Selasa, 24 April 2018

Kisah Miris Seorang Guru Penghayat Kepercayaan di Cilacap, Pelaksana Tugas Negara yang ...

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki

TRIBUNJATENG.COM, CILACAP - Peristiwa gerakan 10 September 1965 (Gestapu), yang diikuti pembantaian pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI) menyisakan trauma mendalam bagi Jumadi, penghayat kepercayaan asal Adipala Cilacap

Anggota keluarga Jumadi, mulai orangtua, paman hingga kakeknya sempat dibawa ke pulau penjara Nusakambangan karena dikaitkan dengan PKI.

Nasib sama menimpa sebagian penduduk di kampungnya yang kebanyakan penganut kepercayaan. Mereka ikut jadi sasaran penangkapan karena dianggap anti Tuhan.

Banyak di antaranya mati terbunuh, atau hilang tanpa kabar, termasuk kakek Jumadi.

Puluhan tahun berlalu, meski rezim telah berganti, kondisi negara telah membaik, Jumadi dan penghayat kepercayaan lain masih takut membuka diri.

Jumadi bahkan harus diam-diam saat ingin beraktivitas di Pasamuan, tempat suci penghayat kepercayaan.

 "Bapak saya berpesan, hati-hati dalam hidup, harus cekelan waton. Dulu saya gak berani muncul," katanya.

Pengakuan pemerintah terhadap hak sipil penghayat, beberapa tahun terakhir ini, membangkitkan semangat Jumadi hingga berani unjuk diri.

Tak ayal, ketika pemerintah membuka layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2016, Jumadi pasang badan untuk mengawal kebijakan itu.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar