Sebuah pameran fotografi yang digelar di London mengeksplorasi masyarakat terpinggirkan: mulai dari anak jalanan AS, gangster Tokyo hingga hippie Soviet.
"Saya tertarik pada mereka yang tak tergolong orang-orang beruntung, yang mungkin mendapati masa-masa yang keras untuk bertahan hidup, dan menceritakan kisah mereka."
Kutipan yang berasal dari Mary Ellen Mark, salah satu dari 20 fotografer yang karyanya ditampilkan dalam pameran di Barbican, London, pada bulan lalu, tampak mengungkapkan benang merah dalam karya-karyanya.
Foto-fotonya berkisar dari anak-anak jalanan New York, anggota gangster Yakuza dengan tato di sekujur tubuhnya, hingga geng motor ke pemain sirkus - itu semua hasil dari kolaborasi antara fotografer dan para subjek.
Pameran brjudul Another Kind of Life : Photography on the Margins itu mencakup lebih dari 300 karya, dalam rentan sejak tahun 1950 hingga kini.
"Ini semua adalah karya fotografer yang memiliki cara-cara tersendiri dalam keterlibatan yang berkelanjutkan dengan komunitas dan individu yang mereka potret," kurator Alona Pardo mengatakan kepada BBC Culture.
"Baik itu Paz Errázuriz, yang tinggal di rumah bordil dengan komunitas transgender ... atau Teresa Margolles yang menghabiskan 10 tahun bekerja dengan pekerja seks transgender."
Kendati gambar-gambar itu mendokumentasikan orang-orang yang hidup di pinggiran, yang berada di luar arus utama, tidak pernah muncul kesan voyeurisme, atau eksploitasi dari karya yang dipamerkan.
"Untuk beberapa seniman dan karya yang kami pamerkan, ini tentang partisipasi pribadi mereka sendiri di dunia-dunia itu," kata Pardo.
"Mereka berhasil memasuki pintu-pintu itu. Mereka orang luar tetapi mereka menjadi orang dalam, setidaknya untuk waktu tertentu agar subyek mereka mempercayai mereka dan merasa nyaman. Tetapi terlepas dari apakah itu brsifat sementara atau permanen, mereka semua sudah menjadi bagian dari kehidupan komunitas ini. "
Eksposur positif
Errázuriz melihat karyanya sebagai pendekatan antropologis.
"Ada hubungan yang dia ikuti dengan komunitas dan subjek di mana dia mencoba untuk memahami dan berbagi pengalaman dengan mereka - dan kemudian pemirsa," kata Pardo.
Fotografer Chili ini menjadi guru sekolah ketika Augusto Pinochet merebut kekuasaan pada tahun 1973 setelah kudeta militer. Dia berhenti sebagai pengajar, dan beralih menjadi fotografer.
"Fotografi membiarkan saya berpartisipasi dengan cara saya sendiri dalam perlawanan," kata Errázuriz.
"Itu adalah cara kami menunjukkan bahwa kami ada di sana dan melawan."
Dia memilih untuk memotret orang-orang yang jadi sasaran rezim baru. Setelah berteman dengan sekelompok waria, beberapa di antaranya bekerja sebagai pelacur, ia tinggal bersama mereka di rumah pelacuran bawah tanah di kota-kota Santiago dan Talca.
Errázuriz bekerja pada seri Adam's Apple-nya selama hampir satu dekade, mengembangkan hubungan yang erat dengan dua waria bersaudara, Pilar dan Evelyn.
"Saya tidak berkomentar tentang kehidupan mereka, saya ingin menjadi lebih sebagai kaki tangan daripada orang asing atau orang luar," katanya.
Dan kendati gambar-gambar itu tidak brbicara terlalu politis, karya-karya itu merupakan aksi pembangkangan.
"Komunitas yang dia foto adalah subjek penganiayaan, kebrutalan polisi," kata Pardo.
"Tidak hanya figur yang dia potret hidup dalam pengalaman yang sangat sembunyi-sembunyi di bawah radar rezim yang diatur dan dikendalikan ini - jauh dari pandangan mereka - tetapi sebagai seorang fotografer, dia juga menghadapi risiko pribadi yang besar. Jadi itu menjadi bukan hanya tindakan perlawanan politik bagi dia tetapi fotografi juga menangkap itu dan berdiri dengan sangat tegap menentang rezim. "
Fotografer lain yang karyanya menantang institusi negara dengan cara halus, Igor Palmin, mengambil gambar hippies di Uni Soviet yang jauh dari klise 'Summer of Love'.
Dijelaskan dalam katalog Another Kind of Life sebagai "foto-foto kaum muda budaya tandingan yang putus asa yang mengisi lanskap pasca-industri apokaliptik", gambar-gambar itu diambil di situs penggalian arkeologi pada tahun 1977.
"Figur-figur ini adalah anak-anak dari latar belakang berkelimpahan, karena mereka bisa etap hidup nyaman tanpa harus bekerja," kata Pardo.
"Mereka akan datang ke tempat penggalian arkeologi ini dan menjadi pekrja di penggalian ini untuk membantu para akademisi dan arkeolog dalam kerja keras mereka, tetapi mereka tidak benar-benar melakukan banyak hal dan mereka mengenakan celana panjang dan bando dan memiliki rambut panjang bergelombang dan mereka membuang semua pakaian mereka, dan mendengarkan musik alternatif Rusia. "
Mereka menempati posisi yang ambigu dalam budaya Soviet.
"Mereka mengambil posisi anti-Soviet yang sangat mendalam, meskipun mereka sendiri akan mengatakan bahwa mereka tidak berpolitik," kata Pardo.
Gerakan hippy disebarkan melalui musik atau mode atau gaya - awalnya oleh anak-anak diplomat, yang terkena ide-ide Barat - di Rusia menandakan bentuk perlawanan.
"Hal itu menjadi sangat politis, dan mencapai tingkat yang didukung oleh rezim Soviet, karena dipandang sebagai gerakan anti-kapitalis - padahal pada dasarnya gerakan itu anti-otoriter, anti-kemapanan," kata Pardo.
"Bekerja adalah hal yang sangat penting dalam ekonomi Sosialis, Anda harus hidup dalam sistem itu, jadi gerakan itu mengakali sistem itu."
Dilahirkan untuk bebas
Foto-foto Palmin berfokus pada satu orang, yang terlihat melayang di sebuah gudang atau berdiri di atas mesin industri yang berkarat - seri ini disebut The Enchanted Wanderer.
"Karya-karya ini memiliki momen-momen Bob-Dylanesque, momen-momen utopis, tetapi menjadi politis di sini - pengembara yang terpesona yang merasa tidak harus melakukan dinas militer karena dia bilang bahwa dia memiliki masalah kejiwaan," kata Pardo.
"Mereka belajar untuk bekerja dengan sistem yang menguntungkan mereka untuk menghindari hidup apa yang dianggap sebagai 'gaya hidup Soviet' - yaitu mencari pekerjaan, bekerja, menikah.
"They're constantly fighting against that - and they have to do that through various means, whether it's by signing yourself off in psychiatric terms as mentally ill, or making ends meet by working on archaeological digs - because these were the places that were slightly out of the gaze of the controlling authorities, where they could be a bit more free - and that comes across."
"Mereka terus bertempur melawan itu - dan mereka harus melakukannya melalui berbagai cara, apakah dengan menggolongkan diri dalam istilah kejiwaan seprti sakit mental, atau memenuhi kebutuhan dengan bekerja pada penggalian arkeologi - karena bidang ini sedikit luput dari pengawasan otoritas penguasa. Sehingga mereka bisa sedikit lebih bebas."
Beberapa foto di Another Kind of Life mengungkap kelompok-kelompok yang hanya bisa menemukan kebebasan mereka dengan cara-cara tersembunyi.
Seri Casa Susanna menampilkan potret kaum pria cross-dresser (transgender, yang memgenakan pakaian dari gender berbeda) yang diambil di sebuah resor di New York selama 50-an dan 60-an. Bertengger di atas tumpuan kaki dengan mengenakan baju terusan dan sepatu hak tinggi, bersandar pada rak perapian di rok pensil dan twinset, duduk di ayunan dengan baju musim panas - para subjek menatap bangga ke kamera atau memiringkan kepala mereka dengan senyum, berpose di tempat tanpa sikap menghakimi.
"Berpose untuk foto memungkinkan ... munculnya kesempatan untuk membawa perempuan itu dalam jenis kehidupan yang hanya dimungkinkan lewat foto," tulis Sophie Hackett dalam katalog pameran.
"Ini hal yang menyenangkan sekaligus serius -sebuah perjalanan visual untuk menemukan sesuatu melalui foto-foto ini: diri yang mana yang paling cocok?"
Para waria dari Casa Susanna terlibat dalam perubahan politik serta transformasi pribadi.
"Majalah yang didirikan sebagai hasil dari retret itu, Transvestia, tidak hanya menyerukan penerimaan publik terhadap komunitas transgender yang sedang berkembang, tetapi juga perlindungan hukum dan kesadaran umum," kata Pardo.
"Saya menggunakan kata penerimaan, tetapi saya juga ingin menggunakan kata penghargaan - gagasan bahwa kami ingin menghargai, dan memulihkan komunitas ini yang juga membentuk bagian dari masyarakat kami."
Itu berlaku untuk semua karya yang dipamerkan di Another Kind of Life.
"Intinya adalah, karya-karya yang memberi tempat kepada komunitas-komunitas ini, dan kemudian dipublikasikan dan dilihat dan diakui secara kritis, telah membantu kami untuk memahami dengan lebih baik keberagaman suara di dunia kita," kata Pardo.
"Hal itu telah merupakan rekaman visual yang sangat penting tentang mereka - kita adalah makhluk yang sangat visual, - dan dengan memberikan catatan visual, pasti ada dampaknya. Jika Anda melihat majalah apa pun hari ini, Anda dapat melihat warisan para fotografer ini, tidak hanya dalam sikap estetika mereka, tetapi juga pada subjek, dan apa yang mereka pilih untuk memfokuskan kamera mereka."
Dan banyak masalah yang ditangkap dalam foto dari setengah abad yang lalu itu yang ters saja memberi pemahaman baru kepada kita sekarang.
"Sangat menarik untuk mengkaji, bahwa Casa Susanna terjadi di tahun 50-an, tetapi jika Anda melihat foto-foto Teresa Margolles tentang pekerja seks transgender di perbatasan AS-Meksiko yang diambil pada tahun 2016 - ternyata tidak banyak yang berubah. Komunitas transgender itu masih jadi korban kebrutalan, diskriminasi dalam segala hal."
Fotografi, kata Pardo, adalah salah satu cara terbaik untuk menantangnya.
"Mereka adalah kalangan yang terlupakan dan yang terpinggirkan - orang-orang yang tidak ingin kita lihat - dan foto-foto itu peristiwa untuk memberi tempat kepada mereka. Semua jenis penghakiman disingkirkan: tidak ada penghakiman di sini, hanya ada keinginan untuk mencerminkan secara akurat dan otentik hidup keseharian yang harus dilalui oleh sejumlah kalangan. "
Anda bisa membaca versi asli dari tulisan ini di Another kind of life: Fasacinating photos of outsiders di BBC Culture
Tidak ada komentar:
Posting Komentar