Sabtu, 19 Agustus 2017

Kutuk Teror Barcelona, Trump Sebut Mitos Muslim dan Darah Babi

Sabtu, 19 Agustus 2017 | 09:55 WIB
John J. Pershing (kiri) dan Presiden Donald Trump. Foto/nebraskastories.org/REUTERS

John J. Pershing (kiri) dan Presiden Donald Trump. Foto/nebraskastories.org/REUTERS.

TEMPO.CO, Jakarta -Washington— Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menuai kontroversi setelah mengutuk teror di Barcelona dengan mengutip mitos palsu tentang memerangi Muslim dengan peluru darah babi.

Seperti dilansir The Washington Post, Jumat 18 Agustus 2017, Trump melalui Twitter pada awalnya mengutuk serangan di Las Ramblas dan menawarkan bantuan AS untuk Spanyol.

Tapi, dalam tweet lanjutan, pria gaek itu menghidupkan kembali mitos perang Muslim di Moro, Filipina, yang dijalankan Jenderal AS, John J. Pershing sekitar seabad lalu. Jenderal Pershing pernah menjadi gubernur provinsi Moro saat pendudukan Amerika di Filipina pada 1909-1913.

"Pelajari apa yang dilakukan Jenderal Pershing dari AS terhadap teroris saat ditangkap. Tidak ada lagi Teror Islam Radikal selama 35 tahun!" kicau Trump via akun @realDonaldTrump.

Mitos ini pernah dilontarkan Trump sebelumnya dalam kampanye Februari tahun lalu, jelang Pilpres AS 2016.  Trump menceritakan sebuah kisah di hadapan para pendukungnya di Carolina Selatan.

Baca juga:

Donald Trump Mengutuk Keras Teror Barcelona  

"Itu kisah yang mengerikan, tapi akan tetap aku ceritakan pada kalian," kata Trump di hadapan para pendukungnya di Carolina Selatan, Februari 2016, seperti yang dikutip dari Newsweek.

Kala itu, sang calon presiden hendak menuturkan secuil kisah yang, menurutnya, bersumber dari fakta sejarah Perang Amerika-Filipina (1899-1902), konflik bersenjata antara Amerika Serikat dengan Republik Filipina Pertama.

Dari perspektif Filipina, konflik bersenjata itu adalah salah satu rangkaian perang kemerdekaan dari pendudukan dan kolonialisme AS.

"Mereka (Republik Filipina Pertama) dulu memiliki masalah terorisme, seperti kita," ujar Trump.

Ia kemudian menceritakan aksi salah satu perwira tinggi AS, Jenderal John J Pershing dan 'ritual khusus' yang ia lakukan kala mengeksekusi 50 pejuang muslim Bangsa Moro Filipina yang menjadi tawanan perang tentara AS dalam Perang Amerika-Filipina.

Kiat yang diusulkan @realDonaldTrump dan kisah yang ia ceritakan di Carolina Selatan, merujuk pada sebuah mitos palsu.

Menurut laman elektronik pencari fakta Snopes.com, cerita itu merupakan kisah palsu karena tidak ada bukti yang mendukung hal tersebut. Laman pencari fakta lain, Politifact, mengatakan hal senada.

Penegasan bahwa kisah Jenderal Pershing dan peluru darah babi palsu juga dikuatkan oleh Brian M Linn, profesor sejarah dari Texas A&M University. Linn menyebut bahwa kisah yang dituturkan dan dirujuk oleh Trump merupakan 'cerita yang dibuat-buat'.

Mitos peluru darah babi Pershing sebenarnya telah lama populer sebelum tweet teranyar Trump, bahkan mendahului pidatonya di Carolina Selatan 2016 lalu muncul.

Menurut penelusuran, mitos itu telah populer sesaat pasca-peristiwa teror 11 September 2001. Pengguna internet kala itu intens menelisik secuil kisah dan cerita tentang operasi kontra-terorisme militer AS dalam War on Terrorism di Afghanistan dan Irak pasca-9/11.

"Awalnya kisah itu muncul dari sumber laman elektronik anti-Muslim kala menanggapi peristiwa teror 11 September 2001, bukan dari para sejarawan atau akademisi," tutur Linn yang menyatakan bahwa kisah itu berasal dari kelompok sentimen anti-Islam.

"Akan tetapi, tetap tidak ada bukti yang mendukung kisah itu," tambah Linn.

Adapun MajalahTime mengutip dua sejarawan menyatakan bahwa tidak ada bukti dari kebenaran tentang mitos "perang Muslim" di Moro yang dijalankan Jenderal Pershing seperti dikisahkan Trump.

Investigasi Time merujuk pada History News Network yang menemukan artikel Chicago Daily Tribunepada 1927, yang menceritakan bahwa Pershing menaburkan darah babi kepada para narapidana, lalu membebaskan mereka.

Tak hanya palsu retorika yang ditawarkan oleh kisah Trump, baik diinterpretasi secara harfiah atau sebatas kiasan, tidak dapat dijadikan justifikasi sebagai landasan kebijakan suatu pemerintah untuk menangani isu terorisme.

THE WASHINGTON POST | TIME | YON DEMA | SITA PLANASARI AQUADINI


Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search