Agus Widanarko dan Hilarius Mukti Catur Nugroho, "Duo Blangkon Melawan Narkoba" (Kompas, 13 Desember 2016), terpilih sebagai Sosok Bulan Desember 2016 berdasarkan suara pembaca. Dengan total nilai 172, keduanya mengungguli 22 sosok lainnya. Simak kiprah Dua Blangkon ini dalam ikut memerangi narkoba.
AGUS Widanarko dan Hilarius Mukti Catur Nugroho pernah hidup di lingkungan para pemadat narkoba di Jawa Tengah. Kini, keduanya insaf dan memilih berdiri di barisan terdepan untuk berkampanye melawan narkotika dan obat berbahaya itu.
Terik mentari tidak menyurutkan semangat ratusan anak SMP untuk ikut bernyanyi lagu pop di halaman sebuah sekolah. Suara merdu Agus Widanarko alias Danar (36) dan petikan gitar Hilarius Mukti alias Tatung (38) menyita perhatian.
Mengenakan blangkon, penutup kepala khas Surakarta, Jawa Tengah, keduanya menyisipkan pesan tentang bahaya narkoba dengan musik dan bahasa anak muda yang sederhana.
Kamis (1/12) pagi hingga siang itu, Danar asal Sukoharjo dan Tatung asal Surakarta—yang tergabung dalam Duo Blangkon—memberi penyuluhan kepada ratusan pelajar SMP di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Penyuluhan diberikan kepada 400 siswa-siswi SMP Yayasan Jami Annur dan 650 pelajar SMP Katolik Santo Paulus secara terpisah.
Lagu "Kesempurnaan Cinta" ciptaan Rizky Febian menjadi pembuka penyuluhan. Sebagian besar pelajar mendekat ke tengah lapangan, ikut bernyanyi dan melambaikan tangan.
Seusai menyanyikan lagu, Danar langsung mengenalkan diri sekaligus mengisahkan perjalanan hidupnya.
Dulu, pada 2004, Danar menjadi event organizer dan bergabung dalam tim manajemen sejumlah artis yang sering manggung di diskotek-diskotek di Solo, Yogyakarta, hingga Jakarta. Selain mengenal musik, ia juga mulai mengenal minuman keras, perempuan, dan narkoba.
Saat itu, ia masih berstatus mahasiswa sekaligus manajer acara sejumlah diskotek. Ia hanya berpikir bagaimana mendapat uang sebanyak-banyaknya.
"Dulu jarang ada razia dan bebas sekali di diskotek. Barang siapa ingin pesta pora dan menikmati hal duniawi, ya, ikutlah di acara saya," katanya.
Dari pekerjaan itu, Danar bisa mendapatkan uang minimal Rp 300.000 setiap malam. Jika ditambah uang tip dari para penari, bos diskotek, serta band yang diundang, dia bisa mendapatkan uang Rp 500.000 sampai Rp 1 juta.
Seiring berjalannya waktu, satu per satu kenalan baiknya, mulai dari para pemain band hingga rekan tim manajemennya, mulai terjerumus narkoba. Salah satunya adalah Tatung, pemain gitar di band diskotek.
Danar sendiri masih belum tergoda untuk mencoba narkoba meski hidup di antara pencandu.
Melihat kawan-kawannya mulai sakit, masuk rumah sakit jiwa, bahkan meninggal karena narkoba, Danar merenung.
"Mereka semua kenal narkoba dari acara yang saya kelola. Saya merasa bersalah. Walaupun saya tidak memakai atau menjual narkoba, saya sponsornya. Berarti saya yang menyiapkan tempat bertemunya penjual dan pembeli," paparnya.
Ketika diskotek tutup pada Ramadhan 2007, Danar pulang kampung ke Sukoharjo. Di kampung, berbekal hobi menyanyi, dia bergabung dengan kelompok shalawatan dan mengenal sejumlah ustaz.
Ia terinspirasi video Ustaz Jefri Al Buchori yang bisa berubah dari pencandu narkoba menjadi pemuka agama.
"Itu membuat hati saya senang. Hobi nyanyi tersalurkan, tapi nyanyi shalawatan, seperti 'Tamba Ati'," ujarnya. Setelah berkeliling kampung dalam kelompok shalawatan, Danar mulai dikenal dan digemari para pemuda.
Kiprahnya juga dilirik pihak Polres Sukoharjo dan Wakil Bupati Sukoharjo. Pada 2008, Danar diutus mengikuti pendidikan dan latihan penyuluhan anti narkoba di Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa Tengah dan Polda Jawa Tengah di Semarang.
Setelah mengikuti sejumlah diklat, pada 2009 Danar menjadi pegawai honorer di Badan Narkotika Kabupaten Sukoharjo dengan gaji Rp 450.000 per bulan.
Ia menjadi penyuluh anti narkoba ke komunitas-komunitas anak muda dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di kampung-kampung.
Saat ini, sekitar 1.500 kampung telah disambangi Danar untuk penyuluhan anti narkoba. Di tengah kesibukannya, ia juga merintis sekolah bagi anak jalanan, Komunitas Relawan Anak Bangsa. Kini, lembaga itu menjadi Sanggar Bhinneka bagi anak yatim dan tidak mampu.
Atas kegigihannya memberikan penyuluhan, pada 2014 Danar mendapat penghargaan presiden di bidang pencegahan peredaran gelap narkoba.
Kisah Tatung
Rekannya di Duo Blangkon, Tatung, sudah merokok sejak kelas II SD dan mengenal minuman keras pada kelas II SMP. Saat masuk SMA, ia mulai mengonsumsi obat penenang dan mengisap ganja bersama teman-teman di tempat tinggalnya di Grogolan, Surakarta.
Ia pun ditangkap polisi pada 2008 dan dipenjara selama 1 tahun 6 bulan. Di penjara, pemuda itu tercerahkan oleh seorang pendeta.
Selepas dari penjara, berkat dorongan orangtua, terutama ibunya, Tatung kuliah di Jurusan Bimbingan Konseling (BK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Slamet Riyadi, Surakarta. Ia kemudian menjadi guru BK serta seni budaya di SMK Wijaya Kusuma, Surakarta.
Di sekolah itu, Tatung kembali bertemu dengan Danar yang memberikan penyuluhan anti narkoba. Mereka lantas sama-sama bertekad menyerukan kampanye anti narkoba kepada generasi muda melalui Duo Blangkon.
Menurut Danar, selain menunjukkan budaya setempat, blangkon juga memiliki makna mendalam. "Blangkon itu peredam nafsu amarah dan segala nafsu, termasuk pada narkoba. Blangkon itu blaka dan lelakon. Jujur saja apa yang sudah kamu jalani," kata Danar.
Di hadapan ratusan pelajar SMP di Palangkaraya, bersama Tatung, Danar tidak menggunakan bahasa sulit untuk menjelaskan bahaya narkoba. Diksi seperti "menjadi idiot" dan "ketakutan yang berlebih" digunakan untuk menunjukkan bahaya sabu dan ganja.
Selain itu, keduanya mengajak para siswa untuk tidak menjauhi kawan-kawannya yang sedang terlibat kesulitan, apalagi terjerumus narkoba. Setiap manusia bisa berubah, seperti halnya kisah Duo Blangkon.
Mereka juga menunjukkan sebuah gelas berisi cairan seperti air teh dan kemudian "disulap" menjadi air bening. Seketika para pelajar terkesima.
Namun, Danar segera menjelaskan, itu adalah air putih yang diberi obat merah (obat penyembuh luka) dan kemudian diberi tawas.
Untuk berubah menjadi lebih baik, dibutuhkan proses. Kita jangan putus asa.
Pesan bernas itu dikemas lewat lagu "Terlatih Patah Hati" dari The Rain feat Endank Soekamti. Para pelajar kembali bergoyang dan ikut bernyanyi.
Kepala BNN Kalimantan Tengah Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto yang mengundang Duo Blangkon ke Kalimantan Tengah mengapresiasi pengabdian Danar dan Tatung untuk memberi penyuluhan secara kreatif.
"Penyuluhannya pun luar biasa karena menggunakan edutainment, yaitu education (pendidikan) dan entertaiment (hiburan). Mereka berasal dari dunia seni," kata Sumirat.
BIODATA AGUS WIDANARKO
♦ Lahir: Sukoharjo, 10 Juli 1980
♦ Pendidikan:
- S-1 Akuntansi Universitas Sebelas Maret dan STIE Atma Bhakti (2010)
- S-2 Hukum Universitas Surakarta (2014)
- Sedang menyelesaikan Magister Sains Akuntansi di Universitas Islam Batik, Surakarta
BIODATA HILARIUS MUKTI CATUR NUGROHO
♦ Lahir: Surakarta, 8 Januari 1978
♦ Istri : Miranda (38)
♦ Anak: Rafael (6)
♦ Pendidikan: S-1 Bimbingan Konseling FKIP Universitas Slamet Riyadi, Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar