INDRAMAYU – Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menjadi pengirim tenaga kerja indonesia (TKI) terbesar di Tanah Air. Saban tahun sejak milenium kedua, Juntinyuat menyumbang sekira 1.600 pahlawan devisa.
Maka kecamatan itu pun dijuluki kampung TKI. Banyak orang dari sana mengadu nasib ke luar negeri sebagai TKI dan paling banyak dipicu faktor ekonomi.
BERITA REKOMENDASI
Mereka berbondong-bondong merantau, mengais rezeki untuk membeli lahan persawahan, membangun rumah atau sekadar memenuhi biaya hidup. Menjadi TKI sudah menjadi kebiasaan turun-temuran masyarakat di sana satu dekade terakhir.
Juntinyuat adalah kecamatan agraris, sebagian besar lahannya adalah pertanian. Sehari-hari masyarakat disibukan dengan bercocok tanam atau menggarap lahan untuk menanam sayuran maupun buah musiman. Namun sekarang bekerja sebagai TKI jadi trend.
Seorang warga setempat, Tarmidi menuturkan, kalau sekarang yang menjadi TKI bukan hanya warga miskin saja, tapi banyak juga warga mampu yang ikutan bekerja di luar negeri setelah melihat keberhasilan warga lain yang jadi TKI.
"Ya kalau bukan istrinya yang keluar negeri pasti anaknya, setelah itu pulang dan langsung menikah," ujar Tarmidi beberapa waktu lalu.
Kehidupan masyarakat di Juntinyuat kini mulau berubah setelah banyak yang merantau sebagai TKI. Kesejahteraan keluarganya mulai meningkat, terlebih di antara mereka sudah memiliki lahan yang dibeli dari hasil keringat di luar negeri.
Terjadilah manfaat timbal balik di mana masyarakat kurang mampu bisa menjadi buruh tani di lahan para TKI. "Alhamdulilah, meskipun penghasilannya tak seberapa namun warga di sini tidak ada yang menganggur," ucapnya.
Meski banyak pahlawan devisa, namun infrastruktur di Juntinyuat masih tertinggal. Jalan desa akses sentra ekonomi warga seperti ke kebun rusak dan penuh lubang. Saat musim hujan jalanan berkubang, sulit dilalui.
Kasi Penempatan Ketenagakerjaan Dinas Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi Indramayu, Sumarno
menyebutkan, jumlah TKI di kabupaten itu pada periode Januari-Agustus 2016 mencapai 10.018 orang dan mayoritas berasal dari Juntinyuat.
"Setiap tahun Juntinyuat menjadi penyumbang terbesar, ini disebabkan pengaruh masyarakat terdahulunya, pertama kali masyarakat Indramayu yang menjadi TKI adalah dari Kecamatan Juntinyuat," ungkapnya.
Menjadi TKI bukan tidak beresiko, terlebih dengan masih buruknya manajemen pengiriman dan perlindungan buruh Indonesia di luar negeri. Tak ayal TKI, meski menyumbang devisa ke negera, tapi mereka kerap mengalami kekerasan di sana. Tak sedikit yang tersangkut kasus hukum.
Katakanlah Tarsinah, TKI asal Indramayu yang mengalami kekerasan saat bekerja di Irak. Selain dia, ada juga Rumini, warga Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, yang kini cacat permanen akibat perlakuan majikannya di luar negeri.
Kisahnya dimulai tahun 2000, Rumini, nekat mengadu nasib sebagai TKI. Ia hanya bertahan setahun. "Majikan saya galak, saya kan masih tidak mengerti bahasa di sana, jadi kalau disuruh mengambil sesuatu tidak bisa dan di situ saya dipukul dan disiksa," cerita Rumini.
Kekerasan demi kekerasan dialaminya membuat kedua telinganya hampir lepas. Kedua matanya kini juga rabun akibat sarafnya terputus. Dengan segala keterbatasannya Rumini kini terus berupaya menjaga ketiga anaknya.
"Saya tidak bisa bekerja apa-apa, hanya mengandalkan dari suami yang bekerjanya serabutan," ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar