Kamis, 05 April 2018

Jejak Mulia dan Kisah Mistis Bosscha, Sang Raja Teh Priangan

Selesai mengitari perkebunan teh yang kini dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, arahkan pada rumah peninggalan sang meneer. Tak jauh dari gerbang utama Perkebunan Teh Malabar atau sekitar 5 menit perjalanan menggunakan roda empat, rumah Bosscha adalah tujuan berikutnya.

Liputan6.com coba memasuki rumah. Tapi, sebelumnya, membayar terlebih dulu tiket retribusi sebesar Rp 5.000. Lalu, pemandu mempersilakan masuk ke rumah yang dahulunya menjadi tempat Bosscha banyak menghabiskan waktu selain berkeliling kebun itu.

Masuk lewat pintu bagian belakang rumah, hawa sejuk seketika berubah menjadi hangat saat memasuki kediaman sang Meneer. Terpampang foto hitam-putih di atas dinding menuju ruang tengah dengan ciri pria gemuk, berkumis dengan senyum simpul. Dialah Bosscha.

Pengelola rumah benar-benar memerhatikan isi ruangan. Sejumlah properti dari abad 18 dan 19 masih terawat dengan baik. Mulai dari sofa antik, meja makan, kursi kayu, serta lampu yang selaras dengan suasana jadul (zaman dahulu). Yang tak kalah pentingnya adalah piano Zeitter & Winkelmann buatan 1837 yang masih menghasilkan suara dengan baik.Sejumlah properti dari abad ke-18 dan 19 masih terawat dengan baik di rumah peninggalan Raja Teh Priangan, Karel Albert Rudolf Bosscha, di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)Ujang, salah seorang staf keamanan Rumah Bosscha menuturkan, pernah atap rumah roboh karena kejadian gempa beberapa tahun lalu. Meski begitu, bagian bangunan tidak mengalami kerusakan berarti.

Bangunan satu lantai dan beratap rendah ini juga memiliki satu bagian yang teramat penting yaitu ruang bawah tanah. Namun, fungsinya saat ini untuk menyimpan barang.

"Dulunya masih berfungsi sebagai tempat evakuasi gempa. Sekarang tempatnya dipakai menyimpan beberapa barang yang sudah tak terpakai," kata Ujang, Minggu, 19 Maret 2018.

Rumah kediaman sang administrator (direktur utama) perkebunan teh ini berlokasi tak jauh dari Gunung Nini, salah satu tempat favorit Bosscha. Di tempat yang sebenarnya bukit itu, juragan perkebunan mengamati kegiatan perkebunannya. Jika kabut tak menghalangi, maka dia akan bisa memantau segala aktivitas di kebunnya yang luas itu.

Kembali ke rumah Bosscha, tepat di belakang rumah terdapat Wisma Malabar (The Malabar Cottage) yang dikelola PTPN VIII. Tersedia kamar untuk menginap bagi wisatawan yang berkunjung. Sewanya mulai dari Rp 325 ribu (awal-tengah pekan) dan Rp 475 ribu (akhir pekan).

"Yang menginap ada yang dari luar kota sampai luar negeri. Paling ramai kalau sudah akhir pekan," Ujang menerangkan.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search