Ade Nidya Zodittia—Padang
Panti rehabilitasi itu bernama Sahabat Suci Hati. Siang itu Padang Ekspres (Jawa Pos Group) menyambangi sebuah rumah bertingkat dua di jalan Gunungledang, Kecamatan Nanggalo, Kota PadangKamis (13/7). Rumah itu menjadi tempat bagi para pengguna narkoba melakukan rehabilitasi.
Di rumah itu terdapat beberapa orang lelaki berusia muda yang tengah duduk menikmati buah jambu yang mereka petik di pohon yang tumbuh di depan rumah. Tampak tato menghiasi lengan beberapa lelaki berusia sekitar awal 20 tahunan tersebut.
Pendiri yayasan, Syaiful mengatakan, lelaki muda bertato itu salah seorang dari delapan pengguna narkoba yang tengah melakukan rehabilitasi rawat inap di panti.
"Rata-rata yang rehab di sini berusia di bawah 25 tahun dengan status putus sekolah. Namun, juga ada yang berasal dari keluarga berada," ujar lelaki yang biasa disapa Ustaz ini.
Panti rehabilitasi yang bernaung di bawah Yayasan Al Ikhwan Suci Hati itu sudah berdiri sejak 2008. Sebelumnya panti ini adalah sebuah LSM Suci Hati. Namun, pada 2015 berubah menjadi sebuah yayasan.
Sementara panti rehabilitasi didirikan atas kekhawatirannya pada pecandu narkoba di Sumbar. Mirisnya selama ini para pecandu tidak mendapatkan penanganan khusus. "Kami sudah bekerja sama juga dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Sosial," katanya.
Pengguna narkoba yang datang ke panti tidak hanya berasal dari Sumbar saja, namun juga ada asal Medan. Biasanya, pasien dibawa dengan cara diikat, bahkan diborgol keluarga. "Tempat ini biasanya menjadi pilihan terakhir keluarga, saat anak atau saudara mereka tidak bisa juga disembuhkan dengan berbagai macam cara," kata lelaki berkacamata itu.
Biasanya, narkoba jenis sabu dan ganja digunakan pasien dengan level sudah ketergantungan. Untuk penanganan, panti rehabilitasi menggunakan metode holistik berbasis spiritual. Yakni, melibatkan keseluruhan unsur baik itu fisik, mental, maupun spiritual. Selain itu, juga ada konseling yang dilakukan konselor atau pendamping yang juga mantan pemakai narkoba.
"Konselor mengerti apa yang dirasakan para pasien, karena mereka pernah mengalaminya. Hal itu bisa membangun ikatan antara konselor dan pasien. Panti memiliki empat orang konselor lelaki yang mantan pecandu. Sedangkan konselor perempuan bukan seorang pencadu, mereka berasal dari UIN," kata Syaiful.
Terbatasnya jumlah ruangan di panti ini membuat layanan rawat inap hanya tersedia untuk pasien laki-laki, sedangkan pasien perempuan hanya rawat jalan. "Kami berharap memiliki panti sendiri dengan lokasi terletak di kaki bukit. Pasien sebenarnya lebih baik berada di tempat yang dekat dengan alam. Itu bisa mempengaruhi proses pemulihan," tutur Syaiful.
Untuk kegiatan sehari-hari, para pasien memiliki jadwal yang telah diatur dari pagi hingga malam. Salat lima waktu diharuskan berjamaah bersama para konselor.
Selanjutnya di waktu yang sudah ditentukan, para pasien melakukan konseling dengan konselor dengan tema-tema yang telah ditentukan konselor, seperti bagaimana cara terlepas dari narkoba.
Rentang waktu kesembuhan pasien sekitar tiga hingga enam bulan. Biasanya, bulan keempat atau kelima, pasien sudah bisa dinyatakan pulih. Tak jarang banyak pasien yang pura-pura sembuh agar bisa pulang. Sehingga minggu pertama hingga ketiga menjadi waktu rawan. Bagi pasien tersebut, dilakukan pengawasan 24 jam agar tak kabur.
"Pecandu narkoba tidak ada yang sembuh, mereka hanya bisa pulih. Karena sekali menggunakan narkoba, sampai kapan pun tidak akan pernah sembuh," ujar Syaiful.
Di panti, juga terdapat pasien yang pernah sakau. Ketika menemukan kondisi seperti itu, Syaiful bersama para konselornya berupaya memberikan tindakan untuk menenangkan.
Upayanya dengan cara metode totok syaraf untuk mengeluarkan racun di dalam tubuh. Setelah melakukan metode tersebut, pasien muntah dan mengeluarkan darah hitam mengental, barulah tubuh pasien menjadi lebih baik. (***/iil/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar