SETELAH keseluruhan uangnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin, si mukmin praktis tidak memiliki apa-apa lagi. Ia pakai gamis dari kain katun dan jubah luar dari kain wol, kemudian ia ambil tali dan ia letakkan di lehernya. Dengan kekuatannya ia kerjakan sesuatu dan gali sesuatu.
Suatu ketika, ia didatangi seorang laki-laki yang kemudian berkata kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah kau bekerja padaku dengan gaji bulanan, bulan demi bulan, dengan pekerjaan memberi makan hewan-hewan tungganganku dan menyapu kandangnya?"
Tanpa pikir panjang ia jawab, "Siap."
Ia pun mempekerjakan diri dengan gaji bulanan, mengurus hewan-hewan tunggangan. Setiap hari si pemilik memeriksa hewan-hewan tunggangannya. Jika ia lihat ada seekor hewan yang kurus, ia langsung berkata kepadanya dengan nada menuduh, "Semalam kau curi gandum pakan hewan ya?"
Melihat perlakuan kasar tersebut, si mukmin merasa tidak tahan dan berkata dalam hati, "Aku datang saja kepada rekanan kerjaku yang kafir dan bekerja di tanahnya. Semoga ia mau memberiku makan hari demi hari dan mengganti dua helai pakaianku ini jika keduanya rusak."
Ia pun bertolak menuju ke tempat rekanan kafir tersebut. Jelang malam ia akhirnya sampai ke depan pintu rumahnya yang bak istana pencakar langit. Di sekelilingnya berdiri para penjaga pintu, ia pun berkata kepada mereka, "Beritahukan kedatanganku kepada pemilik istana ini. Ia pasti akan senang jika kalian melakukannya."
Mereka menjawab, "Langsunglah jika memang Anda berkata benar. Silakan tidur di pojok, dan jika sudah pagi, menghadaplah kepadanya!"
Si mukmin melenggang masuk, lalu ia gelar sebagian kainnya di bawahnya dan sebagiannya lagi di atasnya, kemudian tidur. Pagi harinya, rekanannya datang, dan ia pun segera bersiap menemuinya.
Si rekanan yang kafir keluar rumah dengan menaiki kendaraan, dan begitu melihatnya, ia langsung mengenalinya. Ia pun berdiri di depannya dan menyapanya, sambil menjabat tangannya.
"Bukankah kau sudah mengambil uang seperti yang aku ambil?" tanya rekanan kafir itu kepada si mukmin.
"Ya," jawab si mukmin.
"Kondisiku begini dan kondisimu begitu?"
"Ya."
"Ceritakan kepadaku apa yang kau perbuat dengan uangmu!"
"Jangan tanyakan itu kepadaku!"
"Lalu apa keperluanmu datang kemari?"
"Aku datang ingin melamar kerja di tanahmu ini. Cukup kau beri aku makan hari demi hari dan kau belikan aku dua kain ini jika sudah rusak."
"Tidak, bahkan aku akan berbuat sesuatu yang lebih baik daripada ini denganmu. Tapi kau tidak akan melihat kebaikan dariku sampai kau beritahukan kepadaku apa yang telah kau buat dengan uangmu!"
"Aku meminjamkannya."
"Kepada siapa?"
"Kepada yang sangat terhormat dan bisa dipercaya," jawab si mukmin.
"Siapa?"
"Allah, Tuhanku."
"Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?" tanya si kafir sambil mencabut tangannya dari tangan si mukmin yang menjabatnya, kemudian pergi meninggalkannya.
Melihat si kafir tidak menggubrisnya lagi, si mukmin pun pulang dan meninggalkannya. Selama beberapa lama si mukmin hidup dalam kondisi yang penuh derita, sementara si kafir hidup dalam makmur sentosa.
Ketika hari kiamat tiba dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memasukkan si mukmin ke dalam surga, ia pun berjalan-jalan melihat suasana. Sekonyong-konyong ia dapati sebidang tanah, kebun kurma, kebun buah, dan kanal-kanal irigasi. Ia pun bertanya, "Kepunyaan siapa ini?"
Dijawab, "Ini milik Anda."
Ia menukas, " Mahasuci Engkau, ya Allah, benarkah berkat amalku aku diberi balasan pahala seperti ini?"
Ia berjalan lagi, dan sekonyong-konyong ia dapati budak yang tak terhitung jumlahnya, maka ia pun bertanya, "Milik siapakah budak-budak ini?"
Dijawab, "Ini milik Anda."
Ia menukas, " Mahasuci Engkau, ya Allah, benarkah berkat amalku aku diberi balasan pahala seperti ini?"
Kemudian ia berjalan lagi, dan sekonyong-konyong ia dapati sebuah kubah berongga berwarna merah delima dan di dalamnya ada beberapa orang bidadari. Ia pun bertanya, "Milik siapakah ini?"
Dijawab, "Ini milik Anda."
Ia menukas, " Mahasuci Engkau, ya Allah, benarkah berkat amalku aku diberi balasan pahala seperti ini?"
Si mukmin lantas teringat pada rekanannya yang kafir, seraya berkata –mengutip firman Allah:
"Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman, yang berkata: 'Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?" (Ash-Shaffat: 51-53).
Allah berkenan memperlihatkan rekanannya di tengah-tengah neraka Jahim di antara para penghuni neraka. Ketika melihatnya, si mukmin langsung bisa mengenalinya dan berkata –mengutip firman Allah:
"Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka). Maka apakah kita tidak akan mati? Melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)? Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar, untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja." (Ash-Shaffat: 56-61).
Si mukmin pun teringat akan penderitaan hidup yang ia lalui. Ia tidak ingat penderitaan yang pernah ia lalui di dunia yang lebih dahsyat daripada kematian.*/Muhammad Khalid Tsabit, dari bukunya Quantum Ridha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar