14 Juli 1989. Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 14 Juli 1989, tepat 28 tahun yang lalu, mengangkat kisah dukun sakti di Kabupaten Sumedang. Konon, dukun berinisial UB (30) itu dapat melipatgandakan uang tunai.
Saking dipercayanya, dia sampai dipanggil oleh beberapa pengguna jasa di Bandung. Sang dukun lantas beraksi di sebuah rumah di Jalan Sumber Sugih, Kompleks Sumber Sari Indah, Bandung beberapa pekan sebelum berita diterbitkan. Dukun UB memang didatangkan khusus dari Sumedang untuk menggandakan uang.
Kepada calon korban, dukun pengganda uang ini bertingkah polah bak orang berilmu tinggi yang bisa membantu korban dalam banyak hal. Terutama jika korban ingin kaya dalam waktu yang singkat.
Agar tampak meyakinkan, dukun UB pun membawa sejumlah sesaji dari Sumedang untuk keperluan ritual. Selanjutnya, dia bersemedi plus menunjukkan beberapa jurus-jurus silat. Dalam keremangan cahaya dan kepulan asap kemenyan, dukun UB lalu berpura-pura kesurupan roh seseorang bernama Ade Tatang.
Dalam kondisi kesurupan tersebut, dukun UB memerintahkan korban untuk memasukkan uang yang totalnya berjumlah Rp 1,2 juta. Uang itu dimasukkan ke dalam lemari, lantas lemari tersebut dikunci. Namun kuncinya harus diserahkan pada dukun UB. Janjinya, uang Rp 1,2 itu akan berlipat ganda sehingga memenuhi lemari.
Malam harinya, saat dukun UB akan meninggalkan Bandung untuk kembali ke Sumedang, kunci diserahkan kembali pada korban. Dia berpesan, lemari hanya boleh dibuka pada keesokan harinya.
Namun saat dibuka, bukannya uang sepenuh lemari yang diperoleh. Yang ada, lemari itu kosong tanpa ada uang sepeser saja, termasuk Rp 1,2 juta yang menjadi modal. Saat itu juga, korban melapor polisi. Setelah pencarian hampir dua pekan, dukun pengganda uang asal Sumedang ini dibekuk.
Judi dan modal kawin
Dalam pemeriksaan, dukun pengganda uang ini mengaku tengah butuh uang. "Uang itu saya gunakan untuk biaya kawin lagi serta sebagian lainnya membeli kupon (judi) SDSB," kata UB.
Dalam sidang, hakim memutus dukun UB bersalah dan memberi hukuman 9 bulan penjara. Namun dalam putusan itu, hakim juga menyayangkan tingkah korban yang begitu percaya dengan hal-hal di luar logika.
"Salah satu sebab peristiwa itu terjadi adalah karena kesalahan dan kebodohan korban sendiri yang begitu percaya soal-soal tahayul begitu. Ini yang namanya orang desa membodohi orang kota," kata hakim. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar