Senin, 22 Agustus 2016

Kisah Para Peraih Medali Paling Langka di Olimpiade

Michael Phelps yang meraih medali terbanyak Olimpiade tidak bisa menyabet medali ini.

Menjadi yang tercepat, terkuat, dan terbaik adalah target setiap atlet saat berlaga di kompetisi seperti Olimpiade. Tapi satu penghargaan tinggi ini hanya diberikan kepada atlet-atlet dengan kemampuan khusus yang belum tentu dimiliki oleh legenda seperti Michael Phelps, Senin (22/08/16).

Seluruh atlet mendambakan medali emas, perak, dan perunggu pada perhelatan Olimpiade. Ternyata seorang atlet juga bisa meraih satu lagi medali Olimpiade.

Medali ini sangat spesial dan memiliki makna lebih dalam dan bahkan hanya diberikan kepada seorang atlet yang memiliki pencapaian istimewa. Legenda Olimpiade seperti Michael Phelps pun tidak mampu mendapatkan medali ini.

Medali Pierre de Coubertin diberikan kepada atlet-atlet berjiwa besar yang mempraktikkan semangat Olimpiade. Dinamai dari tokoh pendiri Olimpiade modern, medali ini diperuntukkan bagi atlet-atlet pada kejadian luar biasa.

Beberapa kisah ini adalah sejarah di mana medali Pierre de Coubertin diserahkan sebagai tanda kehormatan, seperti dilansir dari The Lad Bible.

Pertama, ada Vanderlei Cordeiro de Lima yang merupakan seorang pelari marathon asal Brasil. Dia memimpin perlombaan saat berkompetisi di Olimpiade Athena 2004.

Namun saat Vanderlei masih berjuang menuju finis, seorang suporter masuk ke arena kompetisi dan menahan lajunya. Akibat perbuatan tercela suporter ini, Vanderlei hanya berhasil meraih perunggu.

Hebatnya, Vanderlei memberikan respon yang sama sekali tidak menunjukkan kejengkelan apa pun. Ini tidak seperti kebanyakan orang yang mungkin akan marah dan menuntut medali emas. "Perunggu rasa emas," kata Vanderlei.

Sikapnya yang bijak dan tenang ini membuat Komite Olimpiade Internasional (IOC) menghadiahkannya medali Pierre de Coubertin.


Kejadian saat Vanderlei de Lima (berlari) dihadang oleh suporter di ajang Olimpiade Athena 2004.

Kisah kedua datang dari Olimpiade Seoul 1988. Seorang peselancar asal Kanada, Lawrence Lemieux sedang melawan angin dan berada di posisi kedua pada balapan kelima.

Posisinya ini menjanjikan setidaknya  medali perak, mengingat Lawrence sudah setengah jalan menyelesaikan balapan. Tapi, dia memutar kembali kapal layarnya untuk membantu wakil Singapura yang terluka dan jatuh dari kapal mereka akibat angin kencang.

Lawrence mengantarkan Shaw Her Siew dan Joseph Chan sampai ke kapal penyelamat. Ini membuat Lawrence finis di peringkat ke-23. Aksi heroiknya itu berbuah manis dengan pemberian kehormatan medali Pierre de Coubertin.


Lawrence Lemieux menyelamatkan dua orang atlet pada Olimpiade Seoul 1988.

Selanjutnya, sebuah kisah menakjubkan dari Olimpiade 1936 di Berlin. Era di mana situasi politik dan keamanan tidak stabil dan persis sebelum Perang Dunia II pecah.

Seorang atlet lompat jauh Amerika Serikat Jesse Owens mengalami kesulitan pada babak kualifikasi. Pesaing asal Jerman, Luz Long memberikan nasihat seraya membantu Jesse agar bisa berkompetisi dengan maksimal.

Berkat Luz, Jesse tak hanya lolos kualifikasi tapi juga meraih medali emas. Luz dan Jesse bahkan memperlihatkan sebuah aksi yang pada saat itu menjadi sebuah simbol kuat.

Luz memberikan selamat dan memeluk Jesse di depan Adolf Hitler. Tindakan Luz ini dianggap sebuah kontroversi pada jaman itu karena Jesse adalah orang kulit hitam. Ketika itu, ketegangan antara ras kulit putih dan kulit hitam masih sangat kental.


Kiri: Jesse Owens (kanan) dan Luz Long berfoto di pinggir lapangan.
Kanan: Jesse dan Luz saat berdiri di podium pada Olimpiade Berlin 1936.

Pertemanan Jesse dan Luz terus berlanjut di luar Olimpiade bahkan selama perang. Dengan ketulusan yang ditunjukkannya, Pierre de Coubertin dipersembahkan kepada Luz yang kala itu sudah meninggal dunia pada 1964.

Kali ini, medali Pierre de Coubertin diberikan kepada dua atlet wanita yang berlaga di Olimpiade Rio 2016.

Nikki Hamblin dan Abbey D'Agostino adalah dua pelari asal New Zealand dan Amerika Serikat yang menerima kehormatan itu karena saling bahu-membahu saat keduanya terjatuh dalam kompetisi lari 5,000m.


Nikki Hamblin membantu Abbey D'Agostino saat babak heat Olimpiade Rio 2016.

Cerita tentang Hamblin dan D'Agostino dapat dibaca selengkapnya di Dua Atlet 'Malaikat' Tunjukkan Semangat Olimpiade.

Editor : Mitjanna Lotusina Rangkuti

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search