Liputan6.com, Singapura - Singapura dipilih menjadi lokasi pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. Keduanya akan bertatap muka di Capella Hotel, sebuah resor bintang lima yang terletak di Pulau Sentosa.
Pulau Sentosa, yang dalam bahasa Indonesia bermakna "damai dan sejahtera", terletak di bagian selatan Negeri Singa. Setiap jengkal tanah di sana terus dikembangkan untuk atraksi wisata, termasuk menghadirkan berbagai hotel dan resor berkelas dunia.
Pulau Sentosa menarik 20 juta pengunjung setiap tahun dengan pantai-pantainya yang memesona, kasino mewah, dan taman hiburan.
Namun, siapa sangka, Pulau Sentosa yang akan menjadi tuan rumah pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump, punya masa lalu yang kelam lagi brutal. Sebelum 1972, pulau tersebut dikenal sebagai Pulau Belakang Mati.
"Berabad-abad lalu, pulau ini sempat dijuluki sebagai Pulau Belakang Mati dalam peta, karena cerita pertumpahan darah dan pembajakan yang konon sering terjadi di kawasan ini," demikian dikutip dari situs visitsingapore.com, Senin (11/6/2018).
Semenatara itu, seperti dikutip dari News.com.au, ada sejumlah teori yang menjelaskan soal nama lama Pulau Sentosa tersebut.
Teori pertama menyebut, nama Pulau Belakang Mati menggambarkan keterkaitan wilayah seluas 4,71 km persegi itu dengan masa lalunya yang konon jadi lokasi persembunyian para bajak laut.
Teori lain mengaitkannya dengan legenda dunia roh yang tak kasat mata.
"Teori tersebut menyebut bahwa pulau itu menjadi 'surga' bagi 'roh prajurit' yang jenazahnya dimakamkan di Pulau Brani," demikian disampaikan National Library Board of Singapore. Pulau Brani terletak di daratan utama Singapura dan Pulau Sentosa.
Pendapat lain menyebut, nama Pulau Belakang Mati merujuk pada penyakit mematikan yang mewabah di pulau tersebut pada akhir 1840-an, yang nyaris menewaskan seluruh populasinya.
Pada masa penjajahan, di tengah Perang Dunia II yang kala itu berkobar, sejumlah kejadian mengerikan juga terjadi di Pulau Sentosa.
Bisa jadi, nama Pulau Belakang Mati berkaitan erat dengan kematian dan pertumpahan darah yang ada di sana.
Setelah Singapura diduduki Jepang pada 1942, Pulau Sentosa disulap menjadi kamp tahanan bagi tahanan perang dari Australia dan Inggris. Sejumlah hal mengerikan dan tak berperikemanusiaan dilaporkan terjadi.
Pulau tersebut juga jadi ladang pembantaian penduduk Singapura keturunan Tionghoa selama pendudukan Jepang. Mereka dieksekusi atas tudingan melakukan kegiatan anti-Jepang.
Para korban, diperintahkan berbaris di sepanjang pantai, kemudian dieksekusi tembak. Jasad-jasad mereka kemudian dibuang ke laut.
Pantai di mana eksekusi terjadi kini diubah menjadi lapangan golf mewah. Tak tersisa kesan mengerikan di sana.
Media Singapura Straits Times melaporkan, sekitar 300 jasad manusia terdampar di pantai selama pendudukan Jepang.
Fort Siloso, yang kini menjadi salah satu destinasi sejarah di Pulau Sentosa, selama perang berfungsi menjaga Singapura dari serbuan lawan.
Sejumlah bedil, bunker amunisi, dan terowongan kini dipamerkan bersama dengan koleksi memorabilia Perang Dunia II terbesar di Singapura.
Kini, Pulau Sentosa kembali akan tercatat dalam sejarah, menjadi lokasi pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un.
Saksikan video menarik terkait pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un berikut ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar