Jumat, 1 Juli 2016 | 16:54
Analisadaily (Medan) - Jika ada contoh baik peran orangtua dalam pendidikan, pastilah mereka orangtua dari ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Mereka terkenal aktif, rela berkorban dan optimis Studio Radio Republik Indonesia (RRI) di Medan pagi itu ramai. Anak-anak berseragam sekolah duduk melingkar di meja besar.
Pelantang suara dan head seat siap digunakan. Hari itu RRI Pro 1 FM Medan mengudara dengan topik ABK Berprestasi. Anak-anak itu khusus diundang untuk bicara soal kehebatan ABK.
Putri Aura Hermawan (13) datang dari Binjai bersama Ibunya, Elis Hasfriyani. Aura (nama sapaan) adalah ABK tuna netra. Ia tidak bisa melihat dengan baik. Aura banyak menjuarai lomba cipta dan baca puisi. Berkat keterampilannya mencipta puisi, ia wara-wiri di berbagai kota di Nusantara. Dari tangan dinginnya, telah lahir puluhan sajak bernas.
Kemampuan Aura mencipta puisi muncul secara otodidak. Di satu sesi siaran langsung pagi itu, Aura diminta membacakan puisinya. Tanpa ragu Ia memainkan alat musiknya. Sebuah keyboard. Jemarinya lincah meraba-raba tuts piano. Ia memainkan musikalisasi puisi.
Mereka yang hadir di studio itu terpana. "Ibu jangan mengiba padaku/walau aku anak tuna netra/jangan batasi aku/jangan kasihani aku/biarkan aku melangkah//" Kuat betul liriknya. Mendengar kata-kata itu, ada yang larut bahkan menitikkan air mata. Di ujung bait, tempik sorak membahana.
Dibalik kisah sukses itu, terselip sebuah kisah haru. Orangtua Aura sempat tidak menginginkan kelahirannya. Mereka tak kuat menerima kenyataan, Aura tidak bisa melihat. Sampai-sampai Elis ingin kabur meninggalkan Aura. "Rasanya Tuhan itu tidak adil. Kenapa anak saya tidak diberi penglihatan yang baik," kenang Elis kala itu.
Namun Elis tersadar. Ia tawakal. Tuhan punya rencana lain pada Aura. Sejak itu, Elis memilih berdamai dengan dirinya. Ia berusaha sekuat hati menerima keadaan anaknya. Semakin hari, kasih sayang Elis kepada Aura makin bertambah. "Saya nggak nyangka, Aura sekarang pintar nyanyi dan bikin puisi," puji Elis.
Kendati sudah menjuarai banyak kompetisi, Aura mengaku semua pencapaiannya itu tak lepas dari dukungan besar orangtuanya. Ibunya begitu setia dan sabar menghadapinya. "Kalau gak ada dukungan mama, ya gak bisa. Mama itu motivasi saya.
Bagi Aura, menjuarai banyak kompetisi bukanlah tujuan hidupnya. Ia hanya ingin punya kesempatan untuk mencoba segala sesuatu dan berproses. Terpenting lagi, ada ibunya yang selalu memberi dukungan.
ABK Tuna Netra Jawara Tarik Suara
Kisah serupa datang dari Rendy Ryan Fangestu. Rendy, ABK tuna netra asal Medan. Bocah berusia 12 tahun ini, jawara tarik suara. Ia mengoleksi sederet penghargaan dari kontes nyanyi, lokal dan nasional. Ia telah mewarnai blantika tarik suara untuk kategori ABK. Namun dibalik segudang prestasinya itu, ibunyalah yang jadi bintang.
Rendy Ryan Fangestu (dgh)
"Ibu selalu ada untukku," ungkap putra pasangan Sucipto (55) dan Meilan (50) itu.
Peran besar ibu juga nyata dirasakan Nia Erika Panggabean, 16 tahun. Anak tuna rungu asal Medan ini sukses menjuarai lomba kategori keterampilan tangan tingkat nasional. Kiprahnya dalam menciptakan hantaran—sebuah aksesoris pernikahan—patut diacungi jempol. Ia memanfaatkan kaos kaki dan kain bekas sebagai bahan pembuat hantaran.
"Tanpa mama, saya tidak tahu artinya hidup. Mama yang selalu menyemangati saya. Mama yang mendukung saya tiap hari," bebernya.
Di bidang dunia model, ada Mitty Shella Ardhani, tuna rungu, asal Medan. Ia menjuarai banyak lomba model dan menari. Ia bercerita, betapa ibunya sangat menyayanginya. Ibunya sangat mendukung apapun kegiatan yang disukai Mitty. Tak heran jika kepercayaan diri Mitty begitu luar Kisah sukses Aura, Rendy, Erika dan Mitty menjadi bukti besarnya peran orangtua bagi keberhasilan anak.
(dgh/rzp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar