Jumat, 29 Juni 2018

Laporan Tempo dari Rusia: Kisah Relawan Indonesia di Piala Dunia

TEMPO.CO, Jakarta - Empat suporter asal Meksiko meriung di depan meja informasi Piala Dunia 2018 di depan pintu keluar stasiun metro Ploschad 1905 Goda. Mereka mencari arah menuju Passage, gedung bioskop yang menjadi pusat akreditasi penonton Piala Dunia di Yekaterinburg.

Membuka peta di depan mereka, Annisatul Laili Rachmawati menerangkannya dalam bahasa Inggris. Dia juga menjelaskan tempat-tempat wisata di pusat kota, berdekatan dengan stasiun itu, yang bisa dikunjungi. "Stasiun ini yang paling ramai dilewati para suporter," kata perempuan yang akrab disapa Annisa itu kepada Tempo, Senin lalu.

Annisa adalah mahasiswi Indonesia yang baru menyelesaikan kuliah jurusan Studi Kawasan di Universitas Federal Ural, kampus terbesar di kota itu. Dia menjadi bagian dari legiun sukarelawan asing untuk Piala Dunia di Yekaterinburg. "Dulu lihat gerai dan iklan soal relawan Piala Dunia di kampus, lalu langsung mendaftar lewat website," kata Annisa.

Baca: Laporan Tempo dari Rusia: Ironi Bangku Kosong Arena Piala Dunia

Setidaknya ada 15 ribu relawan yang bertugas di 11 kota penyelenggara Piala Dunia. Selain warga Rusia, banyak warga negara asing, termasuk orang Indonesia, yang mendaftar masuk korps relawan Piala Dunia.

Berjarak sekitar 1.600 kilometer, Yekaterinburg menjadi kota penyelenggara Piala Dunia yang terjauh dari Moskow. Di ibu kota kawasan Ural ini ada empat pertandingan babak penyisihan grup yang digelar. Ada sekitar 2.000 relawan di kota ini, tiga di antaranya adalah mahasiswa Indonesia.

Sama seperti Annisa, Tengku Oki Al Akbar dan Putri Gesan Prabawa Anwar juga menempuh studi di Universitas Federal Ural. Lolos tes wawancara relawan, ketiganya mendapat tugas di tempat berbeda. "Saya bertugas di Bandara Koltsovo," kata Oki, yang mengambil kuliah jurusan manajemen internasional.

Mahasiswa yang hampir tiga tahun tinggal di Yekaterinburg itu bertugas meladeni suporter asing yang tiba atau akan pergi dari bandara. Dia juga kerap diminta menjadi penerjemah karena banyak relawan Rusia yang tidak lancar berbahasa Inggris. "Sering juga diminta membuat pengumuman pakai bahasa Inggris di bandara," kata Oki.

Baca: Laporan Tempo dari Rusia: Menyesap Piala Dunia 2018 yang Hangat

Putri juga mendapat tugas meladeni suporter di terminal A Bandara Koltsovo di bagian check-in counter. Putri membantu petugas bandara mengatur para fan yang akan melanjutkan ke tempat pertandingan. Kesibukannya bertambah ketika hari pertandingan semakin dekat. Setelah pertandingan selesai, dia sudah harus kembali bersiaga di bandara. "Itu kerjanya berdiri, bisa berjam-jam," katanya.

Menjadi relawan membawa banyak pengalaman bagi ketiga mahasiswa ini. Mereka bertemu dengan banyak orang dengan berbagai karakter dan budaya yang berkumpul di satu tempat. "Lumayan capek kerjanya, tapi asyik juga jadi relawan Piala Dunia," kata Putri, yang tinggal di Yekaterinburg sejak Oktober tahun lalu.

Para relawan ini mendapat waktu tugas bergiliran. Mereka juga memiliki rekan kerja relawan Rusia di pos tugasnya. Selain mendapat seragam khusus, para relawan dibekali kartu identitas yang membuat mereka bisa menaiki transportasi umum dengan gratis. "Kartunya jadi andalan," kata Annisa, seraya tertawa.

Meski berstatus relawan, tak jarang mereka harus mengerjakan hal yang sebetulnya tidak ada dalam daftar tugas mereka. "Beberapa kali ada suporter, baru tiba di bandara tengah malam, lalu minta dipesankan hotel," kata Oki. "Tetap dilayani, kami bantu telepon hotel-hotel, tapi pemesanan harus mereka sendiri yang lakukan."

Untuk menyimak laporan Tempo dari ajang Piala Dunia ikuti di sini.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA (YEKATERINBURG)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search