JAKARTA, KOMPAS.com - Sekilas tidak ada yang menyangka bahwa Umbu Tanggela (62) termasuk penyintas kanker kolorektal.
Dengan senyum yang tergurat di wajahnya ketika berbincang dengan Kompas com Selasa (3/4/2018), ia tak tampak sedang berjuang.
Namun bila diperhatikan lebih jeli, bagian kiri perutnya tampak lebih tebal dibandingkan sebelah kanan.
Sebagai penyintas kanker kolorektal, Umbu harus bergantung pada kantung stoma untuk buang air besar.
Umbu mengakui punya kebiasaan makan makan daging, jarang berolahraga, dan merokok meski tetap menyantap buah dan sayuran.
Rupanya gaya hidup tersebut ikut mendukung berkembangnya kanker. Tahun 2013, ia mengalami sulit buang air besar.
"Berulang kali saya kasih obat pencahar, malah keluar feses campur perdarahan," kenangnya menceritakan.
Darah yang mengucur itu membuatnya harus berangkat ke rumah sakit di daerah Gunung Putri Bogor.
Baca juga : Diare Tiap Hari, Perempuan Ini Tak Sadar Derita Kanker Kolon
Ia sempat dikira terkena wasir. Ia menjalani rawat inap di sana selama tiga hari hingga tidak lagi panas, lemas, dan pucat.
Namun, kesembuhannya tidak berlangsung lama. BAB berdarah disertai dengan gejala 'kliyengan' atau kepala terasa berputar nyaris linglung.
Ia dirujuk ke rumah sakit di Jakarta untuk mendapatkan tindakan colok dubur, tapi tidak ada wasir seperti yang disangkakan sebelumnya.
Dokter pun akhirnya mengambil langkah kolonoskopi, meneropong usus Umbu menggunakan kamera.
"Hasil kolonoskopi memastikan saya terkena kanker kolorektal. Saya langsung diminta operasi," ucap pria yang tidak mengutuk kejadian yang menimpanya.
Ia sempat diberi obat untuk mengatasi perdarahan itu, tapi tak kunjung berhenti. Oleh karena itu disarankan operasi segera.
Ketika ditanya, pada stadium berapa kala itu, ia tidak ingat. Pasalnya, yang terpenting baginya adalah kesembuhan. Bukan mengingat-ingat apalagi meratapi penyakit tersebut.
Hidup Pun Berubah
Menjalani operasi, usus besar dan anus Umbu dipotong. Anus ikut dipotong karena tumor dan dengan anus hanya berjarak 5 cm. Usus tidak bisa dilekatkan kembali.
Kini Umbu tidak bisa lepas dari kantong stoma. Proses pembuangan tinja dari usus disalurkan ke kantong stoma melalui lubang pada perut.
"Awalnya tidak diberi contoh cara pemasangan kantong ini. Akhirnya saya ngobrol dengan sesama pasien saat kontrol," keluhnya.
Mulanya ia juga mengalami kesulitan karena ada yang berubah pada dirinya. Bahkan hal tersebut masih dialaminya sampai sekarang.
"Sekarang kalau melukis tidak kuat duduk lama-lama, perutnya ada tekukan," ujar lelaki sembari mengenang kesehariannya pada masa lalu.
Sebagai seniman yang tergabung dalam Komunitas Rupa dan Teater Rumah 9 A Cibubur, Umbu memang aktif melukis.
Baca juga : Usia Pasien Kanker Kolon Semakin Muda
Umbu dulu betah berjam-berjam di depan kanvas. Namun sekarang, dua jam bertahan duduk saja sudah bagus.
Kini ia pun saat ini lebih pilih-pilih kamar mandi saat berada di tempat umum. Pasalnya, toilet jorok akan menyebabkan kantong stomanya tercemar.
Setelah kotoran terbuang ke lubang kakus, ia harus membersihkan kantung stomanya dengan cara membilas dengan air bersih.Air ini yang harus terjaga kualitasnya.
Kegiatan mandi juga bukan lagi hal ringan bagi Umbu. Jika tengah memakai kantong stoma yang one piece, tidak dilepas saat mandi.
Lain halnya dengan kantong two pieces yang terdiri dari piringan dan kantong yang harus dilepas. Dengan demikian, hidup jadi perlu lebih bersabar dan telaten.
Adaptasi
Kesibukan sebagai seniman mengharuskan Umbu berpergian.
Sebelum harus membawa kantong stoma, ia bebas plesir tanpa harus khawatir. Lain dengan sekarang, ia benar-benar mempersiapkan secara matang.
"Kalau pergi, saya harus pakai kantong stoma yang baru supaya tidak bocor. Selain itu juga bawa cadangan tiga sampai empat kantong," imbuh pria berambut gondrong terikat.
Setiap kali berpergian, mereka harus mengecek kelayakan kantong supaya tidak bocor di tengah perjalanan.
Setiap akan menggunakan transportasi umum jarak jauh seperti kereta, pesawat, kapal, dan bis, Umbu selalu memakai kantong baru. Tujuannya agar tidak penuh lalu bocor.
"Saya pun selalu jaga-jaga menempelkan plester supaya lebih kuat di kulit," bebernya.
Dalam seminggu, ia menghabiskan satu kantong stoma. Jika sedang berhemat, satu kantong ia pakai hingga sepuluh hari. Lantaran harga satu boks isi 10 kantong dalam kisaran 550-600 ribu rupiah.
Umbu berpesan bagi sesama penyintas kanker kolorektal untuk tidak patah semangat dengan apa yang ditanggung sekarang.
Baginya, lakoni saja yang telah Tuhan berikan. Ini adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik. "Sugesti positif tanamkan, 'kamu tidak sakit'," tandasnya.
Baca juga : Temuan Baru, Penyintas Kanker Testis Rentan Terkena Penyakit Jantung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar