TRIBUNJABAR.CO.ID -- Kejayaan tukang cukur asli Garut, Jawa Barat, telah lama melegenda. Para "Asgar", demikian julukan mereka, menghidupkan banyak tempat potong rambut untuk pria ("barbershop") di kota-kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, atau Bogor. Tradisi itu terjaga berkat upaya regenerasi oleh para tukang cukur senior. Salah satunya, Ada Syuhada.
Usia Ada Syuhada—biasa dipanggil Abah Ada—menjelang 69 tahun, tetapi badannya kencang dan sehat. Ia masih sanggup mencangkul dan menanam padi di sawah tak jauh dari rumahnya di Kampung Peundeuy, Desa Banyuresmi, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Bertani di lahan sendiri menjadi pekerjaan tambahan di tengah kegiatannya sebagai tukang cukur dan pengajar cukur.
Abah Ada ikut mengajar siswa di sekolah cukur milik Abah Atrox, yang juga masih kerabat dekatnya. Sejak setahun lalu, Atrox—yang bernama asli Rizal Fadilah (48)—membuka sekolah pangkas rambut di rumahnya yang bertetangga dekat dengan rumah Ada. Imam Santoso (42), anak Ada, juga mengajar di sana.
Mereka bertiga mengasah kemampuan anak-anak muda dari sejumlah daerah dalam memotong rambut. Ada biasa mengajarkan teknik dasar yang harus dikuasai dengan benar oleh para pemangkas rambut. "Kalau dari model rambut, mah, sebenarnya hampir sama dengan zaman dulu. Supaya mudah, kalau mau potong rambut pendek, orang dulu minta model cepak seperti tentara," kata lelaki berkumis itu seraya tertawa.
Bagi Ada, seorang tukang cukur harus punya keterampilan standar memangkas rambut. Barber, sebutan untuk tukang cukur pria, juga mesti mengikuti perkembangan zaman sehingga bisa mencukur sesuai model baru. Selain itu, ada hal yang jauh lebih penting dijaga, yaitu etika.
"Menjadi tukang cukur itu tak hanya pintar mencukur, tapi juga harus punya sopan santun. Tidak boleh pakai baju sembarangan, harus bersih dan rapi. Harus sabar, terutama menghadapi tamu yang tidak puas dengan pekerjaan kita," paparnya.
Tak hanya berbicara, Ada juga mempraktikkan cara berpakaian dan bersikap sopan. Saat mengajar di Sekolah Cukur Abah Atrox, akhir Oktober 2016, misalnya, ia mengenakan kemeja merah dan celana panjang yang disetrika licin. Rambutnya yang tipis dan memutih disisir rapi. Kumis tebalnya pun tertata baik.
Saat menerima tamu, ia berusaha memakai kemeja, minimal kaus berkerah. "Bisa jadi karena sudah kebiasaan," jawabnya saat ditanya soal penampilan yang terjaga itu.
Keliling kampung
Sudah lebih dari setengah abad Abah Ada menekuni pekerjaan sebagai tukang cukur. Perjalanan itu bermula dari tahun 1965, saat ia berusia 17 tahun. Ia belajar mencukur rambut dari ayahnya, Aki Uca, tukang cukur generasi awal di Garut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar