Liputan6.com, Gorontalo - Hari itu Jaka (64) dan rekannya, Madi (41), sibuk memindahkan telur burung maleo (Macrocephalon maleo) dari lubangnya ke lokasi peneluran Pohulongo. Lokasi itu merupakan hutan belantara yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Dengan terampil telur telur Maleo yang berhasil dikumpulkan, mereka memindahkan semua telur maleo ke sebuah bangunan hachery (tempat penetasan).
Baik Jaka maupun Madi bukan petugas yang berasal dari suatu lembaga lingkungan milik negara ataupun organisasi konservasi. Mereka adalah petani dari Desa Pinogu. Sebuah desa di Kecamatan Pinogu dan terletak di tengah kawasan hutan TNBNW.
Keikutsertaan keduanya dalam mengurusi burung maleo berawal dari keprihatinan tentang kondisi burung endemik Sulawesi yang terancam punah kelestariannya. Mereka pun mencari cara bagaimana bisa ikut terlibat dalam upaya penyelamatan dan pelestarian burung dengan ciri khas jambul keras berwarna hitam ini.
"Karena khawatir punah, waktu itu kami berinisiatif untuk menemui Pak Taufik Nadjamudin yang setiap harinya bertugas pengamanan TNBNW wilayah Pingou untuk membicarakan pelestarian Maleo," tutur Madi Rabu, 4 April 2018.
Dari pertemuan itu tercetuslah kesepakatan untuk segera memulai kegiatan konservasi burung maleo. Sejak Desember 2017, mereka mulai mempersiapkan peralatan di lokasi peneluran maleo di Pohulongo.
Tidak mudah mencapai lokasi peneluran Pohulongo di belantara hutan TNBNW. Kedua petani itupun membuat rakit kecil sebagai alat transportasi menyusuri Sungai Bone. Setiba di lokasi, mereka bergegas untuk membersihkan rerumputan, semak belukar, akar kayu dan rumpun bambu dengan mengunakan alat parang, cangkul, dan sekop.
"Semak dan rerumputan dibersihkan karena menutupi lubang peneluran. Sejauh ini baru 0,2 hektare berhasil dibersihkan dari luas total area peneluran sekitar 1 hektare," ungkap Madi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar