:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1964052/original/070939400_1520264874-IMG_4401.jpg)
Liputan6.com, Kupang - Sebuah bangunan ringkih berdiri dengan atap setumpuk daun kering pohon gewang, dan dinding berlapiskan potongan kayu batang pohon yang sama. Tiada ubin sebagai alas lantai. Semua rata dengan tanah.
Begitulah penampakan SMPN 5 Sulamu, Desa Bipolo, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Ada tiga bangunan yang berisi lima kelas dengan kondisi seperti itu, kalau hujan ya bocor karena atap bolong-bolong, tampias juga," kata Kepala Sekolah Gasper Snae di lokasi saat tinjauan BUMN press tour, Senin (5/3/2018).
Peninjauan Liputan6.com di lokasi, ternyata bukan sekedar infrastruktur yang masih jauh dari kata cukup. Sarana-prasarana penunjang, seperti bangku, meja, papan tulis dan kapur juga menjadi hal lain yang wajib mendapat perhatian khusus. Padahal, SMPN 5 Sulamu memiliki siswa-siswi terbilang banyak yakni 148 pelajar, mulai dari kelas 7, 8, hingga 9.
Selain masalah di atas, Gasper mengungkap, hanya baru dua guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sisanya, 20 tenaga pengajar masih berstatus honorer.
"Para guru digaji per bulan Rp 250 ribu, tapi bisa baru turun per tiga bulan. Karena iuran siswa yang Rp 25 ribu per bulannya, kadang baru pada bayar menjelang mid-test," terang Gasper.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Angin puting beliung yang terjadi selama 10 menit itu juga merusak rumah ibadah dan tiga sekolah, salah satunya SMA Negeri 1 Sumbul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar