Penggalan puisi berjudul 'Resep Membuat Jagat Raya' itu terdengar biasa saja. Namun, menjadi berbeda ketika yang menulisnya adalah anak perempuan berusia tujuh tahun bernama Abinaya Ghina Jamela.
Lewat didikan sang ibu, Yona Primadesi, Naya meninggalkan gadget lalu beralih berkawan dengan buku-buku. Setahun berselang, Naya berhasil menerbitkan sebuah buku kumpulan puisi yang diberi tajuk 'Resep Membuat Jagat Raya'. Kutipan puisi berjudul sama di atas ia tulis tahun lalu, saat ia masih berusia enam tahun.
Puisi tentang pembuatan alam semesta itu membuat buku Naya dianugerahi 10 besar karya terbaik dari Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 Kategori Terbitan Perdana dan Kedua. Keberhasilan Naya masuk dalam ajang penghargaan kesusastraan Indonesia itu, membuatnya dijuluki 'anak ajaib'.
Namun, Yona menampik sang buah hati berbeda dibanding anak-anak kebanyakan termasuk dari segi kecerdasan meski tak pernah melakukan pengujian IQ/EQ pada Naya.
"Naya, buat kami, sama seperti anak-anak lainnya, tidak ada yang spesial. Barangkali perlakuan kami pada Naya yang membuat Naya terlihat berbeda," tutur Yona saat berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Yona menyatakan kemampuan Naya berimajinasi dan merangkai kata ditemukan lewat proses didikan yang juga dapat dilakukan para orang tua lain. Menurut Yona, setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda yang harus ditemukan dan dituntun oleh orang tua. Untuk Naya, minat dan bakat itu adalah membaca dan menulis.
Foto: Dok. Pribadi |
Penemuan minat Naya, berlangsung tak sengaja saat Yona khawatir melihat anaknya mulai kecanduan dan tak bisa dilepaskan dari gadget. Sebagai orang tua yang juga merupakan tenaga pendidik di Universitas Negeri Padang, Yona merasa harus menjauhkan Naya dari gadget.
"Kami memutuskan untuk menghentikan konsumsi gadget Naya. Mau tidak mau, harus ada kegiatan untuk mengalihkan perhatian," ucap Yona.
Awalnya, Yona mengaku kesulitan menjauhkan Naya dari gadget yang sudah terlanjur adiktif. Tak jarang Naya menangis meraung-raung meluapkan kemarahannya. Tapi, Yona tetap bersikeras.
"Mengurangi pengaruh gadget ke Naya itu, sulit banget. Dia tantrum luar biasa. Tapi sebagai orang tua, harus konsisten biar anak juga belajar bagaimana harus bersikap."
"Buat kami, kuncinya dua: tega dan konsisten," kata Yona.
Setiap kali Naya meraung, Yona bakal membiarkannya menangis hingga puas.
"Bunda itu kayak marah-marah gitu pas mau jauhin Naya dari tv. Naya sampai nangis-nangis," ujar Naya saat ditanya mengenai sikap ibunya.
Tapi, Yona tak bakal luluh dengan tangisan Naya yang kian menjadi-jadi. Bagi Yona, jika sekali mengalah, anak bakal terbiasa menjadikan tangis sebagai senjata andalan.
"Jadi kami biarkan dia nangis hingga dia paham, dengan menangis dia tidak akan mendapatkan apa-apa. Karena jika tidak, menangis akan jadi senjata setelahnya. '
Aku nangis aja, nanti bunda pasti kasih kok'," tutur Yona.
Setelah Naya puas menangis, Yona bakal mengajak Naya berdiskusi dan memberi pengertian kenapa melarang menonton televisi dan menggunakan gawai. Agar adil, selain menerapkan peraturan pada Naya, Yona juga memberlakukan peraturan itu untuk seluruh orang di rumah.
Butuh waktu cukup lama yakni hampir dua bulan sampai Naya berhenti menangis dan memahami tv dan gadget tak baik untuk perkembangannya.
Kedekatan dengan buku
Mulanya, Yona menjejali Naya dengan berbagai aktivitas di luar rumah dan dikenalkan pada melukis. Suatu ketika, Naya meminta untuk diajarkan membaca dan menulis.
Yona lalu menuruti dan mulai memperkenalkan Naya dengan beragam bacaan. Untuk membangun minat membaca, Naya pertama kali diberi komik Doraemon dan Detective Conan. Saat minat itu sudah terbangun menjadi aktivitas rutin, Yona mengganti komik dengan ensiklopedia, novel, hingga buku filsafat.
"Bagi kami, bacaan pun harus berjenjang dan harus ada kebermanfataan dari teks yang dia baca," ucap Yona.
Mengambil manfaat dari buku dilakukan dengan saling berdiskusi usai membaca. Yona menyebut biasanya Naya akan bertanya tentang banyak hal yang menggugahnya. Mulai dari watak, tokoh, hingga lokasi di buku tersebut.
"Menurutku yang terpenting dari membaca, bukan proses membaca, tetapi sebelum dan sesudah membaca yaitu diskusi," ujar Yona.
Misalnya, saat membaca novel Empress Orchid karya Anchee Min, Naya bertanya tentang Kasim dan tetek bengek istana terlarang. Diskusi itu berlanjut sampai pada sejarah Cina klasik. Tak jarang, Naya mengeluarkan pertanyaan nyeleneh yang tak diduga-duga.
"Waktu itu dia nanya, apa itu 'berahi'. Aku kalau ingat itu suka senyum sendiri. Awalnya aku sempat bingung, bagaimana menjelaskannya pada Naya. Tapi, aku melihat peluang pendidikan seksual buat anakku," tutur Yona.
Yona lalu mencoba menjelaskan perkara seksual kepada Naya dengan logis dan sesuai pemahaman anak kelas 1 SD. Jika Yona tak bisa menjawab pertanyaan Naya, dia bakal meminta waktu untuk mencari tahu dan memberikan jawabannya kemudian.
"Jangan pernah diabaikan. Semua harus diakomodir dengan baik. Karena mereka bertanya sebagai proses belajar anak," ujar Yona.
Naya kini sudah membaca banyak buku. Meski tak ada jumlah pasti buku yang sudah dibaca Naya, gadis itu dapat melahap novel 400 halaman, dalam waktu tiga hingga delapan hari saja.
Menjaga minat baca Naya juga tak mudah. Ketika minat baca mulai menurun, Yona mengaku bakal membuat sandiwara untuk memancing rasa penasaran Naya. Sandiwara itu dapat berupa percakapan tentang penulis, buku atau kejadian yang berhubungan dengan sebuah buku.
Sandiwara itu bakal membuat Naya penasaran dan tertarik untuk membaca buku. Sandiwara itu juga merupakan bagian dari iklim kompetitif yang dibangun Yona terhadap Naya.
"Selama ini, metode itu ampuh," ujar Yona.
Dalam sehari-hari, Yona mengaku sering berkompetisi dengan Naya untuk memancing sikap antusias Naya. Misalnya saja perkara makan yang paling cepat, memencet tombol lift dan hal-hal remeh lainnya.
Di kompetisi, juga ada pemberian reward dan punishment yang berlaku. Setiap keberhasilan atau hal baik yang dilakukan Naya, dia bakal mendapat pujian, pelukan, serta ciuman. Sembari membaca, Naya juga menunjukkan minat dalam menulis. Saat Naya bisa menulis, Yona memberikan Naya sebuah buku dan memintanya menulis harian.
"Kami kasih nama, Jurnal Naya," ujar Yona.
Dari diari, Naya beranjak ke menulis puisi. Mulanya kegiatan itu hanya sebatas meminta pendapat Naya tentang puisi. Semakin lama, Naya mulai menulis puisinya sendiri dan berhasil dikumpulkan dalam buku Resep Membuat Jagat Raya.
Jika sedang suntuk, Naya yang memfavoritkan buku Lelaki Tua dan Laut karya Ernest Hemingway itu mengisi kegiatannya dengan berbicara sendiri. "Ngomong-ngomong konyol, cerita-cerita sendiri, ngomong-ngomong sendiri saja," ucap Naya.
Yona menilai 'ngomong-ngomong konyol' ini merupakan salah satu hobi Naya sejak dulu. Pernah saat berbelanja di mal, Naya berbicara dengan kawan-kawannya yang merupakan seekor singa, kancil dan katak.
"Setiap kali aku tanya sesuatu tiga binatang itu, dia akan langsung ambil posisi merangkak seperti binatang atau melompat seperti kodok, lalu mengeluarkan suara seperti hewan tersebut," kata Yona.
Kini, Naya yang punya banyak cita-cita mulai dari menjadi koki, penari, pemain piano, hingga arsitek itu tengah sibuk menggarap novel pertamanya yang berkisah tentang anak-anak. Novel itu rencananya bakal rilis Agustus 2018 mendatang.
"Rahasia," ujar Naya saat ditanya lebih lanjut tentang bukunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar