Senin, 27 Juni 2016

Pedagang Kursi Keliling Asal Boyolali Berpenghasilan Rp500.000/Hari, Ini Yang Sudah Diraihnya

Slamet, warga Desa Mangung, Ngemplak, menjajakan kursi kayunya di jalan raya Sambi-Simo, Minggu (26/6/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)Slamet, warga Desa Mangung, Ngemplak, menjajakan kursi kayunya di jalan raya Sambi-Simo, Minggu (26/6/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Kisah insipiratif ini dari seorang pedagang kursi keliling asal Manggung, Ngemplak, Boyolali.

Solopos.com, SOLO–Penampilan pria ini sangat bersahaja. Ke mana-mana, ia hanya bersandal jepit, berjaket lusuh dan bercelana kain. Motor bebeknya pun sudah uzur keluaran 1990-an. Namun, banyak orang tak menyangka bahwa penghasilan bersih ayah tiga anak ini dalam sebulan Rp13 juta-Rp15 juta hanya dari berjualan keliling.

"Rata-rata keuntungan saya Rp400.000-Rp500.000/ hari. Tapi, kalau lagi sepi, paling Rp250.000. Itu sudah bersih, sudah dikurangi uang bensin dan uang jajan," ujar pria itu saat berbincang dengan Solopos.com, di tepi jalan raya Sambi-Simo, Minggu (26/6/2016).

Slamet, demikian nama pria kelahiran 39 tahun silam itu. Setiap harinya, pria asal Desa Manggung, Ngemplak, Boyolali ini, menjajakan bangku dan meja kayu dari satu desa ke desa lain. Bangku-bangku kayu itu ia angkut di jok sepeda motor bebeknya dan diikat tali. Lalu ia meluncur di atas jalan raya, menyusuri kampung-kampung, dan kota-kota, dengan kecepatan pelan. "Paling jauh Jogja dan Magelang. Berangkat pagi pukul 07.00 WIB, malam sekitar pukul 22.00 WIB biasanya sudah sampai rumah," kisah Slamet yang menekuni usaha jualan keliling sejak remaja itu.

Pagi itu, motor tua Slamet mengangkut tujuh buah bangku dan meja kecil. Ia biasa menjual satu buah bangku yang terbuat dari kayu jati alas itu seharga Rp200.000-Rp250.000. Dengan harga itu, keuntungan yang ia peroleh Rp100.000-150.000/ buah. Artinya, keuntungan bersih dalam sehari setidaknya tak kurang dari Rp700.000. "Kalau kepepet, dibeli Rp150.000 pun saya berikan ketimbang dibawa pulang lagi," akunya.

Dengan penghasilan yang jauh di atas rata-rata itu, Slamet sama sekali tak berubah gaya hidupnya. Ia tak kepincut membeli mobil atau barang-barang mewah lainnya. Slamet tetap menjadi Slamet yang dikenal sebagai penjaja meja dan bangku kayu keliling bersepeda motor.

"Saya sudah sering didatangi pegawai bank. Ada yang nawari pinjaman Rp1,5 miliar dengan bunga kecil, ada pula yang nawari untuk kredit lainnya. Tapi saya enggak mau," kisahnya.

Lantas untuk apakah penghasilan Slamet selama ini? Ditabung! Ya, Slamet memiliki kebiasaan menabung untuk investasi di hari tuanya kelak.

"Uang saya tabungkan untuk beli tanah dan sapi. Sekarang, alhamdulillah sapi saya sudah 27 ekor. Istri dan anak saya yang merawat," akunya.

Jika musim Lebaran Idul Adha tiba, keluarga Slamet panen raya. Bukan saja dari hasil penjualan kursi dan bangku kayu, namun juga dari hasil ternak sapi-sapinya yang melimpah itu.

Selain sapi, Slamet juga memiliki sejumlah tabungan berupa tanah di kawasan Bandara Adi Soemarmo. Baru-baru ini, sebidang tanahnya di depan Asrama Haji Donohudan, sempat ditawar Rp1,5 miliar, tapi tak dilepaskan. "Kalau Rp3,5 miliar, baru saya lepas," ujarnya dengan derail tawa.

Berita Terkait

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search