Selasa, 25 Juli 2017

Gerakan relaksasi beragama dan kisah malaikat yang bertanya dalam bahasa Sunda

Ketegangan dalam hubungan umat beragama yang masing-masing merasa memiliki penafsiran 'paling benar' menjadi perhatian penulis Feby Indirani.

Melalui kumpulan cerita pendek seputar agama, Feby menyajikannya dengan pendekatan yang lebih santai dan empatik.

Dalam kumpulan cerita pendek dalam buku 'Bukan Perawan Maria', yang ditulis berdasarkan pengalaman kehidupan Islam di Indonesia, Feby menyajikannya dengan kritis dan diselipi humor.

Mulai dari malaikat yang ingin cuti karena lelah melihat tingkah manusia, seekor babi yang ingin masuk Islam, atau malaikat yang bertanya dalam Bahasa Sunda, bukan Bahasa Arab, seperti yang dipahami banyak orang di Indonesia.

"Itu pengalaman living Islam di Indonesia, mulai ditulis sebelum eskalasinya separah sekarang, tetapi hal-hal yang sudah lama kita alami," ungkap Feby kepada wartawan di sela-sela pameran seni rupa berlatar cerpen karyanya, Sabtu (22/07).

"Seperti suara speaker masjid yang kadang seolah tak ada aturannya, tetapi orang menegur juga takut, karena kalau menegur takut dianggap tidak menghargai agama. Itu sudah menjadi pengalaman sehari-hari kita yang akrab," jelasnya lebih lanjut.

Sembilan belas cerita pendek dalam buku 'Bukan Perawan Maria' ini diluncurkan bersamaan dengan gerakan Relaksasi Beragama, yang bertujuan mengajak orang untuk lebih rileks dalam menafsirkan agama, tidak seperti sekarang saling menyalahkan antar orang dengan berbeda penafsiran.

"Sekarang dikit-dikit menistakan agama, ya dikit-dikit menuding yang satu nuding kafir yang satu nuding bego, atau saya paling sering dengar atau ini kaum onta, kaum bumi datar, banyak panggilan yang tidak menyenangkan dari kedua kubu," kata Feby, "Saya cuma kepingin pembaca lebih rileks, punya rasa humor lagi, karena saya dibesarkan dengan tradisi cerita-cerita hikmah, joke-joke Gus Dur."

Feby mengatakan menyampaikan gagasan melalu fiksi juga akan ditanggapi lebih santai dibandingkan dalam bentuk tulisan opini.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang hadir pada Sabtu (22/07) lalu, mengaku tertarik dengan gerakan Relaksasi Beragama ini.

"Kenapa relaksasi beragama ini sangat kontekstual penting dan momentumnya tepat, karena kita merasakan kecenderungan kehidupan beragama ini dalam hal-hal tertentu semakin mengeras dalam melihat sisi perbedaannya," kata Menteri Agama.

"Karena memang ada sebagian saudara kita dalam beragama itu begitu fanatiknya, bahkan sangat fanatiknya itu lalu mengecilkan atau bahkan menghilangkan sama sekali toleransi, upaya untuk mau dan mampu menghargai dan menghormati perbedaan pihak lain," kata Lukman.

Dia berharap gerakan yang ditampilkan dalam karya seni ini dapat mendorong masyarakat untuk lebih menghargai perbedaan dan keberagaman yang ada di Indonesia.

"Dalam proses beragama ini mohon jangan kehilangan esensi dan subtansi beragama, bahwa agama pada hakekatnya memanusiakan kita semua," kata Lukman.

Lukman mengatakan cerita-cerita sufi yang penuh hikmah yang disampaikan dengan sangat cair dan guyon tetapi sarat makna ini sebenarnya telah hidup dalam tradisi pesantren di Indonesia.

Gerakan Relaksasi Beragama juga ditampilkan dalam bentuk festival dan pameran seni yang menafsirkan karya-karya fiksi Feby di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki 15-25 Juli 2017. Ada tujuh seniman yang menafsirkan 19 judul dalam buku 'Bukan Perawan Maria'.

"Tujuh seniman tak dibatasi, ini saling respon saja, sebenarnya cerpennya sudah mengandung semangat itu," kata Hikmat Darmawan dari Pabrikultur yang menjadi kurator dalam pameran.

Beragam karya seni ditampilkan dalam bentuk lukisan, video map tentang surga dan neraka, dan juga plang untuk menutup jalan yang digunakan untuk salat Jumat.

Lalu sejauh ini bagaimana respon berbagai kalangan mengenai gerakan ini? "Sejauh ini positif, tapi juga ada yang marah marah tapi itu tak apa-apa, " kata Hikmat.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search