GOWA, KOMPAS.com - Al Qadri (46) yang tinggal di Kampung Jongaya, Makassar, Sulawesi Selatan rupanya memendam kisah masa kecil yang tidak menyenangkan karena penyakit kusta yang pernah dideritanya.
"Dari umur enam tahun saya terkena penyakit kusta. Lalu, oleh orangtua murid lain saya diminta berhenti sekolah," ujarnya saat ditemui Kompas.com di Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (19/3/2018).
Bercak putih yang tampak di lututnya pertama kali diketahui oleh orangtua teman Al Qadri.
Rupanya, orangtua tersebut menyadari bahwa Al Qadri mengidap kusta dan langsung ketakutan anak-anak lain akan tertular. Orangtua tersebut kemudian menyampaikan permintaan kepada sekolah untuk mengeluarkan Al Qadri.
Baca juga : Penyembuhan Kusta, Keluarga Penting untuk Dorong Semangat
Pendidikan yang mestinya dia enyam sebagai bekal masa depan pun terputus di tengah-tengah. "Sejak saat itu saya tidak bersekolah dan menjadi petani bantu orangtua," cerita Al Qadri.
Dia memang sempat menanyakan kenapa dia harus berhenti sekolah. Saat itu, umurnya yang kurang dijadikan alasan. Padahal, temannya yang lebih muda tidak ditolak untuk bersekolah.
Diskrimasi yang dialami Al Qadri tidak berhenti di situ. Orangtuanya juga menjadi bahan olokan tetangga sekitar karena memiliki anak yang mengidap kusta.
Kendati demikian, Qadri tidak terpuruk. Dia terus bercocok tanam dan melupakan stigma negatif yang selalu ditujukan kepadanya.
Baca juga : Melongok Interaksi Tanpa Sekat di Kompleks Kusta Kampung Jongaya
Meski demikian, ada satu hal yang mengganjal: kemampuan baca tulis Al Qadri tidak terasah lantaran berhenti bersekolah.
Pada usia 12 tahun, Al Qadri kembali mendaftarkan dirinya ke SD Inpres. Untungnya, dia diterima oleh salah satu guru yang dengan sabar mau mengajarinya baca tulis, meski terkendala fisik karena kusta telanjur menggerogoti hingga tangannya tergulung.
Selain kembali bersekolah, Al Qadri dan orangtuanya juga terus berusaha mencari pengobatan untuk menangani bercak kusta yang berubah menjadi luka.
"Namun, waktu itu belum ada pengobatan yang tepat. Saya sering ke puskesmas tapi hanya dikasih berbagai jenis salep saja," ujarnya.
Baca juga : Stigma dan Ketakutan Pasien Halangi Pemberantasan Kusta
Salep-salep ini tidak kunjung melenyapkan penyakit Al Qadri.
Hingga pada akhirnya, datang harapan dari mantan penderita kusta yang mau membantunya mencarikan pengobatan kusta yang tepat. Perawatan di rumah sakit pun dia jalani hingga akhirnya terbebas dari kusta.
Al Qadri kini berkecimpung di Perhimpunan Mandiri Kusta. Dia gencar mensosialisasikan kepada sesama pasien kusta agar tidak putus asa dengan penyakit yang diderita.
Menurut dia, kusta bukan alasan untuk berhenti menjalani kehidupan seperti biasa. Apalagi pengobatan untuk penyakit ini sudah tidak sesulit zaman dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar