Minggu, 11 Maret 2018

Energy of Indonesia ( belum)

Kolega saya dari salah satu televisi di forum itu sempat menyebut fenomena keseriusan Cina, Korea Selatan, dan Jepang untuk memperlihatkan "kehadirannya" dalam soal penyiaran langsung Asian Games dari Jakarta dan Palembang harusnya serta merta mengubah tagline dari Jakarta-Palembang 2018. Bukan "Energy of Asia" lagi nih kelihatannya tapi jadi "Energy of East Asia" tema dari Asian Games 2018 ini, ujarnya melempar retorika berbau satire.

Saya tidak mau lah ikut latah bersikap pesimistis dengan mengekor dan menyemburkan kiasan "Indonesia jadi tamu di negeri sendiri" atau semacamnya. Buat saya sikap seperti itu sudah basi dan tidak mencerminkan ideologi kekinian kids zaman now, yang cenderung segar dan disruptive. Indonesia akan jadi tuan rumah yang baik, penonton yang santun dan sekaligus bersahabat, itu sudah jadi sebuah cita-cita bersama.

Kita kesampingkan dahulu prediksi prestasi kontingen Merah-Putih di lapangan dan arena Asian Games pada Agustus mendatang. Meski pencapaian atlet-atlet kita di invitation tournament yang jadi ajang tes kesiapan INASGOC, alias panitia Indonesia, pada bulan lalu terbilang lumayan tapi untuk mengukur posisi kita di level persaingan yang sesungguhnya diperlukan analisis mendalam yang akan saya urai dalam kolom berikutnya.

Untuk saat ini, janganlah Indonesia bermimpi akan menempati peringkat kedua seperti halnya saat Bung Karno memandu negeri ini menjadi tuan rumah perhelatan serupa pada 56 tahun silam. Mari kita siapkan diri kita untuk belajar dari tetamu kita yang lebih berpeluang ada di tiga besar dengan cara mencatat dari dekat bagaimana mereka bertarung di Jakarta, Palembang dan enam wilayah pendukung lainnya.

Sebagai tamu, atlet-atlet Asia Timur tidak menutup mata dari informasi prematur soal bagaimana problematika lalu lintas di Jakarta saja akan berpeluang mengganggu mood mereka dalam berkompetisi nanti. Amati saja percakapan mereka di social media.

Akan tetapi, mereka juga tahu bahwa rakyat mereka, keluarga mereka, hingga pelatih dan pengurus organisasi olah raga mereka, tidak akan menerima alasan non-teknis sebagai pembenaran sebuah kegagalan. Lawan mereka sesungguhnya bukan persoalan kesiapan venue, kegagapan pelayanan dari para volunteer, atau kemacetan di Ibu Kota kita. Rival para atlet top itu justru adalah tantangan untuk mengantisipasi semua itu dan tetap bisa meraih medali emas!

Jika mereka saja sangat kompetitif dan sudah secara bergelombang mengirimkan tim survei ke sejumlah venue di negara kita sejak semester lalu, kenapa kita sebagai tuan rumah justru tidak bisa lebih optimistis? So, tema yang paling pas untuk Asian Games Jakarta-Palembang kali ini memang bukan Energy of Asia, tapi "Energy of Indonesia".

Mari kita tunjukkan bahwa kita punya semangat besar untuk bisa belajar dari tamu-tamu kita dengan baik, setidaknya mulailah dari mental melayani dengan baik, mengamati dengan baik, menilai dengan proporsional, dan tidak sebentar-sebentar mencemooh diri sendiri saat atlet kita terpuruk. Ingat, warga Asia punya kepekaan tinggi untuk bangkit dari masa lalu yang tidak menyenangkan, dan saya percaya bangsa Indonesia pun memiliki sensitivitas untuk belajar banyak ketika melihat negara lain berjaya di sini. #

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search