Warga Jalan Trem, Kelurahan Kramat, Kecamatan Rangkui, Pangkalpinang, Bangka Belitung ini membutuhkan perjuangan yang tidak sebentar untuk mewujudkan keinginannya itu. Sebagai buruh serabutan, mengumpulkan uang puluhan juta untuk membangun rumah, bukanlah hal yang mudah.
Selama ini, Erwin dan orang tua serta 3 saudaranya menempati rumah kayu. Rumah itu dibangun oleh ayahnya sekitar 30 tahun yang lalu dan tidak pernah direnovasi. Tak heran jika hujan turun, banyak air menetes di sana-sini. Sebab dinding kayu banyak yang berlubang dan tidak rapat karena pakunya copot. Atap rumah berbahan seng juga mengalami kebocoran di beberapa titik.
Erwin berofot di dalam rumahnya (Foto: Nur Khafifah/detikcom) |
"Pasti bocor kalau hujan. Kalau angin kencang, atapnya seperti mau terbang," ujar Erwin saat ditemui detikcom di kediamannya, Senin (30/5/2016).
Dia telah berusaha menambal beberapa kayu yang berlubang dengan papan kayu kecil. Namun tambalan tersebut tak dapat menutupi kebocoran dengan sempurna. Erwin telah akrab dengan semilir angin yang menembus rumah setiap malam dan tetesan hujan yang menerobos di sela-sela kebocoran atap seng atau lubang kayu.
Hingga akhirnya pada suatu hari di bulan Maret lalu, ia mendapat kunjungan dari pihak Pemkot Pangkalpinang. Mereka menanyakan kesediaan Erwin dan ibunya, Fathoni, agar rumahnya direhabilitasi total.
Erwin yang kini hanya tinggal berdua dengan ibunya, kaget bukan kepalang. Keduanya langsung menyepakati tawaran tersebut. Apalagi Pemkot bersedia membayar seluruh biaya renovasi hingga pembangunan selesai.
Foto: Nur Khafifah/detikcom |
"Kami kaget sekaligus senang. Setelah gerhana matahari total itulah, rumah kami dibongkar habis, dihancurkan semua dan direnovasi," ujarnya.
Foto: Nur Khafifah/detikcom |
Erwin yang biasa bekerja sebagai buruh bangunan harian, terjun langsung ikut membangun rumah barunya. Beberapa tetangga sekitar juga bergotong royong turut membantu. Di lingkungan sekitarnya, memang hanya keluarga Erwin lah yang masih menempati rumah kayu. Semua tetangga kanan-kirinya sudah menghuni rumah tembok.
Sekitar sebulan kemudian, akhirnya rumah tembok yang impikan sejak kecil itu terwujud. Rasa bahagia yang dirasakan Erwin tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
"Senang sekali. Pokoknya senang sekali," katanya dengan senyum semringah.
Rumah kayu berukuran 5x6 meter persegi yang ditempatinya selama puluhan tahun kini telah berubah menjadi rumah tembok berwarna krem. Ukurannya lebih luas, yakni 6x7 meter persegi. Rumah berkeramik krem itu berisi 2 kamar, ruang tamu, ruang tengah dan dapur. Meski belum banyak perabotan di dalamnya, Erwin mengaku sudah sangat bahagia.
Foto: Nur Khafifah/detikcom |
Ibunya, Fathoni, tidak dapat ditemui di kediamannya karena sedang bekerja. Perempuan berusia paruh baya itu setiap harinya memenuhi permintaan mengupas kulit bawang di salah satu rumah makan di Pangkalpinang.
"Biasanya pulang jam 16.00 WIB," ujar Erwin.
Pemkot Pangkalpinang gencar membenahi permukiman. Berdasarkan data, setidaknya ada lebih dari 800 rumah tidak layak huni. Tahun ini, 600 rumah di antaranya rampung direhabilitasi.
(kff/try)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar