Sabtu, 23 Desember 2017

Tio Pakusadewo, Kisah Aktor Senior Penuh Talenta dan Jerat Narkoba

DUNIA hiburan tanah air kembali digemparkan dengan penangkapan artis terkait penyalahgunaan narkoba. Setelah sebelumnya Tora Sudiro, Macello Tahitoe atau Ello, hingga Safitri Crespin alias Safi, kali ini giliran aktor senior Tio Pakusadewo yang diringkus Petugas Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.

Seperti dilansir Kantor Berita Antara, Tio Pakusadewo terbukti positif mengkonsumsi narkotika jenis sabu-sabu dengan barang bukti sabu seberat 1,06 gram.

Ini bukan pertama kalinya berjibaku dengan narkoba. Tio sebelumnya juga diketahui bermasalah dengan Narkoba pada era 1990-an, yang membuatnya menghilang dari dunia film, sebelum akhirnya kembali pada tahun 2004.

Tio yang tersandung kasus narkoba, kembali menambah panjang daftar miris kehidupan aktor dibalik gemerlap industri perfilman tanah air. Hal ini mengingat Tio Pakusadewo adalah sosok aktor yang gemilang dengan rentetan film-film layar lebar yang pernah dibintanginya.

Tercatat, Tio terjun di dunia perfilman sejak tahun 1987-an. Namun ia mulai dikenal publik dengan perannya dalam film layar lebar Cinta Dalam Sepotong Roti (1990). Ia bahkan meraih  Piala Citra di Festival Film Indonesia 1991 untuk kategori Aktor Terbaik, untuk film 'Lagu Untuk Seruni'.

Pria kelahiran 2 September 1963 itu kembali meraih piala citra pada tahun 2009, untuk Pemeran Utama Pria Terbaik lewat film 'Identitas'. Pada nominasi tersebut, Tio bersaing dengan Emir Mahiri (Garuda di Dadaku), Reza Rahardian (Emak Ingin Naik Haji), Vino G Bastian (Serigala Terakhir), dan Yama Carlos (Rumah Maida).

Depresi

Apakah depresi menjadi salah satu penyebab Tio terjerumus narkoba? Tidak diketahui pasti. Namun Tio pernah mengungkapkan, dalam hidupnya ia memang berhadapan dengan orang-orang yang mengalami depresi. Salah satunya adalah sang istri,  Yvonne Ligaya Simorangkir, yang belakang diketahui keduanya telah bercerai.

Hal tersebut diungkapkan Tio pada 2015 silam dalam peluncuran film 'I am Hope'. Film tersebut berkisah tentang dinamika perjuangan seorang gadis muda bernama Mia (Tatjana Saphira) yang divonis mengidap kanker. Sedangkan peran ayah si gadis, dipercayakan kepada Tio Pakusadewo.

Tio mengungkapkan, tahu betul bagaimana perasaan penderita kanker. Karena ia menghadapi tekanan yang luar biasa dalam kehidupan nyata. Tia mengatakan, sang istri ingin bunuh diri karena tak sanggup menghadapi derita kanker.

"Istri saya mengidap penyakit kanker ovarium stadium empat dalam perawatan di rumah sakit Singapura. Istri saya sudah putus asa karena penyakitnya tidak kunjung sembuh. Dia sempat bilang sama saya ingin bunuh diri saja," tutur Tio kala itu.

Dari situlah, lanjut Tio, dirinya belajar menghadapi orang-orang yang depresi.

Penuh gagasan

Tidak hanya piawai dalam seni peran. Tio Pakusadewo juga merupakan sosok yang penuh gagasan. Salah satunya adalah gagasannya dalam film 'Pantja Sila: Cita-Cita dan Realita' (2016).

Film ini lahir dari gagasan Tio, dan didukung oleh produser senior Tino Saroengallo. Keduanya kemudian bertindak langsung sebagai produser sekaligus sutradara dalam film ini. 

'Pantja Sila: Cita-Cita dan Realita berbeda dengan film "Ketika Bung di Ende" Karya Viva Westi dan "Soekarno: Indonesia Merdeka" karya Hanung Bramantyo tahun 2013 lalu.

Melalui film ini Tio Pakusadewo 'membunyikan' kembali Pidato Soekarno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPU-PKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Pidato yang kemudian dicatat oleh sejarah sebagai pidato kelahiran Pancasila dan tanggal 1 Juni kemudian secara resmi dinobatkan oleh pemerintah sebagai Hari Lahir Pancasila. Film ini diproduksi oleh Jakarta Media Syndication, Geppetto Productions.

Kritis

Tio Pakusadewo juga merupakan sosok yang kritis. Ia bahkan pernah mengkritik wartawan yang mewawancarainya tanpa data.

Seperti diberitakan 'PR' edisi 12 Mei 2010, Tio mengkritik wartawan yang mencecarnya dengan pertanyaan pedas mengenai alasan dia kerap tampil sebagai tokoh antagonis dalam film-film yang dibintanginya.

Aktor bernama lengkap Irwan Susetyo Pakusadewo yang tidak merasa sering memerankan tokoh antagonis seperti yang diperkarakan sang wartawan itu, balik pertanya kepada orang yang mewawancarainya. 

'Saya tanya, film mana yang dia maksud. Dari sepuluh film yang pernah dibintangi, saya tanya mana yang menyertakan saya sebagai tokoh antagonis. Eh dia justru tidak bisa jawab. Itu kan tandanya dia tidak tahu apa-apa dan asal bertanya saja. Dasar," tuturnya geram saat menceritakan kejadian tersebut.

Meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan jurnalistik, Tio Pakusadewo memahami bahwa wartawan yang akan mewawancarai narasumbernya harus membekali diri dengan informasi tentang si narasumber. Jika tidak, ibarat prajurit yang maju ke medan perang tanpa membawa senjata.

"Kalau sudah begitu, ya pasti kalah sebelum bertanding dong. Semestinya wartawan lain jangan sampai melakukan hal yang demikian. Apa jadinya media massa di Indonesia ini kalau isinya hanya tebakan atau rekaan dari wartawan yang membuat beritanya. padahal kan selama ini, media juga masih dapat dipercaya untuk dijadikan sumber acuan akan fakta dan peristiwa yang terjadi di negeri ini," tuturnya.***

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search