Liputan6.com, Tokyo - Setelah didiagnosis menderita leukimia pada Juli, seorang kakek asal Jepang memutuskan untuk tindak menjalani pengobatan terhadap penyakitnya dan memilih perawatan paliatif.
Katsuo Saito, nama kakek berusia 89 tahun itu, harus menghadapi kenyataan akan minimnya tempat tidur di rumah sakit di Jepang.
Saito kesulitan menemukan tempat di rumah sakit, menyebabkan dirinya menghabiskan pekan-pekan terakhir di apartemennya di Tokyo, sendirian. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia pada Rabu (29/11/2017).
"Ada sekitar 20 orang dalam daftar tunggu di rumah sakit," ujar Saito.
Saito akhirnya mendapatkan kamar di rumah sakit pada September dan meninggal dua hari kemudian.
Kebanyakan warga Jepang sebenarnya enggan "berpulang" di rumah. Mereka tidak ingin membebani anggota keluarga lain, dan merasa rumah sakit sebagai tempat yang lebih nyaman.
Menghabiskan hari-hari terakhir sebelum tutup usia di rumah mungkin menjadi pilihan yang banyak diambil di Jepang. Hal tersebut dilakukan demi mengikuti situasi terkini, di mana kamar untuk para lansia di rumah sakit Jepang semakin langka.
Tercatat, satu dari empat penghuni kamar di sana berusia di atas 65 tahun.
Petugas Kesehatan setempat memprediksi, rumah sakit Jepang akan kekurangan lebih dari 470 ribu tempat tidur pada 2030.
Yuu Yasui, seorang dokter yang bekerja di Klinik Yamato mengatakan, "Saya pikir, kita (Jepang) memerlukan jasa seorang dokter, yang mau merawat seseorang di rumahnya hingga ajal menjemputnya."
Yasui sendiri sebagai seorang dokter telah mengurus lebih dari 500 kematian di rumah sejak 2013. Dia berharap dapat memberikan perawatan rumah bagi orang yang sakit parah.
Salah satu contoh manula yang melakukan perawatan rumah adalah Mitsuru Ninuma. Nenek berusia 69 tahun itu memilih tinggal di rumah untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan cucu dan anjing kesayangannya.
"Perawatan rumah memungkinkan warga Jepang untuk menghabiskan waktunya sebaik mungkin selama mereka bisa. Ini sangat bagus," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar