DI pesisir pantai utara dekat dengan Pelabuhan Tegalsari Kota Tegal, ada sebuah perkampungan yang berdiri di atas tanah timbul. Kampung tersebut dikelilingi air laut dan termasuk wilayah kategori miskin serta terpencil. Listrik menyala hanya pada malam hari serta tidak ada air bersih.
Oleh masyarakat sekitar kampung itu dikenal sebagai Kampung Tirang. Kondisi tersebut menginspirasi sineas muda asli Tegal yang telah malang melintang di dunia produksi film, yaitu Wicaksono Wisnu Legowo untuk mengangkat kisah hidup para warga di Kampung Tirang melalui film layar lebar dengan lakon Turah.
Proses pembuatan film itu kini mulai dilaksanakan dengan menggandeng para pemain teater, wartawan dan masyarakat sekitar. Film dengan lakon Turah hasil skenario dan disutradarai oleh Wicaksono Wisnu Legowo itu menggambarkan situasi dan kondisi, kematian serta juga derita kemelaratan yang sudah menjadi bagian yang lekat dalam hidup penghuni Kampung Tirang.
Syukuran
Proses awal pembuatan film ditandai dengan acara syukuran di lokasi Kampung Tirang, Kamis (19/5). Menurut Wisnu, Jumat (20/5), lakon Turah merupakan gambaran sosok warga berusia 47 tahun yang berada pada posisi bimbang apakah akan tetap bertahan di sana atau pergi untuk hidup baru.
Ia adalah salah satu orang kepercayaan Darso (55), juragan pemilik seluruh aset yang ada di Kampung Tirang, penguasa dan satu-satunya tempat warga Kampung Tirang menggantungkan nasib. "Ada secuil mimpi dan harapan pada Turah bahwa kehidupannya akan meningkat, sebaik kehidupan Pakel (38), yang merupakan sarjana kota tangan kanan Darso yang makmur," katanya.
Dia mengemukakan, dengan harapan tersebut istri Turah, Kanti (45) akan bersedia hamil dan memberikan anak yang sudah sangat dirindukannya.
Dari serangkaian peristiwa yang tidak biasa terjadi di Kampung Tirang, Jagad (49) yang putus asa terang-terangan mengajak warga untuk melawan Darso dan Pakel. Namun sikap berontak sepertinya memang bukan bagian dari sikap hidup warga Kampung Tirang.
"Warga yang terbiasa manut dan sangat menghormati Darso menganggap kelakuan Jagad akan membahayakan kelangsungan hidup mereka semua di Kampung Tirang. Jagad yang makin menggila akhirnya masuk bui setelah berkelahi dengan Pakel," katanya.
Dari kejadian itu, istri dan anaknya Jagad memutuskan pergi dan mencampakkannya. Pada malam pertamanya di Kampung Tirang setelah keluar dari bui, Turah melihat Jagad diseret gerombolan orang tidak dikenal keluar dari rumahnya. Turah mendekat, ia hendak menolong Jagad namun langkahnya terhenti ketika seseorang entah dari arah mana mengalungkan arit ke leher Turah, mengancam nyawanya. Turah menjadi saksi sekaligus pelaku dalam kesengsaraan hidup yang menyedihkan sekaligus mencekam di Kampung Tirang.
Dengan apakah Turah akan bertahan di Kampung Tirang, menunggu harapannya terwujud sembari menghadapi ketakutan, kegelisahan, ketidakberdayaan beserta segenap borok kemelaratan atau pergi dan menjemput hidup baru yang juga tidak pasti ?
Wisnu mengemukakan, para pemain dalam film tersebut semuanya dari teman-teman teater Tegal -Tegal. Antara lain Yono Daryono yang merupakan pemeran Man Damin dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Kemudian, Rudi Iteng, Slamet Ambari, Ubaidillah.
Bontot Sukardar, Narti, Sulis dan Wawan Hoed. "Dalam film ini yang juga menarik menggunakan dialek tegalan. Film ini juga merupakan bentuk "perlawanan" di era globalisasi," katanya.
Dia menambahkan, tentang proses pembuatan, dalam latihan cukup lancar dan menyenangkan. Untuk readingselama dua minggu, bukan sekadar menghafal dialog tapi juga upaya memahami cerita dengan bahasa sehari-hari, yakni bahasa Tegal. Untuk produser film Turah, yaitu Ifa Isfansyah yang sebelumnya sukses menjadi produser film Siti (film terbaik FFI 2015). "Sesuai rencana pembuatan film selesai setelah Lebaran, lalu didistribusikan ke festival dan baru diedarkan secara nasional di bioskop se- Indonesia," ujarnya.
Wisnu berharap, film tersebut tidak hanya sukses di festival, tapi juga sukses di pasaran. Selain itu, juga untuk menepis anggapan orang bahwa bahasa tegal adalah bahasa guyon dan kasar, ternyata bahasa tegal dapat menjadi media ekspresi yang cukup dahsyat. (Wawan Hudiyanto-49)
Comments
comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar