Rabu, 24 Agustus 2016 | 08:36 WIB

Ilustrasi.
TEMPO.CO, Surabaya - Imam Suhandri bin Towo Rejo, 50 tahun, tak patah arang mengumpulkan tabungan demi pergi haji. Tekad calon haji kloter 35 asal Kabupaten Mojokerto itu sudah bulat walau matanya tak bisa lagi melihat. Ia menjadi penyandang tunanetra sejak berusia 5 tahun.
Perjuangan untuk pergi haji tak mudah. Ia pernah batal berangkat naik haji gara-gara ditipu kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Uang pendaftaran haji yang dia setor pada 2009 raib dibawa kabur pimpinan KBIH Roudloh Mojokerto. "Akhirnya, saya mengurus lagi tahun 2013. Alhamdulillah, saya bisa pergi berhaji tahun ini," katanya saat ditemui Tempo di Asrama Haji Sukolilo, Selasa, 23 Agustus 2016.
Imam lahir di Bolorejo, Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlaki, Kabupaten Mojokerto. Kebutaan yang ia idap disebabkan oleh demam tinggi atau dalam bahasa lokal disebut gabak. Penyakit itu menyerang saraf matanya.
Namun Imam tak patah semangat dalam menuntut ilmu agama. Ia mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, hingga mampu membaca Al-Quran pada usia 19 tahun. "Saya belajar selama enam tahun sampai akhirnya hafal Al-Quran," ucapnya.
Karena sempat ditipu KBIH, ia kembali berusaha keras menyisihkan uang untuk pergi haji. Sehari-hari, ia berprofesi sebagai penyembuh dengan metode alternatif dan memijat. Tak jarang ia dipanggil untuk mengisi ceramah dalam acara hajatan. "Uang dari hasil memijat saya tabung ke KBIH Armina di Mojokerto," ujar Imam, yang kini tinggal di Desa Beton, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik.
Selama berhaji nanti, Imam akan didampingi H Suyono dan Hj Ayu, pasiennya yang sudah dianggap saudara. Ia mengaku tak membawa tongkat atau kursi roda untuk mobilitasnya. Namun dia akan dituntun ke mana saja oleh pasangan suami-istri tersebut. "Yang penting ikhlas dan niat tidak boleh setengah-setengah untuk menjadi tamu Allah. Insya Allah berangkat," tuturnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA
loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar