Rabu, 20 Desember 2017

HEADLINE: Relakan ITB demi Rawat 9 Adik, Ada Harapan untuk Izhak?

Liputan6.com, Jakarta - Kisah hidup Muhammad Izhak menggugah hati banyak orang. Mereka tergerak untuk membantu mantan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) asal Polewali Mandar yang terpaksa putus kuliah demi merawat sembilan adiknya.

Mereka bersepuluh adalah yatim piatu. Izhak anak pertama. Ia menjadi orangtua pengganti sekaligus tulang punggung bagi keluarganya. 

Salah satu yang menyatakan bersedia membantu adalah Ketua Ikatan Alumni ITB periode 2007-2011, Hatta Radjasa. Hal ini diungkapkan langsung oleh Izhak saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 19 Desember 2017.

Pemuda 22 tahun itu mengatakan, Hatta telah menelponnya belum lama ini, untuk menawarkan bantuan.

"Kemarin Pak Hatta Radjasa telepon saya tawarkan kuliah kembali di ITB, di jurusan yang sama," kata Izhak.

Tak hanya Hatta, banyak orang lain juga menghubungi Izhak untuk membantu meringankan beban hidup yang tengah dialaminya.

Termasuk, seorang ibu rumah tangga yang ingin memberikan bantuan Rp 500 ribu dan baju anak-anak.

Kisah hidup Izhak yang rela menukar beasiswa dan statusnya sebagai mahasiswa ITB dengan pulang ke kampung halamannya demi merawat sembilan adiknya, terungkap pertama kali dari seorang temannya yang kebetulan adalah anggota Gerakan Peduli Sosial Polewali Mandar (GPS-PM).

Kelompok yang beranggotakan anak-anak muda tersebut mencari tahu kehidupan Izhak dan kemudian mengunggahnya di media sosial pada 13 Desember 2017. Kisahnya pun langsung viral di media sosial.

Izhak sendiri bisa kuliah di ITB, karena mendapat Beasiswa Pendidikan untuk Mahasiswa Miskin (Bidikmisi) pada 2013. Ia mengambil jurusan Teknik Kimia.

Namun Tuhan berkata lain. Setelah kuliah empat semester lamanya, sang ibu, Samiah, jatuh sakit. Ayahnya, Ilyas, pun mulai sakit-sakitan.

Demi merawat orangtua dan adik-adiknya, Izhak pun pulang ke kampung halamannya di Dusun Tojang, Desa Pasiang, Kecamatan Matakali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Pada 13 Februari 2017, sang ibu meninggal karena menderita penyakit tumor derektum. Menyusul ayahnya yang berpulang pada 22 November 2017 karena penyakit tuberculosis (TBC). Izhak dan 9 adiknya pun yatim piatu.

"Keputusannya untuk berhenti kuliah diambil sejak ibunya meninggal," jelas salah seorang anggota GPS-PM, April Myathi, kepada Liputan6.com, Jumat, 15 Desember 2017.

Kini sepeninggal orangtuanya, Izhak mengambil alih tanggung jawab. Dua adiknya masih duduk di bangku SMP, 3 orang di bangku SD, 1 orang masih TK, dan satu lagi masih berusia 19 bulan. Satu adiknya lagi, Hasnawati (20) tengah kuliah di STAIN Pare-Pare dan satunya lagi, Aslan (18), tidak sekolah sejak tamat SD.

Layaknya seorang ibu, setiap pagi Izhak mempersiapkan kebutuhan seluruh adik-adiknya yang hendak pergi ke sekolah, mulai dari memandikan mereka sampai menyiapkan sarapan.

Untuk menghidupi keluarganya, Izhak membuat gula aren dibantu adik-adiknya. Dia juga mendapat bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PHK), dan adik-adiknya bisa sekolah dengan bantuan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP).

"Per empat hari dia bisa bikin 20 sampai 30 bungkus gula merah (gula aren), per bungkusnya itu dijual Rp 6 ribu. Ada juga sapi dia rawat peninggalan dari bapaknya," April menambahkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search