Liputan6.com, Jakarta - Olimpiade tidak hanya menghasilkan rekor-rekor mencengangkan. Drama-drama inspiratif juga tercipta dari panggung akbar olahraga multicabang empat tahunan tersebut. Salah satunya, kisah tentang Abebe Bikila.
Menjadi atlet maraton mungkin tak pernah terlintas di benak Bikila. Pekerjaan sebagai bodyguard keluarga kerajaan cukup membuatnya puas karena bisa menafkahi keluarganya di negara miskin seperti Ethiopia.
Namun olahraga melelahkan tersebut justru mengangkat dan membuat namanya selalu dikenang. Bukan sebagai atlet biasa, tapi legenda maraton yang meraih emas dua kali berturut-turut (1960 dan 1964). Kisah heroiknya berlari tanpa alas kaki dan menyentuh garis finis di posisi pertama nyaris tidak ada tandingannya.
Bakat sebagai pelari terpendam di dalam diri Bikila. Kemampuan dan ketahanan fisiknya juga ditempa setiap hari saat menjalani rutinitas berjalan sejauh 20 km menuju tempat kerjanya sebagai bodyguard. Kebiasaan tersebut belakangan diketahui membuat Bikila jadi atlet maraton dengan daya tahan tubuh yang luar biasa.
Sebagai bodyguard, Bikila harus menjalani serangkaian latihan di kamp militer pascaperang dunia kedua. Di sanalah dia bertemu seorang pelatih asal Swedia yang menyadari bakat terpendam Bikila.
Pelatih itu kemudian mengasah kemampuan berlari Bikila. Ia kemudian menempa diri dengan berlatih lari dengan jarak lebih dari 32 km. Lalu dilanjutkan dengan sprint sejauh 1,5 km. Hebatnya, rutinitas ini dilakukannya setiap hari tanpa alas kaki di atas jalanan Ethiopia yang berbatu.
Hasil latihan keras Bikila membuahkan hasil ketika dia menjuarai maraton pertama kali di negaranya. Berkat sukses itu, pria yang lahir pada 7 Agustus 1932 ditunjuk mewakili Ethiopia di Olimpiade 1960 di Roma, Italia.
Saat itu, lomba lari maraton digelar malam hari. Penerangan dibantu oleh tentara-tentara Italia menggunakan obor. Samar-samar, tampak dari kejauhan seorang pelari tanpa alas kaki yang tengah menuju garis finis. Ya, Bikila berada di posisi terdepan dan berhasil menjuarai nomor bergengsi di cabang olahraga atletik itu.
Bukan hanya menang, Bikila juga mencatatkan rekor dunia maraton dengan torehan 2 jam 15 menit 16,2 detik. Selain itu, Bikila juga tercatat sebagai pelari Afrika pertama yang merebut emas di Olimpiade.
Kepulangannya dari Roma langsung disambut meriah rakyat Ethiopia. "Saya ingin dunia tahu bahwa negara saya Ethiopia telah menang dengan determinasi dan heroisme," tutur Bikila usai kemenangannya kala itu.
Saat merebut emas pertama, Bikila masih berusia 28 tahun, usia tergolong sedikit telat dalam merintis karier sebagai atlet. Akan tetapi, empat tahun kemudian, ketika Olimpiade berlangsung di Tokyo Jepang 1964, Bikila kembali menorehkan tinta emas lewat telapak kakinya usai merebut emas di nomor maraton.
Bikila sebenarnya nyaris tidak ambil bagian dalam lomba maraton. Sebab, ia harus menjalani operasi usus buntu. Namun, hal itu tidak mempengaruhi penampilannya. Bikila tetap meraih emas Olimpiade 1964 Tokyo. Bikila kembali mencatat rekor sebagai pelari pertama yang mempertahankan emas nomor maraton.
Bikila sebenarnya sempat tampil lagi pada Olimpiade 1968 di Mexico City, di mana dia mengalami cedera kaki. Ia harus berhenti dari lomba ketika baru berlari 17 km karena tulang kecil di kakinya patah. Cedera yang dialami sebelum tampil Olimpiade 1968 itu memaksanya menyerah sebelum menyentuh garis finis.
Salah satu penyebabnya karena ia berlari tanpa mengenakan alas kaki. Bikila harus rela melihat rekan senegaranya, Mamo Wolde, memenangkan medali emas untuk Ethiopia di Olimpiade 1968 Meksiko City. Mamo mengungkapkan, jika Bikila tidak mengalami cedera, ia tak akan bisa memenangi maraton kala itu.
Nama besar Bikila tidak pernah dilupakan orang. Terbukti, pada Olimpiade Munich 1972, Bikila diundang sebagai peserta khusus dalam lomba maraton. Juara maraton di Olimpiade Munich 1972, Frank Shorter dari Amerika Serikat, langsung menjabat tangan Bikila selepas menerima pengalungan medali emas.
Pada 25 Oktober 1973, Bikila meninggal dunia di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, pada usia 41 tahun. Dia wafat akibat pendarahan di otak, penyakit komplikasi yang disebabkan kecelakaan yang dialaminya empat tahun lalu. Bikila meninggalkan seorang istri dan empat anak. Pemakamannya kala itu dihadiri 75 ribu orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar