Jumat, 02 Juni 2017

Kisah 11 Pendeta dan Pondok Pesantren Pancasila Salatiga

SALATIGA, KOMPAS.com - Sebuah pondok pesantren (ponpes) yang terletak di Dusun Klumpit, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga mempunyai nama yang unik. Namanya, Pondok Pesantren " Pancasila".

Sang pendiri ponpes, Kiai Muhlasin, sengaja memberi nama tersebut. Karena ia ingin menghormati dan menghargai para pendeta, pemilik tanah sebelumnya dari pesantren ini.

"Dulu ini adalah tanah milik UKSW untuk perumahan Satya Wacana 13, yang punya ada sebelas pendeta," kata Kiai Muhlasin, saat ditemui pada Selasa (30/5/2017) petang.

Kiai Muhlasin bercerita, saat baru lulus mondok dari sebuah pesantren di Ploso, Kediri, ia meminta tanah seluas 4.000 meter tersebut untuk dijadikan pesantren. Saat mengajukan permintaan kepada pendeta, ia pesimistis. 

(Baca juga: Kiai Pondok Pesantren Pancasila: Ide Khilafah Harus Dilarang)

Rasa pesimistis itu muncul karena perbedaan keyakinan antara dirinya dengan pemilik tanah. Selain itu, lokasi tanah yang berada di Jalan Fatmawati Salatiga ini sangat strategis dan bernilai ekonomi tinggi lantaran berada di dekat jalur utama Semarang-Solo. 

Namun keraguannya terbantahkan. Pendeta menyetujui permintaan Kiai Muhlasin. "Alhamdulillah dilepas dengan harga normal," tandasnya.

"Tidak apa-apa pak Kiai. Kita sama-sama penggembala," kata Kiai Muhlasin, menirukan ucapan salah seorang pendeta yang ia temui saat itu.

Sebagai ungkapan rasa syukur serta bentuk penghormatan kepada para pendeta yang rela melepas tanahnya untuk didirikan pesantren, maka pada Rabu, 2 Rabiul Akhir 1413 Hijriyah atau tepat pada 30 September 1992, secara resmi ia mendirikan pesantren Pancasila.

"Sebagai apresiasi kepada mereka dan saya juga ingin agar hubungan yang terjalin tetap baik, maka saya namai pesantren saya dengan nama nasional," ujarnya.

(Baca juga: Menaker : Pesantren Berhasil Cetak Manusia Berkarakter Kuat)

Saat ini, Pesantren Pancasila yang bercorak salafiyah ini telah berkembang dan dikolaborasikan dengan sistem modern. Itu terlihat dengan berdirinya SMK Elektro Pancasila pada 2004 dan dibukanya Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau setara SMP pada 2008 di lokasi yang sama.

Para alumninya tersebar di berbagai daerah di Indonesia, baik di Jawa maupun luar Jawa seperti Pontianak, Jambi, Lampung, Padang. Para alumninya juga banyak yang telah mendirikan pondok pesantren dengan jumlah santri ribuan orang.

"Tercatat ada 26 pesantren yang didirikan para alumni. Di Kabupaten Semarang misalnya, ada pesantren Al Mina dan Nurul Amal di Bandungan, di Jambi ada pesantren Al Inayah Jambi itu punya 2.000 santri sekarang," pungkasnya.

Kompas TV Pesantren Khusus Ini Ajarkan Seni Kaligrafi Al Quran

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search