JAKARTA, KOMPAS.com – Potret diri Marsekal Hadi Tjahjanto terpampang di sebuah buku. Di gambar itu, ia yang tengah berseragam lengkap, tersenyum ramah sambil mengangkat tangannya laiknya sedang memberi salam.
"Anak Sersan Jadi Panglima" begitu judulnya. Buku itu laiknya penyempurna dari cerita yang masih hangat dalam ingatan, yakni siapakah sosok Hadi, panglima TNI yang baru saja dilantik Presiden pada Desember 2017 itu.Lewat ge
laran bedah buku yang diselenggarakan Komunitas Kebaya Kopi dan Buku, Jumat (16/3/2018) lalu, di FX Sudirman, Jakarta, Eddy Suprapto, penulis buku tersebut mengakui bahwa Hadi adalah sosok yang menarik untuk diangkat.
Sedikit banyak, Eddy tahu betul masa muda Hadi. Mereka teman satu sekolah saat mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Mungkin itulah yang mejadi dasar ia merasa kisah Hadi layak untuk dibukukan. Perjalanan hidupnya yang menarik bukan hanya datang dari ketika Hadi meniti karier militernya, melainkan juga kisah masa mudanya yang tangguh.
Mungkin, karena kedekatan itu juga, buku yang ditulis olehnya terasa begitu bertutur dan dalam, meskipun narasumbernya terbatas.
Meski sedemikian dekat, kata Eddy, masih banyak cerita Hadi yang bahkan tak pernah ia tahu. Dia baru benar-benar tahu kala mewawancarai keluarga Hadi untuk keperluan penulisan.
"Feedback-nya luar biasa. Ketika mewawancarai Bambang Sudarto (ayah Hadi), banyak sekali hal-hal yang bias digali seperti tak ada habisnya," kata dia, Jumat.
Saat proses pembuatan buku ini, juga kata Eddy, ada banyak kejutan.
Sebenarnya (saya) mempersiapkan buku ini tidak sampai ia menjadi panglima. Rencana awalnya, hanya menceritakan ia sampai menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) saja," akunya.
Buku yang awalnya dibuat hanya sampai bab 5, lanjut dia, kemudian bertambah menjadi bab 6 yang mengisahkan Hadi diangkat menjadi Panglima TNI.
Sepenggal kisah lalu
Dari buku setebal 216 halaman tersebut, pembaca akan disajikan perjalanan Hadi yang penuh liku serta jatuh-bangunnya saat meniti karier militer. Kisahnya tak melulu mulus. Terlebih masa mudanya.
Hadi tidak berasal dari keluarga berpunya. Diceritakan Eddy dalam bukunya, Hadi muda pernah berjualan donat. Saat itu usianya sekira 14 atau 15 tahun.
Kemudian, saat berkarier di militer pun, Hadi sebenarnya cenderung tak menonjol. Akan tetapi, ia tercatat pernah mengemban berbagai jabatan.
Itu pun tak dilaluinya dengan mulus. Di lingkungan militer, dalam buku tersebut, Hadi diceritakan pernah dianggap sebelah mata dan jarang diberikan kepercayaan memegang peran strategis.
Namun, usaha tak pernah mengkhianati hasil. Kegigihan dan ketekunan Hadi berujung manis.
Ia yang tak pernah bermimpi punya jabatan tinggi justru berhasil menjadi orang nomor satu di TNI saat ini.
Pesan moral dalam buku itu tertera dalam kutipan nasehat dari ibunda Hadi yang maish terus diingatnya hingga kini. Kurang lebih pernyataannya seperti ini, "Segala kekurangan ekonomi itu merupakan ujian. Jika ingin sukses dan menjadi orang besar, (kamu) harus lulus ujian itu dengan tabah."
"Saya harap, kisah ini (dapat) menjadi motivasi (siapapun), terutama (saat) menghadapi situasi kesulitan ekonomi dan menjadi pembelajaran agar kita tidak meremehkan orang lain," harap Eddy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar