DALAM UKHUWAH - Syamsul Fajri bersama salah seorang jamaah Mesjid Alice Spring, Australia
Hafalan Alquran dan suara merdu membuat Syamsul Fajri rajin didaulat memimpin jemaah salat. Tak hanya di Kalimantan Selatan, dia bahkan pernah menjadi imam di Mesir dan Australia.
--------------------------------
Suatu hari di Ramadan tahun 2008, Syamsul Fajri berjalan kaki dari asramanya di kawasan Zahr Nasr Cityu, Kairo ke masjid terdekat. Panitia masjid tersebut menunjuknya untuk sebuah tugas mulia: menjadi imam Tarawih.
Tugas itu bisa dikatakan langka, mengingat Fajri – demikian ia kerap disapa – bukanlah seorang warga Arab setempat. Dia tidak menguasai bahasa Arab sebagai Bahasa ibu. Ribuan kilometer dari sana, anak pasangan Ahmad Rifa'I dan Haslah ini bahkan dilahirkan di Tamunti, Kecamatan Pugaan, Kabupaten Tabalong, 21 September 1987 silam.
Meski bukan orang Arab, Fajri dianugrahi otak yang encer dan suara yang merdu serta pengetahuan agama yang berakar dari masa kecilnya. Pendidikan formalnya tidak jauh-jauh dari madrasah. Sekolah dasar dan menengah di MIN dan MTsN Pugaan, dan kemudian sekolah menengah atas di Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah, Amuntai, Hulu Sungai Utara.
Lulus dari Rakha di tahun 2016, Fajri mengikuti tes hafalan Alquran untuk melanjutkan ke Universitas di Kairo, Mesir. Hebatnya, dari ribuan peserta yang mengikuti tes, Fajri berhasil menjadi yang terbaik. Prestasi yang didapatkannya semasa sekolah di Rakha, membuatnya tak kesulitan. Semasa mondok, dia langganan juara di pelbagai bidang penguasaan Alquran.
Kesempatan belajar di Mesir tak disia-siakan Fajri. Dia belajar dengan tekun. Predikat jayyid (baik) disabetnya pada tahun pertama di Al-Azhar dan kemudian meningkat di tahun-tahun berikutnya.
Tak pelak, Fajri cukup populer sebagai mahasiswa yang cemerlang di Al-Azhar. Hanya setahun, sejak resmi berstatus mahasiswa Al-Azhar, dia didaulat masjid Arrahman, sebuah mesjid yang populer di lingkungan itu untuk menjadi imam Tarawih. Di Mesir, biasanya tarawih memang membawakan surah Alquran selama 30 hari. Selama tiga tahun berikutnya, Fajri kemudian rutin menjadi imam di masjid itu hingga tahun 2011, tahun yang penuh gejolak politik di Mesir yang kemudian melahirkan revolusi di negeri yang terletak di bantaran sungai Nil itu.
Ada sedikit perbedaan yang terlihat pasca revolusi yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak itu. Kepada wartawan Fajri mengatakan pemerintah mulai menertibkan para khatib dan da'I di Mesir. Caranya dengan menentukan isi khutbah yang sama di seluruh mesjid yang berada di bawah naungan pemerintah. "Tujuannya untuk menghindari penyebaran pemahaman-pemahaman yang ekstrim dan berbau radikal di masyarakat Mesir," jelas Fajri.
Meski demikian, bukan karena perubahan atmosfir sosial –keagamaan di Mesir yang membuatnya berhenti menjadi imam Tarawih di Masjid Ar-Rahman, melainkan karena harus fokus mendaftar untuk study S2, juga di Mesir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar