TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Bagi sejumlah pihak, lawatan Perdana Menteri China Li Keqiang ke Indonesia, Senin (7/5), mengisyaratkan kedekatan Beijing dan Jakarta. Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Indonesia juga gemar menggaet China untuk mengerjakan sejumlah mega-proyeknya.
Namun sudah lima tahun Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-China diteken, sayangnya dari neraca perdagangan saja tampak China yang menangguk keuntungan dari kemitraan tersebut.
Seperti dilansir CNN, Defisit neraca perdagangan Indonesia dari China sejak 2013 terus meningkat dan mencapai puncak pada 2015 dengan jumlah US$14,36 miliar. Pada 2017, defisit neraca perdagangan Indonesia dari China mencapai US$12,72 miliar.
Realisasi investasi China di Indonesia juga tidak besar. China masih kalah dengan sejumlah negara lainnya seperti Singapura dan Jepang. Padahal China pemilik 30 persen cadangan devisa dunia yakni sekitar US$4 triliun.
Produk-produk China pun dengan mudahnya masuk ke Indonesia. Sebaliknya, produk Indonesia sangat sulit penetrasi pasar ke China. Antara lain buah-buahan seperti salak, mangga, produk perikanan atau sarang burung.
Perdagangan juga kerap digunakan China untuk menekan negara lain. Hal ini terjadi dengan Filipina. Dimana Beijing melarang impor mangga dari Filipina, saat bertikai dengan negeri itu soal pulau karang di Laut China Selatan.
Sejatinya, kerja sama politik dengan Indonesia pun tidak ada yang konkret. Bahkan China mulai menganggap Indonesia sebagai bagian dari masalah di Laut China Selatan. Wilayah tersebut dianggap sebagai daerah pencarian ikan tradisional mereka. China juga 'kebakaran jenggot' saat Indonesia mengubah nama perairan di sekitar Kepulauan Natuna sebagai Laut Natuna Utara.
Di bidang sosial budaya, Indonesia memberi kemudahan fasilitas visa on arrival bagi para wisatawan China. Namun hal serupa tidak dilakukan China.
Isu maraknya tenaga kerja asing (TKA) asal Negeri Tirai Bambu di Indonesia turut menjadi perhatian sebagian pihak yang "khawatir" jika pemerintah terlalu mendekat dan terlena dengan China.
Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai kunjungan Li hari ini adalah lawatan "mahal" bagi relasi kedua negara. Teuku mengatakan Indonesia menganggap China salah satu mitra penting di kawasan, begitu juga sebaliknya China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar