KompasProperti - Vietnam yang dikenal sebagai negara sosialis ternyata menyimpan cerita kesuksesan dalam pembangunan fisik, baik properti maupun infrastruktur.
Di sektor properti, sudah menjadi rahasia publik bahwa negeri Indochina ini mejadi ladang investasi paling menjanjikan di Asia Tenggara. Jauh di atas Indonesia, dan bahkan Thailand.
Harga properti terus meroket dari tahun ke tahun, dan menarik investasi asing. Raksasa properti Indonesia, Ciputra Group, pun terpincut membangun Ciputra hanoi International City.
Di sektor infrastruktur, kita boleh iri, jalan-jalan nasional dirancang terintegrasi dengan jalan kabupaten/kota dengan right of way (ROW) lebar, dan kondisi mulus beraspal.
Selain modernisasi dan kemajuan fisik, pesona Vietnam juga tak pernah pudar. Terlebih jika kita membuka "lembaran" kisah masa lampau yang nostalgik, sekaligus heroik.
Rifqi Azmi, salah satu perwakilan Indonesia yang mengikuti ASEAN Youth Exchange On Education 2017 pada 3-8 Juli 2017, menceritakan pengalamannya menelusuri Vietnam untuk pembaca Kompas.com.
Cu Chi Tunnel berjarak lebih dari 56 kilometer dari tempat Rifqi menginap di pusat kota Ho Chi Minh City.
Namun, niat itu berubah seiring rasa ingin tahu dan untuk mendapatkan pengalaman berbeda. Akhirnya, mereka mencoba mencapai tempat tersebut dengan panduan aplikasi Google Map.
Pagi hari tepatnya pukul 07:30 waktu Indochina, mereka memulai perjalanan panjang menuju Cu Chi Tunnel.
Sebagai pengguna dan pecinta transportasi umum, Rifqi dan kawan-kawan menumpang bus bernomor 13 di Jalan Raya Bùi Thi Xuân.
Tarif bus ini cukup murah hanya 7.000 VND atau Rp 4.100, dengan tujuan akhir Terminal bus Cu Chi.
"Kami pikir lokasi Cu Chi Tunnel dekat dengan terminal bus, ternyata cukup jauh sehingga membuat kami harus bertanya dengan petugas terminal setempat," tutur Rifqi.
Mereka, kata Rifqi, merekomendasikan untuk menggunakan bus bernomor 79. Setelah sibuk mencari, akhirnya pada pukul 09:30, Rifqi dapat duduk dengan tenang di dalam bus.
Pengalamannya menumpang bus 79 cukup mengasyikkan. Di tengah perjalanan mereka dapat melihat otentiknya Vietnam.
Selain itu, hanya dengan membayar 6.000 VND atau setara tarif Transjakarta, Rifqi sampai di Cu Chi Tunnel, dalam waktu tak kurang dari 30 menit.
Mereka disambut gapura berwarna merah yang menjadi tengara kawasan terowongan ini. Kesan yang terlontar saat memandang tempat ini, kata Rifqi, menakutkan.
Suasananya sunyi, untuk tidak dikatakan mencekam. Angin berhembus dingin melewati tengkuk. Kesan ini sedikit menyulitkan mereka untuk membaca arah loket tiket berada.
Untung saja, hal itu terjadi sejenak, karena setelah berjalan lebih dari 500 meter dari gapura, mereka bisa menemukan loket tiket objek wisata ini.
Tarif masuknya terhitung ramah kantong yakni 90.000 VND atau ekuivalen Rp 53.000. Petugas tiket memandu mereka untuk tetap berjalan lurus hingga menemukan pos jaga pertama.
Tampak petugas berseragam hijau pupus, mirip karyawan Perhutani Indonesia, berjaga dengan sikap tegak. Dengan sedikit keahlian berbahasa Inggris, dia mengarahkan Rifqi dan temannya menuju pos kedua."Kami disuguhi sebuah film berdurasi lebih dari 15 menit yang menceritakan bagaimana para tentara Vietnam berhasil mempertahankan wilayahnya dari serangan tentara Amerika," tutur Rifqi.
Film tersebut, menurutnya, cukup inspiratif dan sangat kuat memengaruhi paradigma berpikir, dan bersikap generasi muda Vietnam.
"Kami juga termotivasi untuk tak pernah menyerah dalam hal apapun. Termasuk mewujudkan mimpi," ujar dia.
Beranjak dari pos kedua, kembali mereka disambut petugas berseragam hijau bernama Hai Dang.
Berbeda dari petugas sebelumnya, Hai dang demikian ramah, dan jelas menceritakan detail peristiwa perang Vietnam.
Rifqi dan kawan-kawannya pun "terhanyut" dalam kisah-kisah nostalgik nan heroik itu. Termasuk saat Hai Dang menunjukkan terowongan, atau lebih tepatnya lubang yang merupakan tempat persembunyia tentara Vietnam dari serangan musuh.
Selain sebagai tempat persembunyian, lubang ini juga dimanfaatkan sebagai jebakan bambu runcing, tempat medis, dan tempat pertemuan.
"Kami seperti menjejaki masa silam, tahun 1970-an. Dapat kami bayangkan, betapa keras perjuangan para tentara itu. Memasuki lubang sempit dan keluar dalam waktu hitungan detik, berjuang mempertahankan setiap jengkal Tanah Air," papar Rifqi takjub.
Penjelajahan lubang sempit itu diakhiri jamuan makan singkong, dan petuah Hai Dang, "There is no winner in a war, all of them are loosers, because no one wants to live in a war".
Kalimat bijak yang sangat menyentuh dan cukup membuat mereka tidak menyesal berjuang untuk mencapai ke Cu Chi Tunnel meski harus berganti bus dan merasakan perjalanan panjang.
Siang hari atau tepatnya pukul 14:30, mereka kembali pusat kota Ho Chi Minh menggunakan rute bus yang sama dengan meninggalkan sebuah kenangan indah dari sebuah tempat bersejarah bernama Cu Chi Tunnel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar