Minggu, 11 Juni 2017

OKEZONE STORY: Kisah Soekarno-Hatta Sahur Sarden Campur Telur Selepas "Lembur"

KETIKA ibunda tengah malas masak aneh-aneh untuk makan sahur buat penulis, menu sederhana ikan sarden "kalengan" dicampur telur kerap jadi alternatif yang paling dipilih. Tapi siapa sangka ternyata menu ini tergolong "bersejarah" jelang Proklamasi 17 Agustus 1945.

Sebagaimana kita ketahui, kebetulan di bulan Agustus 1945 itu juga bertepatan dengan bulan suci Ramadan 1364 Hijriah (H). Di bulan puasa itu pula, dua proklamator, Soekarno dan Mohammad Hatta plus Achmad Soebardjo mesti "lembur" merampungkan sebuah teks maha penting.

BERITA REKOMENDASI


Teks proklamasi yang semalaman dipikirkan untuk kemudian dituliskan Bung Karno yang lantas diketik Sayuti Melik, di rumah Shoso atau Laksamana Muda (Laksda) Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Kaigun (Angkatan Laut) Jepang yang bersimpati dengan upaya kemerdekaan Indonesia.

Rumah Laksamana Maeda yang jadi "safe house" pasca-sejumlah kejadian teror pemuda hingga "penculikan" Rengasdengklok yang kini, sudah beralih fungsi menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat.

Di sebuah ruang besar di salah satu sudut rumah Maeda itu, Soekarno-Hatta dan Soebardjo berpikir keras bersilang pendapat dalam "pekerjaan lemburnya". Karena yang mereka kerjakan menentukan arah bangsa Indonesia pascamerdeka.

Sementara para pemuda lainnya yang menunggu di ruang tamu, sembari menghitung waktu sampai memasuki waktu makan sahur. Baru sekira lewat pukul 4 subuh, teks proklamasi diselesaikan.

Bung Karno dan Bung Hatta pun bergiliran keluar ruangan, untuk santap sahur dengan menu seadanya yang disiapkan para asisten rumah tangga Maeda. Menu yang sayangnya minus nasi, hanya ada ikan sarden, telur dan roti

"Lewat pukul 04.00 subuh, perumusah naskah proklamasi rampung. Soekarno melangkah keluar setelah mengambil makanan di dapur untuk sahur. Hatta menyusul, seusai membuka sekaleng ikan sarden dan mencampurnya dengan telur," tulis Rosihan Anwar dalam 'Sutan Sjahrir: True Democrat, Fighter for Humanity 1909-1966'.

Selepas sahur, kedua proklamator pun pulang dengan Hatta diantar mobil Soekarno. Hampir tidak ada percakapan yang keluar dari mulut mereka, saking lelah dan terkurasnya tenaga, pikiran dan emosi mereka dalam beberapa hari terakhir.

"Semoga saja apa yang kita upayakan selama ini untuk Indonesia Merdeka, dapat berguna bagi anak cucu kelak," cetus Bung Karno memecah keheningan.

"Ya, aku juga berharap demikian," jawab Hatta sembari mengangguk pelan, sebagaimana dikutip buku 'Hatta: Aku Datang karena Sejarah' oleh Sergius Sutanto.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search