah itu juga "tertutup" oleh gemerlapnya pemberitaan saat Presiden mencoba motor trail, dua hari setelah kisah Febby itu berlangsung.
Jokowi Tinjau Jalan Trans Papua Naik Motor Trail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar