loading...
Awalnya, pria berusia hampir 45 tahun ini menulis novel Crazy Rich Asians hanya sebagai hobi. Dia tidak pernah menyangka bahwa setelah dirilis, novel ini akan menjadi novel yang populer dan laris secara internasional. Sejauh ini, Crazy Rich Asians yang dirilis pada 2013 telah dialihbahasakan ke dalam 12 bahasa di seluruh dunia.
Yang diinginkannya waktu itu hanyalah menulis tentang stereotip karakter Asia. Dia menuliskan kisah orang-orang super kaya di Asia. Mulai dari tempat-tempat mewah paling eksklusif yang menjadi hunian mereka, seperti penthouse mewah di Shanghai hingga berbagai pulau pribadi yang dimiliki. Kisah hidup kalangan jet set ini diceritakan mengalir begitu saja termasuk berbagai polemik, faksi, hingga friksi di dalamnya.
Oleh kritikus, novel ini pun digambarkan sebagai sebuah kisah epik nan satir, penuh olok-olok, yang membawa cerita dari multigenerasi dan berpusat pada klan orang Singapura. Yang ditulis Kevin dianggap sebagai 'pembuka mata' dunia luar, terutama orang Barat dan Eropa, terhadap kehidupan di Asia.
Kevin mengatakan, dia mendapatkan informasi bahwa banyak orang di Wall Street sedang membaca buku-bukunya. Mereka seperti mengikuti 'kursus kilat' dalam mempelajari lebih banyak tentang dunia orang China, Hong Kong, dan Singapura. Bahkan bukunya juga digunakan sebagai referensi mengajar di Yale Business School.
Sekuel bukunya, yaitu China Rich Girlfriend (2015) juga menjadi buku terlaris. Begitu juga buku ketiganya Rich People Problems yang dirilis tahun lalu memulai debutnya di daftar bestsellerNew York Times.
Saat novel Crazy Rich Asians meledak secara internasional, Kevin mengaku langsung diundang oleh orang yang sangat kaya dan glamor, lengkap dengan pengawalan keamanan yang superketat. "Saya telah melihat begitu banyak hal yang membuat ternganga. Beberapa dari mereka harus saya rahasiakan, tetapi saya dapat katakan bahwa saya pernah dibawa ke klub yang sangat eksklusif di Asia, yang hanya memiliki tujuh anggota," terangnya, dikutip Executive Style.
Kesuksesan novelnya memang langsung berpengaruh pada karier Kevin. Awal April lalu, dia menjadi bagian Class of 2018 Honorees dari Robert Chin Foundation yang menjadi lembaga bergengsi untuk pemberdayaan komunitas yang beragam di dunia. Dikutip Asian Fortune, Kevin termasuk dalam empat orang yang menjadi inductee, semacam duta atau anggota kehormatan, baru di Asian Hall of Fame yang akan digelar pada 5 Mei mendatang di Fairmont Olympic Hotel di pusat kota Seattle, Amerika Serikat.
Sementara itu, The Hollywood Reporter juga memasukkan nama Kevin sebagai salah satu dari "lima penulis yang patut diamati" (Five Writers to Watch) dalam daftar Penulis Paling Kuat di Hollywood pada 2014. Dalam buku trilogi terakhirnya Rich People Problems, Kevin menulis secara maksimal dan total. Dia mengungkapkan keanehan orang superkaya dan membuat pembacanya ikut hanyut, terkadang dengan perasaan simpati, dan kadang-kadang dengan gembira.
Dalam bukunya, Kevin juga selalu menyebutkan merek atau nama desainer kelas atas dalam mendeskripsikan karakter-karakter dalam ceritanya. Mulai dari pakaian, perhiasan, seni, minuman anggur, hingga furniturnya. Dia juga memiliki pengetahuan ensiklopedis tentang karakteristik kalangan jet set dan mampu memunculkan karakter ini dengan mumpuni di bukunya.
Lahir dari Keluarga Kaya
Kevin mengaku, novel Crazy Rich Asians terinspirasi dari masa kecilnya di Singapura. Bab pertama terinspirasi oleh sebuah puisi yang telah ditulisnya bertahun-tahun sebelumnya yang berjudul Singapore Bible Study.
Dikutip TheMercury, dia sebenarnya tumbuh di dunia seperti yang yang diuraikannya di novel. Dia adalah putra dari seorang taipan keuangan Singapura. Sebagian besar masa kecilnya dihabiskan di dalam latar yang dia ceritakan di bukunya. Lahir dan dibesarkan di Singapura, Kevin lantas bermigrasi ke Amerika Serikat pada usia 11 tahun.
Ayah Kevin adalah sosok yang tergila-gila dengan negara Abang Sam (AS) dan memindahkan keluarganya ke pinggiran kota Houston untuk beberapa waktu. Di sini Kevin kecil bersekolah di sekolah umum sebelum pindah ke New York untuk belajar seni. Setelah lulus, dia mencari pekerjaan sebagai konsultan kreatif. Termasuk bekerja dengan Martha Steward Living dan majalah daring Andy Warhol's Interview.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar