PERAWAKANNYA tinggi besar dengan kumis lebat. Dia sering menggunakan belangkon. Sekilas, sosoknya mengingatkan kita pada Pak Raden, pencipta tokoh Unyil yang sangat melegenda itu.
Sebagaimana Pak Raden yang berlatar belakang seniman, Muhammad Irfan menempatkan seni sebagai bagian dari kehidupannya. Aktivitas seninya berjalan mengiringi kesibukan sehari-harinya sebagai pendidik di SMAN Ambulu.
Dia akrab dengan musik campursari sedari muda. Persisnya pada 1990 saat sekolah tempatnya mengajar sedang gencar-gencarnya mempromosikan kegiatan musik tradisional. Dia berkenalan secara tidak sengaja dengan genre musik yang kerap dibawakan Didi Kempot tersebut.
Irfan begitu percaya diri bernyanyi di atas panggung. Banyak yang mengira dia adalah seminan tulen. Dia juga kerap muncul di atas panggung dalam acara hajatan sembari nembang campursari. Bersama anggota grup campursarinya, Irfan biasanya diundang mengisi acara warga, acara dinas, dan hajatan sekolah.
Pengalamannya belajar campursari sempat membawanya ke Kota Garut di Provinsi Jawa Barat. Sekitar 1997 dia nekat merantau selama sepuluh hari ke daerah tersebut hanya demi belajar kepada seorang tokoh campursari kawakan. ''Di sana saya belajar kepada Kang Yon,'' ujarnya sembari mengingat masa itu.
Dalam perjalanannya, varian seni yang tumbuh pada jiwanya ternyata berkembang. Belakangan, Irfan tak sekadar menjadi pelantun tembang campursari, tapi juga berusaha menuangkan kreativitasnya dengan membuka studio rekaman kecil-kecilan.
Daya imajinasinya hidup di situ. Pria yang berlatar belakang pendidikan sejarah tersebut kerap mentransformasikan pengalaman berkunjungnya ke sejumlah tempat wisata menjadi lirik lagu yang sarat primordialisme Jember.
Belasan lagu bernuasa Jember pernah dia gubah. Beberapa di antaranya dia beri judul Kali Bedadung dan Watu Ulo. Kendati demikian, semangatnya membuat lagu bukan didorong spirit komersialisme.Jadi,kaset maupun CD-nya langka ditemui di pasaran.
''Saya puas saja kalau mendengar lagu ciptaan saya. Tidak peduli bagus atau jelek, enak didengar atau tidak,'' terangnya.
Melalui studio musiknya, dia mendokumentasikan karya-karya ciptaannya menjadi keping-keping CD. Lantas, rekaman itu digandakan menjadi beberapa biji untuk dibagikan kepada rekan-rekannya secara gratis.
Malang melintang di dunia musik juga sempat mempertemukannya dengan Si Raja Dangdut Rhoma Irama. Suatu ketika dalam pergelaran musik, Irfan sempat manggung satu pentas bersama Rhoma.
Di luar semua itu, Irfan adalah sosok kepala sekolah yang nyentrik. Dia kerap berangkat ke kantor dengan menggunakan belangkon, udeng, atau ublang. Sejak beberapa tahun terakhir, dia ditugaskan menjadi Kepala SMAN Ambulu. Di tangannya pula, sekolah di pinggiran selatan Jember tersebut mampu menghidupkan ekstrakurikuler seni.
Dia menganggap di era pemerintahan baru ini Jember berusaha menghidupkan identitas Pandaluangannya melalui seni. Misalnya, tari kuda lumping, wayang, reog, dan lain sebagainya. Untuk itu, melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, Irfan coba menawarkan ragam kesenian tradisional kepada murid-muridnya. (*/har/c22/diq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar