Rabu, 02 Mei 2018

Kisah Seorang Anak Korban Perang yang Ciptakan Akademi La Masia di Barcelona

Akademi La Masia tentu sangat berjasa melahirkan telenta-talenta luar biasa di skuat Barcelona seperti Lionel Messi, Andres Iniesta, Cesc Fabregas dan banyak pemain lainnya.

Dilansir dari Daily Mail, sebuah sejarah untuk pertama kalinya tercipta saat semua lulusan akademi La Masia bergabung menjadi satu tim di Barcelona.

Saat itu tanggal 25 November 2012, Barca berhadapan dengan Levante.

Selang empat belas menit pertandingan, bek tim Catalan Martin Montoya masuk menggantikan pemain asal Brasil, Dani Alves.

Hal itu menjadi malam yang bersejarah bagi Barcelona. Untuk pertama kalinya kesebelas pemain yang berada di lapangan merupakan produk dari akademi La Masia.

Skuat Barca saat itu diperkuat oleh Victor Valdes, Montoya, Gerard Pique, Carles Puyol dan Jordi Alba dibagian pertahanan. Sergio Busquets, Andres Iniesta, dan Xavi menghiasi bagian lini tengah. Dan di lini depan ada Pedro Rodriguez, Lionel Messi dan Cesc Fabregas.

Saat itu pelatih Barcelona adalah Tito Vilanova, yang juga merupakan produk dari akademi La Masia.

Barcelona pun menang dengan skor 4-0 pada pertandingan tersebut, dan berhasil mengangkat gelar La Liga Spanyol mereka.

Kesuksesan dari akademi muda Barcelona ini juga terlihat, saat trio lulusan La Masia yakni Messi, Xavi dan Iniesta menjadi kandidat peraih penghargaan Ballon d'Or FIFA pada upacara penghargaan di Zurich pada tahun 2011.

Pada tahun itu juga pelatih mereka, Pep Guardiola menjadi pelatih terbaik versi FIFA atau Ballon d'Or Best Coach.

Diketahui, Guardiola juga merupakan lulusan dari Akademi La Masia di Barcelona.

Guardiola mengatakan bahwa Johan Cruyff adalah inspirasinya saat berada di La Masia.

"Saya tidak tahu apa-apa tentang sepakbola sebelum mengenal Cruyff. Johan tiba dan dia berkata: "Guys, sekarang kita bermain seperti ini." Ketika saya di sana, Anda melihat anak-anak berusia tujuh tahun melakukan sesi pelatihan yang sama dengan tim utama." kata Guardiola.

"Dia menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, kamu harus memiliki banyak karisma dan kepribadian."

La Masia dibangun pada tahun 1702 sebagai tempat untuk konstruksi dan arsitektur. Pada tahun 1957, La Masia menjadi markas klub, dan kemudian, ketika Barca berkembang, dilakukan perombakan, dan resmi berevolusi menjadi pusat akademi pada 20 Oktober 1979, ketika mantan Presiden Josep Lluis Nunez menerima saran Cruyff dan Oriol Tort dengan mengabdikan hidupnya untuk melatih pemain-pemain muda Catalan.

Namun Cruyff bukan orang yang pertama yang mengusulkan dibuatnya akademi La Masia.

Konsep awal mula terciptanya Akademi La Masia di Barcelona pertama kali sudah ada sejak 20 tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1957.

Gagasan awal dibangunnya akademi La Masia berawal daro niat mulia seorang anak pengungsi korban perang saudara Spanyol, bernama Emilio Aldecoa.

Saat berusia 14 tahun Aldecoa mengikuti jejak sang ayang untuk menaiki kapal ke Southampton pada tahun 1937 dan menetap di Midlands.

Ia merupakan korban perang saudara Spanyol antara kaum Nasionalis sayap kanan dan sayap kiri Republik. Menurut The Times, total 7.000 orang tewas dalam pertempuran pada saat penyerahan diri. Setelah itu, sekitar 6.000 orang dieksekusi, 45.000 orang dipenjara, sementara 150.000 pergi ke pengasingan selama beberapa dekade ke depan.

Ada sekitar 33.000 anak dievakuasi dari wilayah tersebut. Sebagian besar pergi ke Prancis. Yang lainnya pergi ke Uni Soviet, Belgia, Denmark dan Swiss. Inggris mengambil hanya di bawah 4.000.

Putra dari Emilio Aldecoa, John Aldecoa, mengatakan: "Ayah seperti seorang veteran perang. Hal-hal yang terjadi tidak bisa dipikirkan. Saya ingat saat-saat ketika dia pergi mengunjungi keluarga di Spanyol. Dia selalu ketakutan atau sangat waspada terhadap pasukan perang.

Akhirnya Aldecoa menetap di Inggris, tepatnya di Stafford.

Di Stafford, Aldecoa mulai bermain sepak bola untuk pengumpulan dana bagi anak-anak korban perang.

Tak berapa lama kemudian, salah satu pelatih Wolves melihat permainan bola dari Aldecoa. Pelatih tersebut langsung menghubunginya dan memintanya untuk bergabung bersama Wolves.

Aldecoa resmi menjadi pemain Wolves pada tahun 1943 dan, di usia 20 tahun.Ia membuat debut profesionalnya melawan Crewe Alexandra. Dengan demikian, ia menjadi orang Spanyol pertama yang memainkan pertandingan sepak bola profesional di sepak bola Inggris.

"Ini merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi saya," kata anak dari Aldecoa, John. "Di Wolves, dia bermain sebagai nomor 11."

Karir Aldecoa sangat sukses di Wolves. Hingga pada musim 1943-44, Aldecoa muncul sebagai senjata paling mematikan klub, mencetak delapan gol dan meraih predikat sebagai pencetak gol terbanyak. Pada 1945, ia indah ke rival Midlands, Coventry.

"Dia benar-benar melakukannya karena cinta akan permainan," kata John. "Baginya dalam permainan sepak bola tidak apa tidak dibayar dengan uang."

Namun, setelah tiga memperkuat Coventry, Aldecoa kembali ke Spanyol, dan bergabung dengan Athletic Bilbao. Setelah tampil mengesankan selama dua musim, ia menarik perhatian Barcelona."

Ia pun bergabung dengan skuat Catalan. Barcelona saat itu diperkuat Laszlo Kubala, pemain asal Hongaria yang legendaris. Barca menjadi kekuatan dominan dalam sepak bola Spanyol. Mereka memenangkan tiga Copas del Generalisimo berturut-turut, pada tahun 1951, 1952 dan 1953, serta dua gelar La Liga, di 1952 dan 1953.

Kubala bisa bilang merupakan Messinya Barcelona pada zamannya. Dalam 11 tahun sebagai pemain Barca, ia mencetak 280 gol dalam 345 pertandingan.

Aldecoa dan Kubala menjadi semakin teman dekat. Dan sampai hari kematiannya, Aldecoa memberikan jam tangan emasnya kepada Kubala.

Pada tahun 1957, Aldecoa mengirim proposal ke para petinggi Barcelona. Proposal tersebut ternyata adalah sebuah Akademi yang kita kenal dengan La Masia.

Hal ini dilakukan Aldecoa, yang khawatir akan masa depan pemain-pemain muda yang berada di Barcelona.

Ia mengatakan jika perlunya sebuah program yang terorganisir untuk memandu pemain-pemain muda tersebut dalam bermain sepakbola.

Aldecoa ingin anak-anak tersebut dilatih dengan cara yang sama di semua kelompok usia, dan mengembangkan mental dan fisik mereka, serta menjadikan La Masia sebagai rumah bagi anak-anak di Barcelona.

Tanpa adanya Aldecoa, tidak akan ada legenda seperti La Masia seperti Cruyff atau Guardiola.

Dan kita tidak akan menemukan talenta berbakat seperti Fabregas, Puyol, Xavi, Mikel Arteta, Pique, Messi, Sergio, Iniesta, Bojan Krkic serta pemain top lain yang lahir lewat akademi La Masia di Barcelona.

Anaknya Aldecoa, John mengatakan bahwa dirinya menginginkan publik sepakbola tahu akan jasa ayahnya. Karena La Masia dibentuk dari keringat sang Ayah, Emilio Aldecoa.

"Aku ingin percaya mereka mendengarkan," senyum putranya, John. "Karena ini adalah warisan."

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search