Oleh Pius Rengka
Sahabat Umat Muslim
POS KUPANG.COM - Umat Muslim sejagat puasa sebulan. Itu langkah tak pernah mudah, meski sudah barang biasa di kalangan para sahabat. Telah teramat kerap di bulan ini, seluruh jagat muslim di bumi merunduk, merenungi nasib masa silam sambil tertatih berlangkah ke masa depan yang setia menanti di sana.
Puasa adalah pasrah manusiawi. Puasa adalah bekal jiwa nasib ziarah hidup bagi umat manusia merindukan surga. Puasa pulalah pendamai kuasa roh dan daging manusia, agar daging nan fana ini tak menguasai roh, melainkan roh mengatasi hasrat daging, hasrat tubuh. Demi kesucian hidup dan sejarah kekudusan itu, sejak lama hingga nanti, dan akan selalu begitu entah sampai kapan, roh dan daging saling menasihati.
Mereka berziarah di padang gurun kehidupan, menoreh kisah-kisah pilu, duka dan lara tentang sahabat, dan handai taulan, yang tertatih meraih langkah merajut kebaikan bersama. Juga puasa bermakna refleksi tentang manfaat gembira ria di alam nan fana ini. Tatkala para sahabat muslim menjalankan ibadah puasa sebulan, umat nasrani memanggil riuh bersimpuh hormat pada nihil kekerasan dan muslihat tipu daya demi sesuap dahaga bersama. Damai di bumi damai di hati dan sejuk di sudut relung sukma. Kita semua adalah sama. Muslim berpuasa, nasrani mengaji dalam janji damai nurani.
Tatkala puasa melatahkan tubuh bertahan dalam ketamakan tuntutan daging, rohani justru melangkah jauh ke pencarian sukma surga, mencari senyap Ilahi dalam pelukan azan lirih nun jauh di relung nasib umat manusia. Tatkala azan tiba membahana di angkasa, tiap kali itu pula terdengar lantunan kepasrahan hidup, kerenikan jasad dan tubuh, teringatlah kita pada kisah Bilal bin Rabah, pelantun agung azan sepanjang masa.
Bilal, pemuda berkulit legam. Dia datang dari kumpulan budak terbuang di negeri nun jauh. Tetapi, Bilal sahabat nan dekat Nabi Besar Muhammad SAW. Dia dibebaskan Nabi Muhammad SAW dari belenggu rantai perbudakan, serentak dengan itu dia membebaskan dirinya merengkuh lebih jauh nasibnya dalam keheningan mencari Allah.
Menjelang Nabi wafat, Bilal gundah bukan main. Tetapi azan yang dilantunkan Bilal telah menggetarkan sejak lama dan khas. Kota Madinah menangis. Air mata umatnya mengalir jauh ke laut duka. Madinah menjadi saksi bisu azan Bilal yang bergetar ritmis, melodramatis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar