ANDIKA Purnama (32) duduk bersila di ruang tengah rumahnya di Kampung Mancogeh, Kelurahan Nagarasari, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, Selasa, 1 Mei 2018. Sambil disaksikan istri dan anaknya, pria bertubuh gempal ini terampil memoles wajahnya layaknya badut.
Hari itu, Dika tidak akan menggelar pertunjukan. Memanfaatkan libur hari buruh internasional, Dika memilih untuk berkeliling untuk mengajak anak- anak di sekitar rumahnya membaca buku yang dimilikinya.
Dika menceritakan, sejak tiga bulan lalu, ia sudah mulai menjalankan perpustakaan badut keliling yang digagasnya. Di sela waktunya menjalankan profesi sebagai badut profesional, Dika ingin waktu senggangnya dimanfaatkan untuk menyebarkan virus cinta membaca buku baik itu kepada anak-anak maupun ibu-ibu yang ia temui.
"Hari ini saya mau ke lingkungan sekitar dan Pesantren di daerah Cieunteung," ucap Dika memulai kisahnya kemarin.
Setelah mengenakan kostum badutnya, Dika kemudian membawa koper berisi puluhan buku dan bergegas pergi ke sebuah lapang tak jauh dari rumahnya. Di sana, anak-anak kecil langsung menyambutnya dengan riang. Dika kemudian langsung menggelar bukunya di pelataran, dan mempersilakan anak-anak dan ibu-ibu yang mengerumuninya.
"Saya sengaja pakai kostum badut ini supaya anak- anak bisa tertarik untuk mendekati saya, ya sekalian saya hibur mereka dengan atraksi badut, tetapi tujuan utamanya saya ingin mendekatkan anak-anak ini dengan budaya membaca," ucap Dika.
Menurut Dika, sebenarnya gagasan perpustakaan badut keliling sudah muncul sejak satu tahun lalu. Namun demikian, Dika baru bisa menjalankan misinya setelah donasi buku dari kerabat-kerabatnya terkumpul.
Sasaran perpustakaan badut keliling sendiri ditujukan kepada masyarakat sekitar maupun panti asuhan yang mengundangnya. Dika menggratiskan peminjaman buku, karena buku hanya bisa dibaca saat ia melakukan kunjungan.
Menurut Dika, saat ini ia baru mendapatkan donasi buku sekitar 140 buku. Jenisnya bermacam-macam, ada buku cerita anak-anak, hingga buku motivasi kehidupan.
"Idenya belajar sambil bermain, makanya saya pakai kostum badut. Ini cita-cita saya sudah lama, ya alasannya sederhana saja, saya lihat anak-anak sekarang banyak yang kecanduan game, lupa membaca. Melalui pendekatan kostum badut ini saya ingin anak-anak bisa lebih dekat dengan saya," ucapnya.
Anak-anak yang ia datangi memang terlihat antusias dengan buku-buku yang dibawa Dika. Ada yang memang mendekatinya untuk menyaksikan atraksi sulapnya, ada pula yang benar-benar ingin membaca.
Dika mengaku tak mempermasalahkan hal tersebut. Bagi Dika, gagasan perpustakaan badut keliling tersebut adalah cara baginya untuk mendekatkan buku dengan anak-anak.
Dika meyakini, suatu saat anak-anak akan merindukan momen saat ia datang membawa buku-buku terbaru yang sebelumnya belum terbaca anak-anak.
Badut masih dianggap sebelah mata
Hingga kini, Dika baru mampu menggerakkan perpustakaan keliling paling sedikit enam kali setiap bulannya. Dika menyempatkan waktu di sela kegiatannya menjadi pengisi acara di akhir pekan.
"Biasanya kalau panggilan job itu kan Sabtu-Minggu, jadi kalau ada waktu luang biasanya saya keliling, saya utamakan datang ke panti-panti dan ke lingkungan anak-anak di kampung," kata Dika.
Besar harapan Dika, suatu saat komunitas badut di Indonesia bisa mempopulerkan gagasannya. Dika meyakini, profesi badut bisa lebih mendekatkan anak untuk dekat dengan buku.
"Badut kadang-kadang masih dianggap sebelah mata, saya ingin teman-teman badut lainnya bisa lebih mendekatkan diri ke masyarakat, ya lewat kegiatan seperti ini," kata Dika.
Salah seorang pembaca buku perpustakaan badut keliling, Anisa (14) cukup gembira dengan keberadaan perpustakaan tersebut. Selain menghibur, ia bisa membaca buku-buku secara gratis milik Dika.
"Saya biasanya baca majalah begitu, jadi sekali baca. Mudah-mudahan koleksi bukunya semakin banyak dan semakin sering keliling," kata Anisa.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar