Selasa, 24 Oktober 2017

Saat Pedagang Kopi Keliling Bangga dengan Kehebatan Putrinya

JAKARTA, KOMPAS.com - Monica (15), putri seorang pedagang kopi keliling di Jakarta, berkesempatan menyuarakan perlawanan kekerasan seksual terhadap anak di kancah internasional. Tentu saja itu merupakan sebuah pengalaman berharga sepanjang hidupnya.

Monica dan dua perwakilan dari Indonesia lainnya,  yaitu Kristianus Tigor Kogoya (16) dari Jayawijaya, Papua, dan Lusia Futboe (16) dari Kupang, Nusa Tenggara Timur mewakili Indonesia untuk menghadiri undangan The WHO 8th Milestones of Global Campaign for Violence Prevention Meeting pada 19-20 Oktober 2017 di Ottawa Kanada.

Monica menulis sebuah artikel bertema perlawanan kekerasan seksual terhadap anak. Berkat artikelnya itu ia berkesempatan bertemu para perwakilan negara lain dan berbagi kisah di sana.

"Saya menceritakan kekerasan seksual terhadap anak yang sering saya lihat di lingkungan saya. Pulang dari Kanada saya ingin membagikan kisah dan pelajaran yang telah saya terima dari Kanada," kata Monica ketika ditemui di gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Senin (23/10/2017).

Namun kisah hidup Monica tak semudah remaja pada umumnya. Selama ini monica tinggal di sebuah asrama milik Yayasan Sahabat Manusia Pembutuh Cinta (HAMBA) di Yogyakarta. Ia di sana hanya bersama kakak kandungnya, David (18). 

Di asrama di Jogya itu Monica mengikuti banyak kegiatan yang membuat dirinya bertumbuh menjadi gadis yang aktif, ritis dan kemudian terpilih menjadi perwakilan Indonesia menuju Kanada.

Baca juga :Purwati, Pedagang Kopi Keliling yang Anaknya Berangkat ke Kanada

Ayahnya sudah lama meninggal karena kecelakaan saat berangkat kerja. Ibunya, Purwati hanya seorang pedagang kopi keliling di Jakarta. Kehidupan Purwati di Jakarta lekat dengan kesulitan. Ia sempat menikah lagi tetapi suami barunya meninggalkan dia.

Purwati memiliki KTP yang beralamat di Jalan Dahlia RT 08 RW 01 Kramat, Senen, Jakarta Pusat. Namun tempat tinggalnya itu ternyata terkena penggusuran. Ia kemudian hidup berpindah-pindah. Kondisi Purwati yang demikian membuat dirinya sulit dicari pada detik-detik jelang keberangkatan Monica ke Kanada. Soalnya, tanda tangan Purwati diperlukan untuk pengurusan visa Monica.

Setelah serangkaian pencarian, akhirnya Purwati ditemukan di tempat tinggal barunya di pertigaan Jalan Gandasuri belakang LP3I Jakarta Pusat.  Monica pun terbang ke Kanada.

Sepulang dari Kanada, Monica dipertemukan dengan Purwati. Saat itu Monica dan kedua temannya, diundang Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak untuk memaparkan pengalaman mereka selama beberapa hari di Ottawa, di depan Pri Budiarta, Sekretaris Menteri PPA, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan sejumlah aktivis sosial.

Mata Purwanti terus menatap putrinya saat dia memberikan pemaparan dengan suaranya yang lantang. Sesekali Purwanti tersenyum dan mengusap air mata, tanda bangga yang tak mampu lagi dibendung.

Baca juga : Cerita Monica, Putri Pedagang Kopi Keliling Saat Kembali dari Kanada

"Saya orang enggak punya, tapi anak saya kok pinter begitu, enggak malu-malu bicara di depan umum. Saya enggak nyangka," tutur Purwanti dengan mata berkaca-kaca.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search