ACEH TIMUR, KOMPAS.com - Muhammad Susaini, baru berusia delapan bulan terbaring di alas sederhana. Anak pertama pasangan Riswandi (31) dan Mariani (30) warga Desa Matang Keupula Sa, Kecamatan Madat, Aceh Timur, hanya memiliki berat badan 3,4 kilogram. Padahal, menurut catatan medis, usia begitu idealnya Susaini memiliki berat badan 6,5 kilogram.
Mariani, ibu dari Susaini menyebutkan putrinya lahir lewat persalinan normal. Namun, dia lahir berusia tujuh bulan dalam kandungan. Kala lahir, berat badannya 1,8 kilogram. Normalnya, bayi baru lahir berusia 2,5 kilogram.
"Saat lahir kondisinya sehat. Tak ada masalah. Setelah lahir lima bulan, dia sakit diare sepekan. Dari situ, berat badannya semakin mengkhawatirkan," kata Mariani, Minggu (6/10/2017).
Baca juga: Derita Gizi Buruk dan Terinfeksi Rubella, Bayi 8 Bulan Tinggal Tulang Berbalut Kulit
Dalam dua bulan terakhir, kondisi tubuhnya tak kunjung membaik. Sang ibunda, telah membeli susu formula untuk meningkatkan berat badan bayinya. Dia juga mendatangi pos layanan kesehatan terpadu untuk mendapatkan susu formula gratis. "Tapi katanya tak ada gratis, maka kami beli. Saya sudah ke Posyandu," sebut Mariani.
Kehidupan keluarga itu terbilang memprihatinkan. Pendapatan suaminya sebagai nelayan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga apalagi membeli susu formula untuk meningkatkan berat badan bayinya.
"Harga susu per kaleng Rp 150.000. Suami saya melaut di Banda Aceh, bekerja sebagai penarik boat di kapal orang. Dua minggu sekali pulang dengan pendapatan tak menentu," sebut dia.
Matanya terlihat memerah. Sejurus kemudian bulingan jernih menetes pelan di pipinya. Sementara Susiani menggerakan tubuh mungilnya dengan senyum simpul.
Tiga bulan lalu, bidan dari Puskesmas Madat, Aceh Timur, pernah dua kali mengunjungi bayinya. Setelah itu, mereka tak pernah datang lagi ke rumah mungil itu. Dia berharap, pemerintah membantu pengobatan buah hatinya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh Timur, Zulfikry, menduga bayi itu menderita gizi buruk kategori ringan, dalam istilah medis sambung Zulfikry disebut gizi kurang.
Dia bahkan menyebutkan kondisi bayi itu tak ada hubungannya dengan proses kelahiran prematur.
"Solusi utamanya, harus diberi asupan gizi yang cukup dan upayakan tetap memberi air susu ibu. Biarpun ada susu penambah berat badan, susu ibunya juga harus tetap diberikan. Kami akan segera menghubungi pihak Puskesmas Madat, supaya anak ini mendapat penanganan terbaik," ujar Zulfikry.
Kisah pemilik yayasan menelantarkan anak asuhnya seperti di Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu, terjadi di Demak, Jawa Tengah. Polres Demak menetapkan pemilik Yayasan Al Hajar sebagai tersangka kasus dugaan yayasan ilegal dan penelantaran anak. Dari hasil penyidikan kasus dugaan penelantaran anak asuh Yayasan Al Hajar di Desa Karang Mlati, Kota Demak, polisi menemukan bukti adanya kelalaian yang menyebabkan dua anak asuh menderita gizi buruk. Dari olah TKP juga diketahui bahwa tempat penampungan anak yang dikelola yayasan tidak layak huni. Pemilik Yayasan Al Hajar, Ulin Nuha, juga tidak mengantongi izin pendirian yayasan penampungan anak. Polisi menjerat tersangka dengan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar