Lis Sugiyani kembali mengingat detik-detik plafon kamar mandinya runtuh. "Itu plafon, bruak! di depan saya, saya langsung teriak, Mas, Mas! Saya cuma pakai handuk ke luar dan cari suami saya, seperti gempa rasanya,".
Lis adalah satu korban tower Base Transceiver Station (BTS) yang roboh di Bantar Jati, Cipayung, Jakarta Timur pada Minggu (26/11) lalu. Setidaknya, terdapat 3 rumah yang ikut terhantam akibat runtuhnya tower setinggi 25 meter dan berdiameter 100 sentimeter itu.
Genting-genting dan kayu masih berserakan saat kumparan menyambangi lokasi. Lis bersedia menceritakan kembali, betapa bersyukurnya ia melihat suaminya masih selamat. Sebelum rubuh, suami Lis memang sempat mengepel lantai kamar tidur.
"Untung sudah selesai mengepel sesaat sebelum saya mandi," kenang Lis.
Lis pun berandai-andai. Jika mereka berdua telah dikaruniai seorang anak, mungkin hal yang buruk akan terjadi pada anaknya. "Coba kalau saya punya bayi, mungkin dirinya sudah tak bernyawa," tuturnya.
Tower itu runtuh sekitar pukul 12.00 WIB. Terpaan angin kencang membuatnya tumbang dan merusak rumah-rumah di sekitarnya. Sebuah sepeda motor, dan tiga rumah yang dihuni oleh 4 Kepala Keluarga terdampak.
Rasa syukur tak hanya diungkap Lis. Ayu Purnama, salah satu penghuni rumah yang mengalami kerusakan di kamar tidur kedua anaknya, juga menceritakan hal senada. Jika saja Ayu menidurkan anak-anaknya di kamar itu, entah hal buruk apa yang akan terjadi.
"Alhamdulillah. Saya ada dua anak, ini yang umur 4 tahun dan 2 tahun. Minggu pagi ada keponakan mau datang, kalau dia datang pasti main sama dua anak saya di dalam kamar, main Hp, dan entah apa jadinya kalau kejadian," ujarnya.
Sedangkan korban paling parah dialami oleh Selvi, ia mengalami luka di pelipis kiri nya. Sebelum kejadian, Selvi sedang belajar di kamarnya. Entah mengapa, hari itu ia mengajak ibu nya untuk menemaninya belajar. Biasanya, gadis tersebut selalu belajar sendiri.
"Si Selvi lebih ngeri ceritanya. Saat tower rubuh dia lagi belajar tuh ditemani ibunya, dan ketika kejadian ia beruntung bisa keluar kamar, karena pintunya terganjal sebuah kayu," ujar Ayu, menceritakan tentang Selvi.
"Enggak tahu kalau dia enggak bisa keluar, bisa kena rubuhan material kali itu anak, mungkin ya anak yatim ya, ada yang melindungi. Allah memang Maha Tahu," sambung Ayu.
Joni Dasir, seorang pemilik warung yang hanya berlokasi 50 meter di tempat kejadian perkara, ikut menyaksikan bagaimana angin kencang itu menumbangkan tower. Sebelum rubuh, angin sempat membuat kayu-kayu di jalanan tertiup dan berputar-putar di udara.
"Waktu itu angin datang, siur-siur gitu bunyinya, sempat menerbangkan kayu dan berputar di atas situ, (menunjuk arah depan warungnya) saya takut pohon tinggi di depan rubuh," ujar Joni.
"Tapi kemudian dengar suara buuuuum!, dan gema nya terasa sampai sini, kayak ledakan bom, dan saya lihat tiang biru sudah melintang, sampah bertebaran di udara genting dan banyak serpihan lainya. Pas saya datangi lokasi towernya, baut-baut itu sudah lepas semua," kata Joni.
Beruntung nya, kondisi jalanan saat itu masih sepi. Sehingga tidak ada pengguna jalan yang terkena musibah tersebut. Sekitar 20 menit kemudian, petugas pemadam kebakaran dan petugas kelurahan, mulai berbondong-bondong ke lokasi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta menyebut tower BTS itu milik perusahaan telekomunikasi Telkomsel. Setelah tower tumbang karena angin, perwakilan Telkomsel langsung menemui warga yang rumahnya rusak tertimpa pemancar sinyal tersebut.
Telkomsel akan menyediakan tempat tinggal sementara, mengganti kerusakan, hingga memberikan biaya santunan. Ganti rugi dan tempat tinggal sementara diberikan untuk penghuni empat rumah yang rusak tertimpa tower tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar