JAKARTA, KOMPAS.com - Di salah satu sudut pertokoan di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, seorang laki-laki yang telah uzur, duduk diam di tengah keramaian para pejalan kaki.
Tepat di sampingnya, berdiri meja reyot yang di atasnya terpajang sejumlah lembaran uang kertas serta kepingan uang kuno yang sangat jarang terlihat digunakan di masyarakat.
Syamsir namanya. Laki-laki berumur 79 tahun yang telah 28 tahun menjadi penjual uang kuno di Pasar Baru.
Mengenakan topi hitam dan kaos berwarna hijau cerah, Syamsir sesekali terlihat berbincang dengan orang yang ingin menjual sejumlah uang kuno.
Dengan kulit jemarinya yang telah keriput, Syamsir dengan telaten meneliti lembar demi lembar uang jadul tersebut. Sempat terdengar Syamsir dan calon penjual uang kuno berdebat mengenai uang yang tidak laik.
Tak berselang lama, calon penjual uang tersebut pergi dengan raut wajah muram. Namun, wajah Syamsir terlihat biasa saja.
Dia kembali duduk sambil menunggu penjual atau pembeli yang ingin membeli uang jadul yang dia miliki.
Ditemui Kompas.com di kawasan Pasar Baru, Senin (11/6/2018), Syamsir mengatakan pernah menekuni pekerjaan lain, salah satunya sebagai penukar uang asing atau money changer.
Namun, Syamsir mengatakan pekerjaan sebagai penjual uang kuno jauh lebih menguntungkan dibanding pekerjaan yang pernah ditekuninya itu.
"Kalau money changer kan ada risiko, belum lagi kalau uang itu palsu. Kalau jual uang kuno, saya bisa ambil untuk sekitar Rp 20.000 jual satu lembar saja," ujar Syamsir.
Syamsir membuka lapaknya mulai pukul 10.00 hingga 17.30, dari Senin hingga Jumat. Rata-rata dalam sehari Syamsir bisa mendapatkan omzet Rp 100.000.
Uang tersebut setiap hari dibawa Syamsir untuk kebutuhan keluarga, termasuk biaya sekolah anak-anaknya.
Kondisi Syamsir terbilang tidak prima lagi. Mata kanannya sudah tak lagi bisa melihat, sedangkan mata kanan sempat terkena penyakit katarak dan telah dioperasi. Namun, hal itu tak menyurutkan Syamsir untuk menafkahi keluarganya.
"Ada yang memang sekarang sudah berkeluarga. Tapi dulu kan mereka masih kecil, saya sekolahkan semuanya sampai SMA," ujar Syamsir.
Namun, pernah juga Syamsir pulang tidak membawa apa-apa. Dia terpaksa menggunakan uang hasil penjualan hari sebelumnya untuk membeli makanan.
Syamsir yang terbilang orang lama di kawasan itu, untungnya tak pernah diganggu atau dimintai uang keamanan oleh oknum warga sekitar. Syamsir mengaku telah mengenal hampir seluruh pedagang di kawasan tersebut.
Menjual uang dari berbagai negara
Selain mata uang rupiah, Syamsir menjual mata uang kuno dari berbagai negara, seperti Rusia, Inggris, Yugoslavia, Rumania, dan Bosnia dengan produksi di bawah 1990.
Syamsir juga sempat menyimpan satu lembar uang dari Irian Barat dengan nominal Rp 5. Untuk uang tersebut, Syamsir menjualnya dengan harga Rp 300.000.
Syamsir mengatakan, menjual uang kuno terbilang gampang-gampang susah. Ini karena si penjual membutuhkan keahlian melihat jenis uang langka yang dicari pembeli, serta jago tawar menawar dengan calon pembeli.
Adapun uang bergambar Presiden pertama RI Soekarno merupakan uang yang paling dicari para pembeli. Syamsir menyimpan beberapa lembar uang bergambar Soekarno dengan nominal Rp 1 hingga Rp 1.000.
Untuk uang dengan nominal Rp 1.000, dihargai sekitar Rp 1,5 juta. Pembeli uang bergambar Soekarno, kata Syamsir, berasal dari negara Afrika.
Adapun uang yang dijual Syamsir didapatkan dari masyarakat yang menjual uang tersebut. Syamsir kerap beradu argumen dengan calon penjual uang tersebut karena menolak membeli uang mereka.
"Kalau kondisi bagus, baik, dan menguntungkan pasti saya beli. Tapi, kadang warga itu bilang kenapa saya enggak mau beli semuanya, ya kadang kondisinya kurang bagus. Selain itu, nominalnya terlewat kecil jadi sulit dijual," ujar Syamsir.
Selain warga lokal, uang kuno yang dijual Syamsir juga cukup sering dibeli oleh turis asing. Misalnya turis asal Belanda. Jika melihat uang lama gulden, biasanya turis tersebut akan membelinya.
Pukul 17.30, waktunya Syamsir untuk menutup lapak. Setiap hari, dia selalu dijemput oleh anak laki-lakinya yang paling besar.
Seluruh uang kuno yang dijual, tidak dibawa kembali ke rumah. Syamsir menitipkan uang tersebut ke salah satu toko yang sudah dipercaya.
"Setiap sore saya pulang, anak saya selalu jemput. Pakai motor pulang enggak jauh kok dari sini," ujar Syamsir.
Syamsir bersyukur, dengan usahanya ini, dia mampu memberi kehidupan dan pendidikan yang pantas pada anak-anaknya meski tak sampai pendidikan sarjana.
Kini, anak-anaknya semuanya sudah bekerja. Ada yang membuka usaha, ada yang menjadi buruh. Buat dia, hal itu sudah cukup menggembirakannya. Apalagi, sebagian sudah berkeluarga dan memberinya cucu.
"Hal itu sudah cukup membuat saya bangga dan bersyukur...," ujar Syamsir sambil tersenyum.
Harga uang kuno bisa 100 kali lipat dari nilai tertera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar