Sepekan sebelum menghadapi sidang vonis kedua sepanjang hidupnya, Musadeq mengaku masih dapat tidur dengan nyenyak. Setiap malam ia masih rutin membaca kitab wahyu di sebuah sel yang berada di blok C229, Rutan Cipinang, Jakarta.
Selama enam bulan terakhir, Musadeq bersama anak pertamanya, Andry Cahya dan koleganya di Gafatar, Maftul Muis Tamanurung, ditahan di Cipinang. Sejak berstatus tersangka April 2016, mereka telah berpindah tahanan setidaknya tiga kali: Mabes Polri, Lapas Paledang, Bogor, dan Rutan Cipinang.
"Di Paledang, kami diteror dan dipaksa salat. Penghuni Rutan Cipinang berbeda, mereka berpikiran terbuka, kalaupun ada pandangan negatif, mereka tidak membicarakannya di depan kami," ujar Musadeq kepada CNNIndonesia.com di Rutan Cipinang, pekan lalu.
Pada pertemuan itu Musadeq mengenakan kaos hitam berkerah berbalut rompi merah bertuliskan BHPT. Sesekali ia terdiam dan mengarahkan matanya ke langit-langit ruangan. Namun ia selalu mengutarakan perasaannya dengan nada tegas.
"Yang saya jalani ini biasa saja. Saya menggenapi yang harus dibenahi. Saya tidak menyesali perbuatan saya, tapi saya harus bersabar," tuturnya.
Sejumlah warga eks-anggota Gafatar tiba di tempat penampungan sementara Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi, Jawa Barat, Senin (1/2). (ANTARA FOTO/Risky Andrianto) |
Gafatar atau Milah Abraham, kata Musadeq, merupakan cara pandang terhadap keilahian yang sudah muncul pada zaman nabi. Menurutnya ajaran itu perlahan hilang dan kini tidak lagi dikenali masyarakat.
"Saya ingin mengembalikan manusia ke fitrahnya. Saya tidak mempersatukan Tuhan, tapi tidak ada yang paham (apa yang saya yakini)," ucapnya.
Musadeq menyatakan, Milah Abraham hanya mengakui satu Tuhan. Ia ingin menyebarkan ajaran itu karena menurutnya masyarakat kini menjadikan materi dan kekuasaan sebagai substitusi ilahi.
"Di Indonesia Tuhan tidak berkuasa, tapi politik dan hukum. Jadi ada kehidupan beragama dan bernegara, padahal dua hal itu seharusnya tidak dapat dipisahkan.," ujarnya.
Penindakan terhadap Musadeq ketika itu didasarkan pada keputusan Jaksa Agung bernomor KEP-116/A/JA/11/2007 yang melarang kegiatan Al-Qiyadah Al-Islamayah. Ajaran yang digagas Musadeq itu kini disebut menjelma menjadi Milah Abraham yang disalurkan lewat Gafatar.
Pada tahun yang sama, Majelis Ulama Indonesia menerbitkan fatwa bernomor 4 tahun 2007 yang menyatakan aliran itu sesat. Kementerian Agama lantas menindaklanjuti fatwa itu dengan surat edaran SJ/B.V/BA.01.2/2164/2007 kepada rektor UIN/IAN serta seluruh kepala kanwil dan departemen agama untuk mewaspadai ajaran yang dijalankan Musadeq.
Pada waktu yang bersamaan, Menteri Agama Lukman Saifuddin, Jaksa Agung Prasetyo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meneken surat keputusan bersama 93/2016. Mereka mengultimatum orang-orang yang pernah bergabung dalam Gafatar untuk menghentikan penyebaran ajaran keagaaman yang menyimpang dari Islam.
Dua orang melepas tiang bendera di lokasi permukiman warga eks-Gafatar yang dibakar massa di kawasan Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalbar pada awal 2016. (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang) |
Pada 2016, penelitian lembaga yang didirikan presiden keempat Abdurrahman Wahid itu menempatkan Gafatar sebagai kelompok yang hak kebebasan beragama dan berkeyakinannya paling sering dilanggar, baik oleh aktor negara maupun non-negara.
Atas berbagai pemidanaan serta diskriminasi yang pernah dan sedang dihadapinya, Musadeq menyebut pergulatan menjalankan dan menyebarkan ajaran Milah Abraham serupa dengan perjalanan hidup para martir agama Abrahamik, seperti Yesus Kristus dan Musa. "Rasul ditindas penguasa karena ingin mengubah kehidupan di dunia," tuturnya.
(asa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar