
AHMAD JUNAEDI
*Bekerja Keras Bangkit dari Keterpurukan
BERAWAL dari usaha jualan ayam potong di Pasar Bojong yang mengalami gulung tikar, pasangan suami istri Casmadi (44) dan Nur Rohimah (37) warga Rt 01/01 Dusun Tegalorang, Desa Wonosari, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan tidak putus semangat.
Perjalanan lika-liku usahanya yang penuh semangat dan kerja keras, kini membuahkan hasil. Usaha memproduksi "Pempek Boom " yang merupakan makanan khas dari Kota Palembang ini, kini mampu beredar dipasarkan ke wilayah Kabupaten Pemalang, Kota/Kabupaten Pekalongan, Batang, Banjarnegara hingga ke wilayah Mangkang Semarang.
Kebangkrutran usaha jualan ayam potong bersama istrinya pada tahun 2001 menyisakan banyak hutang, menjadikan ia bersama istrinya pergi ke Bandung untuk mencari pengharapan usaha yang lebih menjanjikan.
"Jualan ayam potong dari saya memelihara 100-800 ekor ayam, hingga akhirnya dipasok ayam potong seiring meningkatnya permintaan pelanggan, namun usahanya bangkrut. Penjualan ayam potong setiap harinya mampu menjual hingga 500 Kg hingga 1 ton berakhir gulung tikar menyisakan hutang hingga belasan juta waktu itu," ungkapnya.
Kabangkrutan usaha ayam potong milik Casmadi diakuinya karena banyaknya tunggakan para pelanggan manageman usahanya yang dinilai yang tidak tertata dengan baik, hal itu menjadi pengalaman yang dijadikan sebagai pembelajaran hidup.
Kondisi ekonomi yang terpuruk tidak membuat mereka pasrah dengan keadaan, hingga akhirnya bersama anak istrinya mereka memutuskan mengadu nasip di Kota Bandung yang kebetulan kedua mertuanya berada di kota kembang tersebut.
Kendati pernah bekerja di rumah produksi pekmpek di Malang yang merupakan milik orang asli Palembang yang tinggal di Bandung, namun Casmadi tidak bertahan lama karena upah yang dirasakan tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga hingga akhirnya kembali ke Kota Bandung.
Berawal dari pinjaman modal yang diberikan mertuanya dengan pemberian gerobak dorong menjadi titik awal pintu kesuksesan usahanya mulai terbuka.
Sebuah gerobak bekas dengan kondisi sebagian kayunya rusak akibat sisa terbakar, bahkan kedua ban gerobak tersebut yang telah rusak ia diperbaiki yang dijadikannya sebagai alat matapencahariannya guna memenuhi kebutuhan hidup.
Berjualan keliling, dari rumah ke rumah, menyusuri jalan, sempitnya lorong-lorong Bandung dengan menjualkan pempek milik orang dijalaninya penuh semangat dengan harapan nasip kelam yang tengah merundung perekonomian keluarganya akan segera berubah.
Rumah kontrakan menjadi kenangan asam garam kehidupan yang dijalani dalam merintis usaha di Bandung bersama istri tercinta dan buah hatinya.
"Dulu susah banget, kita tidak berani pulang kampung karena masih banyak hutang, beli gula pasir seperempat kilogram saja susahnya bukan main, sehingga kami memutuskan untuk pergi mencari kerjaan atau usaha di Bandung," ungkap Casmadi yang diamini istrinya dengan mata berkaca-kaca mengenang kisah perjuangan merintis usahanya.
Setelah berjualan pempek keliling beberapa bulan akhirnya akhinya Casmadi menyewa teras di salah satu mini market dengan bahan-bahan pempek ambil dari orang.
"Bermula istri saya mencoba untuk membuat pempek sendiri, dengan harapan dapat menambah keuntungan ternyata pempek olahan istri justru dirasakan pelanggannya mempunyai cita rasa yang lebih enak dibanding pempek ambil orang," ujarnya.
Masih teringat jelas kala itu pelanggannya seorang ibu guru yang merasakan pempek buatanya lebih enak dibanding pempek yang diambil dari orang sebelumnya, hal itulah membuatnya semakin semangat terus mencoba menambah usahanya.
Bermodal ketekunan mencoba terus menerus dari kegagalan usahanya peruntungan kian terbuka lebar, dari satu teras mini market yang disewanya sebagai lahan usaha pempek terus semakin bertambah hingga empat tempat usahanya di Bandung dengan sebanyak 14 karyawan.
Tidak puas sampai disitu, sang istri yang akrap Mami Nur akhirnya memutuskan untuk pulang kampung ke Desa Wonosari yang telah mampu menyicil hutang sisa usaha ayam potong dengan berjualan pempek di teras Indomart Bojong, hingga muncul beberapa orang yang ikut menjualkan produk makanan olahannya menjadi berkembang usahanya semakin maju.
Berlahan namun pasti, usaha penjualan makanan khas dengan jenis Pempek kapal selam, lenjer, telor kecil dan pempek jenis kulit itu akhirnya berkembang pesat dengan bayakya orang yang ikut menjualkan produk olahannya. (adv)

AHMAD JUNAEDI
*Jaga Mutu dan Kepercayaan
*Miliki 150 Agen
OWNER Pempek Bom Mami Nur yang merupakan ibu dari Alwi Aditya Pratama (17), Miranto Zamal Arief (13) dan Nathan Miraldi Gatra (9) menegaskan kepercayaan pelanggan menjadi kunci utama kesuksesan usahanya kini memiliki tidak kurang dari 150 agen yang tersebar dibeberapa wilayah dengan penjualan berkisar antara 7000 biji hingga 10.000 biji pempek setiap harinya.
Rumah produksi pempek boom miliknya menjual pempek jenis kapal selam dibanderol dengan harga Rp3.200/biji, sedangkan untuk jenis pempek lenjer, telur kecil dan pempek kulit dipatok dengan harga Rp.900/biji sudah termasuk kuah pedas asam khas dengan citarasa yang menggugah selera dengan aroma pempek ikan.
"Awal buka usaha saya disini di depan Indomart Bojong tanggal 1 Februari 2008, makanya tangal tersebut dijadikan tanggal ulang tahu Pempek Boom usaha kami," ungkapnya semangat.
Kesuksesan rintisan usahanya tersebut bukan berarti perjalannya mulus tanpa kendala.
Dari persoalan pasokan bahan baku yang akan berpengaruh pada mutu kualitas menjadi olahannya menjadi pembelajaran yang semakin melengkapi kekurangan sacara bertahap.Ia menjelaskan semula usahanya yang berjalan ditanganinya sendiri bersama beberapa karyawan, sedangkan sang suami mengurus tempat teras penjualan yang ada di Bandung.
Guna mendapatkan bahan gula aren yang berkualitas pasokan di wilayah Pekalongan hingga Pemalang telah dijajakinya, namun dirasakan masih kurang jika dibanding dengan pasokan gula aren dari Bandung, sehingga suaminya sepekan sekali harus mengantarkan gula arena sebagai bahan kuah pempek.
"Bapak dulu seminggu sekali mengantar gula aren hingga 100 Kg naik sepeda motor, namun saat ini Alhamdulliah sudah ada yang mengirim, sementara pasokan ikan filet kita dapat dari wilayah Batang," ungkap Mami Nur disela melihat 12 karyawannya yang tengah memproduksi makanan olahan tersebut.
Kendala pembuatan jenis pempek diakuinya dari keberanian, keuletan dan naluri seorang ibu yang gemar memasak mejadikan komposisi bahan baku menjadi ketemu seiring berjalannya waktu, hasil olahan makanan siap saji yang semula mudah bau, faktor air yang juga menjadikan kendala upaya belajar terus mencari solusi dilakukan hingga akhirnya teratasi masalah tersebut.
"Dulu bapaknya pernah bekerja diproduksi pempek, tapi hanya sebatas teori saja ia paham, namun secara teknis produksi belum menguasai, nah kita terus banyak bertanya dan belajar," ungkapnya.
Untuk menjadikan kepuasan para agen sistem pelayanan diantaranya pemataan wilayah dijadikan sebagai langkah yang cukup penting. Ia bersama suami mengatur para agennya agar tidak bentrok dalam memasarkan makanan, olahan dengan harga murah meriah di masyarakat.
"Kami mengatur wilayah para pedagang, jadi kami tidak begitu saja menerima agen baru, kita atur jarak dan wilayah masing-masing agen penjualan keliling sehingga tidak bentrok. Bahkan masukan, keluhan dan saran para pedagang di lapangan kita segera atasi, misalkan keluhan hasil prosduksi kami, hingga persoalan ada kompetiter baru. Penanganan masalah yang dihadapi teman-temaan agen penjualan kita saling koordinasi dan mencari solusi dengan baik, bukannya kita sama-sama memerlukan satu sama lain," ungkapnya. (jun/adv)
Penulis: Ahmad Junaedi | Radar Pekalongan
Redaktur:Dalal Muslimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar